5

5.5K 1.8K 160
                                    


Pagi hari kami mengunjungi ruang abu milik keluarga Bu Deswita. Pertama kali aku datang ke tempat seperti ini. Tempatnya terkesan sepi dan dingin. Dia menyalakan dupa dan menunduk dengan hormat berkali-kali. Lama menatap foto-foto yang ada di sana seolah bernostalgia dengan masa lalu. Cukup lama kami berada dalam ruangan hingga kemudian mengajakku pulang. Kami masih sempat mampir ke sebuah restoran untuk makan siang. Selesai makan masih ada jadwal untuk bertemu salah seorang dokter di rumah sakit. Sepanjang jalan kembali Bu Deswita bercerita.

"Saya berasal dari keluarga campuran. Papi keturunan Hongkong-Jawa dan mami saya keturunan India, Inggris dan Dayak. Saya besar di sini, masih terbayang Singapura tahun delapan puluhan. Saya tumbuh menjadi perempuan yang memiliki keinginan bebas. Menikah dengan papi Avram membuat semua keinginan saya harus dikubur. Usia kami terpaut jauh saat itu. Dia sudah sangat matang, 34 tahun. Terlalu sibuk berbisnis hingga lupa menikah. Perjodohan pada jaman itu adalah hal biasa. Dan sebagai anak saya harus menurut. Apalagi pihak mak comblang menemukan laki-laki yang kaya raya. Intinya keluarga tidak ingin kalau anak perempuannya hidup susah. Dan akan lebih senang kalau pihak pengantin pria berasal dari keturunan pebisnis."

Pantas wajah Bu Deswita sangat cantik. Ternyata ada banyak darah keturunan mengalir dalam tubuhnya.

"Saya menghabiskan masa kecil di dua kota yakni Jakarta dan Singapura. Sebelum orang tua saya berpisah, kami tinggal di Jakarta. Tapi kemudian saya harus ikut papi tinggal bersama nenek. Papi menikah lagi dengan seorang perempuan yang berasal dari Taiwan. Kehidupan kami sama seperti keturunan peranakan lainnya akur satu sama lain. Meski memang ada sedikit persaingan tapi tidak pernah terlihat. Saya anak tertua dan ada dua saudara laki-laki kandung. Dari ibu tiri saya mendapat tambahan empat saudara, dua laki-laki dan dua perempuan. Masa remaja saya seperti gadis kebanyakan pada jaman itu. Pergi ke sekolah, kadang menghadiri pesta, menyenangkan sekali."

"Pernikahan kami murni tentang bisnis. Cinta tidak pernah penting dalam kehidupan keluarga. Semua dijalani saja. Namun kehidupan rumah tangga itu tidak seperti yang ada dalam pikiran saya. Mungkin terjebak dengan mimpi gadis muda yang romantis. Saya membayangkan hal yang indah. Sebuah hubungan yang hanya ada suami dan istri. Tidak pernah terpikir dalam benak saya tentang perseteruan mertua menantu dan juga persaingan antar ipar. Saya perempuan polos yang tiba-tiba harus masuk ke dalam kandang singa. Mau tidak mau harus bertahan."

"Papi Avram adalah laki-laki yang menganggap ketika perempuan sudah diberi kemewahan maka harus patuh. Saya bukan berasal dari keluarga yang sangat kaya seperti mereka. Tapi hidup kami cukup. Entah kenapa harta tidak membuat saya silau. Ada hal lain yang hilang dalam hidup dan selalu saya cari sejak kecil. Yakni cinta dan perhatian. Sayang, tidak pernah mendapatkan. Dia sibuk sejak pagi hingga malam. Kadang saya memang mendampingi saat harus ke pesta, tapi sekali lagi hanya sebagai pajangan. Kehadiran Avram tidak membuat hubungan kami semakin dekat. Dia tidak pernah peduli atau bertanya apa yang saya mau. Semua tentang apa yang dia mau dan saya harus menurut."

"Avram kecil adalah kebanggaan papinya. Dia tumbuh menjadi anak yang sehat dan pintar juga memiliki kemauan keras. Jika dia ingin mahir dalam sesuatu, maka harus sampai bisa. Takkan pernah mengeluh meski jam belajarnya harus mengorbankan waktu istirahat. Dia fotokopi keturunan papinya. Setiap kali memenangkan perlombaan dia akan datang. Dia begitu memuja saya bahkan pernah mengatakan saya adalah kekasihnya. Namun pada akhirnya saya menjadi orang yang mematahkan hatinya."

Aku hanya mendengarkan. Kalau sedang bercerita seperti ini wajah Bu Deswita terlihat sedih. Sepertinya dia tidak pernah punya teman bercerita. Pembicaraan terhenti karena kami tiba disebuah rumah sakit besar dan mewah bernama Mount Elizabeth. Bu Deswita langsung menuju ruangan. Seseorang segera mendampingi sementara aku hanya ikut dari belakang. Konsultasi tidak terlalu lama, dokternya sangat ramah. Ibu berbicara dalam bahasa inggris yang fasih. Dia memiliki banyak sekali kemampuan yang kadang membuatku tercengang. Ibu juga bisa berbahasa Mandarin dan sedikit Hindi. Selama di sini kami bertemu dengan beberapa keluarganya. Dan dia terlihat sangat bahagia bertemu mereka.

MASIHKAH KAU PERCAYA CINTA ITU ADA?/Versi Lengkap Tersedia Di PLAY BOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang