Gadis kecil

20 2 0
                                    

Tepat hari ini, seorang gadis kecil yang kini sedang duduk menunggu antrian namanya dipanggil oleh panitia pendaftaran murid baru di sekolah barunya. Gadis itu kini baru memasuki Sekolah Menengah Pertama nya, sekolah yang sangat dia inginkan karena sebagian temannya juga sangat ingin masuk kesini. Gadis itu bernama Zora, gadis yang dibesarkan oleh dunianya sendiri. Oh tidak, gadis yang dibesarkan oleh dunia orangtuanya sendiri.

Gadis kecil yang baru saja menginjak umur 13 tahun. Gadis periang yang bahkan belum mengenal apa itu masalah kehidupan. Zora kecil hanya paham bagaimana caranya belajar, mengikuti keinginan kedua orangtuanya, dan memilih sekolah favorit yang dia inginkan. Seperti yang sedang dia lakukan saat ini.

"Zoraya gifasya", panitia memanggil namanya. Zora dan Bunda nya maju ke meja panitia, ia kumpulkan berkas-berkas yang akan diseleksi oleh panitia, lalu panitia kembali menyuruh mereka menunggu diruang tunggu.

Satu jam kemudian, namanya kembali dipanggil. Berkas yang sudah di cek oleh panitia dikembalikan dan panitia berkata bahwa Zora diterima disekolah ini. Pada waktu itu, sistem sekolah masih terfokus melihat nem dan nem gadis itu memang cukup mumpuni untuk masuk ke sekolah tersebut.

Zora kecil senang bukan main, dia terus tersenyum sampai pulang ke rumahnya. Selang beberapa hari kemudian dia mendapatkan info bahwa dia masuk di kelas 7-1. Dan kabar baiknya dia satu kelas dengan teman semasa sekolah dasarnya dulu. Ia merasa dunia baik sekali padanya. Diberi nem yang baik, berhasil masuk sekolah yang dia inginkan, ditempatkan dikelas dengan teman baiknya. Kurang baik apa dunia padanya? Begitu pikirnya dulu. Ia bahkan tak sabar untuk mengikuti masa orientasi siswa atau biasa dikenal (MOS) pada masa itu.

Hari Mos dimulai, Zora kecil bersiap untuk berangkat pagi-pagi sekali agar tidak telat. Dia benar-benar bersemangat. Namun petaka hidupnya baru saja dimulai. 

"Prang" Satu piring terlempar begitu saja tepat didepan Zora yang baru datang untuk sarapan, "Kamu itu wanita rendah, dasar pelacur. Aku gasudi kamu ada dirumah ini". "Anj*ng lo, gue juga gasudi satu rumah sama orang yang gatau terimakasih" Sahut sahutan kata-kata cacian Zora dengar tepat didepan matanya. Zora hanya diam dan menangis melihat orangtuanya.

"Mau lo apa anj*ng, gue bisa ancurin semua barang disini. Klo lu mau bunuh gue, bunuh sekarang", lelaki paruh baya itu maju dengan menggenggam pisau buah ditangannya "kamu itu istri kurang ajar, berani kamu bentak bentak saya. Dimana titik hormat kamu pada saya wanita rendah" "lu itu anj*ng gapantes gue hormatin, najis" kata wanita yang biasa kupanggil bunda sambil sedikit menoleh seperti ingin meludah. "Cewe gatau diuntung" satu pisau siap melayang ke leher bunda.

Zora berteriak "PAPA STOP!". Papa berhenti, dan menoleh kearahku. Tanpa kuduga papa melemparkan pisau itu kearahku dan nyaris mengenai pelipis ku. Lalu papa berkata "Kamu anak kecil diam. Tugas kamu sekolah, berangkat sana minta anterin abang kamu" lalu bunda menyahuti "gausah nangis, jangan jadi anak cewe yang cengeng malu maluin orang tua. Awas kamu smpe nangis disekolah nanti.  Lalu aku mendekat dan berkata "yaudah, Zora berangkat jangan sakitin bunda ya pa, bunda jangan ribut terus sama papa ya. Zora berangkat assalamualaikum" Kataku sambil menyalami kedua tangan mereka dan bergegas meminta abangku mengantarku.


Pagi itu, Zora tau hidupnya tidak pernah sebaik itu. Dunia tidak selalu berpihak padanya, namun Zora tidak menyesal memiliki orangtua yang kini dia punya. Zora hanya berharap suatu saat keluarga mereka bisa menjadi keluarga yang harmonis seperti teman-temannya. Begitu harapan Zora kecil.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 02 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

GALAXY ALSYAWhere stories live. Discover now