Aku mengangguk. Anehnya dia masih berdiri di depanku membuat alisku terangkat.

"Kamu masuk dulu, baru aku pergi." katanya.

Aku tersenyum lebar kemudian berbalik menekan tombol password pada pintu. Ketika pintu terbuka, aku menoleh pada Galan untuk terakhir kalinya dan berkata, "Good night."

Galan tersenyum sangat lebar. "Night, pacar."

Pipiku bersemu merah dan buru-buru aku masuk. Aku masih sempat mendengar Galan tertawa. Ya Tuhan, jantungku. Aku berdiri diam di belakang pintu dan memegang dadaku. Aku... benar-benar jadi pacar Galan?!

*****

-Galan W. Aldrich-

Acara sudah selesai ketika aku tiba di sekolah. Kita tinggal membereskan beberapa barang dibantu orang logistik dan berdiskusi sebentar. Galih terlihat sibuk ketika aku datang dan duduk di kursi-memandang langit malam. Astaga, tidak ada malam yang lebih indah daripada malam ini.

"Man, lo harus bantuin kita." kata Max dengan nada sebal karena aku hanya duduk.

"Apa yang bisa gue bantu? Semuanya udah lo handle." jawabku sambil tersenyum.

Akhirnya Max berhenti sebentar dan menghampiriku. Ia mengerutkan kening. "Lo salah makan apa?"

"Hah?"

"Lo aneh malam ini."

Aku tersenyum lebar membuat Max tambah bingung. Galih datang kemudian sambil melapor. "Orang logistik bilang kalau barang-barang di panggung biar mereka saja yang mengurus-" kemudian ia melihat senyumku. "What's wrong?"

"Iya, kan. Aneh kan dia? Sejak tadi dia kayak gitu."

"Apa salah dengan tersenyum?" Aku tersenyum.

"Lo habis nganterin Liesel, kan? Ada apa dengan kalian berdua?"

Senyumku semakin lebar. "Gue pacaran sama Liesel."

"Hah??" Max dan Galih sama terkejutnya. "Malam ini? Lo nembak dia?"

Aku mengangguk. "Awalnya gue kira bakal ditolak, tapi gue nyari semua alasan-akhirnya dia nerima gue. Well, status gue sebagai jomblo selamanya udah berubah."

"Haruskah kita bilang selamat?"

"Of course."

"Tapi gue masih nggak ngerti sama jalan pikiran Liesel. Mau-maunya dia nerima orang kayak Galan. Selain kaya, dia nggak punya kelebihan-"

Aku memukul kepala Max. "Sialan lo. Jelas-jelas gue punya banyak kelebihan daripada kalian berdua."

Max tertawa. "Ya Tuhan, selamat, Man. Haruskah gue bilang semoga langgeng?"

"Ya, selamat juga, Ga. Kalian memang kelihatannya serasi. Yang satu pintar yang satunya bodoh banget."

Aku hampir memukul kepala Galih ketika dia menghindar sambil tertawa lebar. Tapi apapun itu aku suka malam ini. Aku berharap pagi segera datang.

TRULY DEEPLY (REVISED)Kde žijí příběhy. Začni objevovat