12. Titik Balik.

Mulai dari awal
                                    

Suhwa meraih ponselnya yang sudah berhenti bergetar dari meja dan melirik Chanyeol sekilas. "Apa pun selain cinta bisa saja membuatmu berubah," sahut Suhwa. "Tapi, Yeol..., kau ingin membohongi siapa dengan sifatmu yang begitu kentara?"

Suhwa lalu membuka kotak masuk di ponselnya. Kebanyakan pesan beruntun datang dari Tao. Pria itu--semenjak Suhwa pasrah memberikan kontaknya, selalu mengiriminya pesan-pesan tidak penting. Seakan-akan dia tidak punya kehidupan lain.

Suhwa ingat baru-baru ini Tao pernah mengiriminya pesan saat jam tiga dini hari, mengatakan kalau kucing tetangganya hilang. Itu adalah informasi yang tidak ada sangkut-pautnya sama sekali dengan Suhwa. Gara-gara pesan itu juga, Suhwa yang tidur lelap jadi terbangun karena kedipan cahaya ponselnya.

[Aku lagi mandi sekarang. Mau melihat fotoku naked?]

Cowok stress!!!

"Suhwa," panggilan Chanyeol menarik perhatian Suhwa dari pesan Tao yang absurd. Suhwa segera menggelapkan layar ponselnya dan beralih menatap Chanyeol. Sepasang manik hazel itu tenang dan penuh perhatian.

"Apa ada sesuatu yang kau cemaskan?" Suhwa membaca ekspresi Chanyeol dengan tepat.

"Apa menurutmu aku jadi berbeda? Baekhyun bilang aku sangat berbeda." Chanyeol ragu-ragu bertanya.

"Dia juga bilang begitu padaku," kata Suhwa, matanya menatap Chanyeol yang sekarang merenung menatap dinding apartemennya yang berwarna seperti putih kusam. 

"Jujur saja, menurutku kau memang sangat berubah belakangan ini. Kau tidak seperti zombie lagi."

"Apa menurutmu..., itu bagus?" Chanyeol memiringkan kepala, melirik Suhwa dengan kecemasan yang kentara di matanya.

Sebuah perubahan, baik atau buruk, akan selalu membuatmu takut.

Suhwa mengerti ketakutan Chanyeol, jadi ia mendekat dan mengecup kening Chanyeol singkat. "Kau menjadi lebih baik daripada Chanyeol yang biasa kuingat, tentu saja itu bagus. Aku bangga padamu."

Chanyeol turut tersenyum. 

Dari binar mata Chanyeol sekarang, Suhwa tau kalau pria itu juga merasa senang dengan perubahan yang terjadi pada dirinya sendiri. Pria itu hanya bimbang untuk menerima kebahagian yang sudah dalam gapaian tangan.

"Jangan mencemaskan apa pun."

Suhwa mendorong Chanyeol dengan kata-kata klasik yang seharusnya membuat mereka sama-sama jijik. Tapi, bukannya jijik, Chanyeol merasa ia sangat senang sudah datang ke rumah Suhwa sore itu. Mendengarkan ucapan Suhwa, ia merasa akan baik-baik saja. Tidak peduli apa yang akan ia lakukan berikutnya.

"Suhwa, apa menurutmu aku masih bisa jatuh cinta?"

Seakan-akan pedang petir Zeus jatuh dari langit dan membelah dua tubuhnya, Suhwa yang mendengar pertanyaan Chanyeol kehilangan napasnya.

"Te-tentu saja kau bisa. Kau berhak jatuh cinta. Lagipula, itu perasaan yang lumrah untuk dirasakan semua orang."

Suhwa merasakan kelu di bibirnya.

"Hanya saja, kau tau situasiku selama ini, kan?" Chanyeol masih bimbang. "Aku pikir aku tidak akan pernah jatuh cinta lagi."

"Jangan mengatakan sesuatu yang menyedihkan..." ucap Suhwa.

Walau tujuannya adalah menghibur Chanyeol dengan kata-kata ringan dan klise, Suhwa seperti terjerambab di tanah. Saat itu, alih-alih sakit hati dan meringis sedih, Suhwa hanya merasakan hampa yang luar biasa.

Ia sudah melihat skema ini akan terjadi sejak lama, ketika Chanyeol akan meninggalkannya dan berbahagia. Suhwa pikir, ketika situasi itu datang ia akan sangat kecewa dan putus asa. Tapi, ketika dihadapkan dengan situasi yang sebenarnya, Suhwa tidak menyangka ia akan mendapati kelegaan di sana. Ia tidak mengira ia akan menatap Chanyeol di mata dan mengucapkan kata-kata layaknya sahabat yang sangat bijak.

'Apa aku juga berubah?' Suhwa bertanya-tanya dengan mata kering. Ia tidak menangis dan itu mengecewakan. Lebih baik ia menangis.

"Chanyeol," panggil Suhwa dengan suara lirih yang tidak biasa. "Kau sangat berhak jatuh cinta."

Chanyeol tidak banyak bereaksi pada ucapan Suhwa.

"Seseorang mengatakan padaku," lanjut Suhwa kemudian. Ucapannya terjeda selagi ia menatap ponselnya yang kembali menyala. Suhwa membuka sebuah gambar yang dikirim Tao di sana. Sebuah foto topless Tao di cermin sambil melakukan peace sign.

[Karena kau tidak membalas, kukirim saja. Tolong jangan terlalu terpesona.]

Suhwa tersenyum tipis. Rasanya sedikit lebih baik.

Chanyeol yang ternyata menunggu lanjutan ucapan Suhwa--melirik gadis itu dengan kening mengerut. "Seseorang mengatakan apa padamu?"

"Ah..." Suhwa tertawa sebentar. "Seseorang pernah mengatakan padaku..."

Perasaan bisa berubah.

------

Dari ruang guru, Lee Nora yang baru selesai mengemasi barang-barangnya disambut oleh Sooyoung yang juga sudah siap seperti biasa. Muridnya itu--daripada bertingkah seperti murid, memperlakukannya seolah mereka adalah saudara. Nora tidak keberatan dengan keakraban yang diberikan Sooyoung, sebenarnya. Tapi, dijadikan bahan perhatian oleh pengajar lain terasa agak tidak nyaman. Rasanya seperti wanita simpanan.

Kedekatannya dengan Sooyoung akan membuahkan kecemburuan.

"Miss. Nora, bagaimana perasaanmu hari ini? Aku sangat senang karena setelah beberapa hari terlewat, akhirnya kita bisa belajar bareng lagi."

"Tidak ada yang spesial," sahut Nora. Ia melenggang di samping Sooyoung sambil memperhatikan ponsel. Sebuah pesan dari rumah lagi-lagi tercantum di sana.

[Pulanglah minggu ini, Ayah mencarimu.]

Bukan berarti Nora akan peduli, ia mematikan ponselnya dan melenggang lebih lesu daripada biasanya.

"Miss. Nora, kenapa kau berhenti bernyanyi?"

"Karena itu tidak menghasilkan uang."

"Eh, lalu kenapa kau menjadi guru?"

"Karena menjadi guru menghasilkan uang."

Itu jawaban yang tidak bermoral. Tapi, daripada menyembunyikan sisi kotornya dari Sooyoung, Nora membiarkan gadis itu melihat warna aslihnya. Mungkin dengan begitu Sooyoung akan ilfeel sendiri dan berhenti menempelinya. Wanita dewasa yang tidak bisa menjadi panutan biasanya adalah sosok yang kerap direndahkan.

"Wah, Miss. Nora sangat jujur." Sooyoung bertepuk tangan.

Tsk!!!

"Tidak salah mengapa aku menjadikanmu guru favorite-ku. Hidup memang keras, bukan?"

"Aku tidak tau kau bersimpati atau hanya mengolok-olokku."

Mendengar orang yang tidak pernah menderita bicara soal kesulitannya, Nora mau tidak mau merasa skeptis.

"Apa aku menyinggungmu?" Sooyoung tampak tertekan oleh hasil ucapannya sendiri. Tapi, tidak mau memperumit masalah, Nora hanya menggelengkan kepala dan mengalah. Senyumnya terurai lelah tanpa emosi.

"Tidak sama sekali," sahutnya.

Sebuah keuntungan, mobil Chanyeol yang segera datang menyelamatkan mereka dalam konversasi yang tidak seharusnya terjadi. Nora segera masuk dan mulai mengajak Sooyoung berdiskusi tentang topik pembelajaran mereka hari ini.

Di sebelah Nora, Chanyeol yang diabaikan hanya menyunggingkan senyuman. Gadis itu masih menghindarinya dan Chanyeol mengerti sedikit alasan di baliknya.

Nora tidak ingin jatuh cinta. Setidaknya, tidak pada Chanyeol untuk alasan yang Chanyeol sendiri adalah penyebabnya.

------

HARMONIA (PCY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang