Part 14

9 1 6
                                    

Faiz dan Nia terheran, kenapa sikap Lydia begitu cuek dan seperti tidak perduli lagi? Faiz menyusul Lydia menuju ruangannya, "Tunggu! Lyd kamu kenapa cuek gitu?"
"Cuek gimana? Aku udah terbiasakan sama sikap kalian didepan aku yang seperti itu. Kemarin juga gitukan? Yaudah terus mau gimana lagi? Mau aku marah-marah?"jawab Lydia dengan nada tegas. "Asal kamu tahu ya. Aku sebenarnya udah capek! Capek banget, bertahan dalam hubungan adnaya orang ketiga. Dan kamu apa tahu itu? Tidakkan? Udahlah sekarang kamu pergi dari hadapanku! Karena aku mau sendiri, silahkan kalian berduaan diluar!" sambungnya seperti menahan tangis.
Faiz tak bisa berkata-kata lagi, ia pun meninggalkan Faiz dan kembali ke hadapan Nia. "Kenapa kamu?" tanya Nia. Faiz hanya terdiam melihat Nia, dia seperti orang yang bingung. Disisi lain Faiz juga mulai suka sama Nia tapi disisi lain juga dia ada dalam hubungannya dengan Lydia. Mungkin perasaan itu tidak bisa dikatakan atau dirasakan saat dia sadar, namun perasaan itu ada ketika dia berdua dengan Nia.
Lydia yang menangis didalam ruangannya masih sempat mengecek keuntungan yang didapatkan bulan ini. Setelah diceknya, masih sama keuntungan pihaknya masih diatas daripada pihak Nia. Dia segera menghubungi mamanya, "Hallo! Ma, ini aku barusan ngecek keuntungan toko masih tetap naik, apalagi sekarang ada promo dalam rangka berbagi kebahagiaan aja si sama pelanggan kita. Tapi ma," ucapnya sambil menahan tangis.
"Kenapa? Kok berhenti? Ada masalah apalagi sebenarnya?" tanya mamanya.
"Aku capek ma, bertahan dalam hubungan yang seperti ini. Dia masih mennerima Nia dan aku sering melihat mereka berdua di toko, aku harus apa ma?"
"Oke! Kamu tenangin dulu ya, mama yang akan bertindak!" tegas mamanya.
Mamanya menghubungi mama Faiz untuk menceritakan semua yang terjadi sebenarnya, agar Faiz bisa mengambil keputusan untuk kedepannya sebelum dilaksanakannya lamaran mereka. "Assalamualaikum bu," ucap mama Lydia.
"Waalaikumussalam, iya bu. Ada apa ya? Tumben nih," angkat mama Faiz sambil senyum.
"Iya bu, jadi saya mau menceritakan sedikit tentang tingkah Faiz akhir-akhir ini. Ibu kan jarang ke toko dan saya sering ke toko bahkan mengawasi mereka di toko. intinya begini bu, sekarang di toko kita itu bekerjasama dengan toko lain pemiliknya atas nama Nia, awalnya Nia itu sering main ke toko dan ngobrol sama Faiz. Singkat cerita saat anak saya baru datang dari NTT Faiz bilang ke saya mau jemput, tapi ternyata tidak jadi menjemput dan Lydia ke toko untuk makan makanan tokonya yang sudah lama tidak dia rasakan. Eh setibanya disana, dia malah melihat Faiz dan Nia berdua dan bermesraan. Sempat terjadi keributan saat itu, Lydia pulang dan Faiz nyusul ke rumah. Saat saya tanya, kata Faiz mereka membicarakan kerjasama dan akhirnya saya dating ke toko hari itu bersama Lydia dan Faiz. Sebenarnya untuk kerjsama dia minta satu tahun, tapi saya tawar menjad 3 bulan. Dan pendapatan toko selama 2 bulan kemarin menaik drastis, bulan ini bulan terakhir kerjasama kita. Ini tadi Lydia habis telepon saya, kalau dia melihat Faiz dan NIa berdua lagi di toko bu, saya mohon untuk ditegasi sekali lagi untuk Faiz, dia mau terus apa berhenti berjuang untuk anak saya, karena bulan depan harusnya melaksanakan lamaran. Kalau Faiz berubah sikap ini yang menjadikan anak saya ragu kembali dengan dia bu, bisakan? Suruh Faiz memilih Lydia atau Nia secepatnya," jelas mama Lydia.
"Ha? Apa iyabu anak saya seperti itu? Kenapa ibu baru bilang sekarang?" mama Faiz terkejut mendengar penjelasan sikap Faiz akhir-akhir ini.
"IYa bu, saya juga tidak menyangka, Faiz akan bersikap seperti ini. Ya, karena Lydia nggak mau nantinya malah nggak dapat restu dari keluarga ibu. Saya juga baru tahu kemarin, dulu yang pertama juga pernah kayak gitu. Tapi saya tidak tahu kejadiannya, mohon maaf nih bu, bukannya saya menjelekkan sikap anak ibu ya," pinta maaf mama Lydia merasa tidak enak, jika terkesan menjelekkan sikap Faiz.
"Endak bu, tenang saja. Kalau begitu saya akan ke toko saja, sudah lama juga saya nggak kesana. Dan saya mau lihat yang mana anak baru itu, terimakasih bu sudah memberitahu saya. Kalau ibu nggak memberi tahu entah apa nantinya yang akan terjadi dengan anak-anak kita," kata mama Faiz. "Yaudah bu, saya segera ke toko aja ya. Maaf saya tutup dulu, Assalamualaiku." Terdengar mama Faiz menahan marah. Ia pun segera pergi ke toko untuk melihat keadaan dan menegaskan sikap Faiz.

Sesampainya di toko, mama Faiz memang melihat dengan mata kepalanya untuk membuktikan ucapan mama Lydia akan sikap Faiz dan itu memang benar. "Astaghfirullah Faiz!" mamanya terkejut melihat Faiz dan Nia berpegangan tangan seperti biasanya.
"Mama? Kenapa kesini nggak bilang-bilang?" Faiz terkejut.
"Trus kalau mama mau kesini harus bilang kamu supaya kamu bisa menutupi ini semua dari mama? Mama sudah tahu semuanya dari mamanya Lydia! Sekarang Lydianya mana?" tegas mamanya.
"Lydia... ada di ruangannya ma," Faiz gugup merasa takut akan kemarahan mamanya.
Mamanya mengetuk pintu ruangan Lydia, tok... tok... tok... "Nak! Bukain pintu, ini tante,"
Lydia yang menangis didalam ruangannya seketika menghapusnya, "Ha? Ngapain tante kesini? Tumben banget?" batinnya. "Iya te, sebentar," sahutnya sambil berjalan menuju pintu. "Ada apa te?" tanyanya.
"Kamu habis nangis nak?" tanya mama Faiz.
"Enggak te, habis beresin ruangan tadi terus ada debu masuk," ngeles Lydia.
"Sini nak, ngobrol sama tante yuk!" ajak mamanya. Mama Faiz mengajak Lydia ke meja pelanggan untuk mengobrol, Faiz mengahmpiri mereka.
"Te, aku buatin makanan atau minuman ya?" tawaran Lydia.
"Jangan nak! Biar Faiz aja y nga buat," tolaknya. "Iz! Kamu buatin mama makanan dan minuman special!" suruh mamanya dengan tegas. Tak berkutik apa-apa, Faiz segera membuatkan makanan dan minuman pinta mamanya.
"Nak, kenapa kamu nggak cerita soal ini semua ke tante? Kan tante jadi merasa tidak enak," kata mamanya.
Lydia terkejut, "Darimana bisa tahu mamanya?" batinnya. "Enggak te, ini hal sepele yang bisa kuatasi sendiri," jawabnya.
"Tidak semua bisa kamu pikul sendiri, tidak semua bisa kamu pikir sendiri dan tidak semua bisa kamu tahan sendiri. Ini menyangkut anak tante, harusnya kamu kasih tahu tante. Oke! Tante faham karena dulu sikap tante sama kamu jutek mungkin itu juga salah satunya kamu nggak mau cerita, tante minta maaf banget atas sikap tante yang dulu-dulu ya nak!" jelas mamanya sembari merasa bersalah.
"Enggak te, tante nggak usah merasa bersalah. Karena ini semua juga diluar rencana kita." sahutnya.
Nia yang melihat mamanya Faiz dan Lydia berbincang merasa mereka dekat satu sama lain dan dia merasa tidak dianggap saat keluarga pihak Lydia atau Faiz datang ke toko. "Sial! Kenapa mama Faiz akrab banget sama dia?!" gerutunya.
"Terus mau kamu gimana nak untuk kedepannya? Keinginan tante kalian bisa seperti dulu lagi, tapi tante benar-benar merasa bersalah dan tante tidak akan memaksa kamu untuk melangkah kedepan jika kamu tertekan," tanya mamanya dengan penuh harapan.
"Aku merasa semuanya sia-sia te, aku capek bertahan dalam hubungan seperti ini. Bukan dari kerjasama kedua toko tapi sebelumnya mereka juga sudah seperti ini. Kebiasaan itu yang membuat mereka memiliki rasa satu sama lain. saya memutuskan untuk berhenti mempertahankan hubungan dengan anak tante dan saya juga akan keluar dari toko ini," ucapnya dengan nada berat menahan air matanya. Faiz yang membawa nampan yang berisi makanan dan minuman mamanya mendengar ucapan Lydia, seketika menjatuhkan nampan itu.
"Lyd! Kamu becanda kan? Kamu nggak seriuskan? Ini semua bohongkan? Aku bisa jelasin semuanya Lyd!" desak Faiz.
"Enggak Iz! Ini semua sudah ku fikirkan dan aku sudah lelah untuk melihat, merasakan dan menahan sikap kamu yang 360 derajat berubah!" sahut Lydia. "Mungkin kamu bisa! Kamu bia berbohong dengan cewek lain, tapi tidak denganku. Aku tahu semua apa yang kamu lakukan, apa yang kamu rasakan saat ini dengan dia!" tegasnya sambil menunjuk kearah Nia. "Iz! Asal kamu tahu ya, dulu aku membuat rencana seperti ini agar direstui mama kamu! Keluarga kamu! Demi kamu! Tapi sekarang? Apa yang kamu lakukan denganku apa sudah benar menurutmu? Apa kamu merasa semua itu hanya sebatas teman? Sekarang tanya ke diri kamu sendiri apa kamu suka sama dia?!" sambungnya dengan meneteskan air mata.
Mama Faiz yang melihat perdebatan mereka didepannya, merasa sakit hati dengan perbuatan Faiz meskipun dulunya dia tidak suka dengan Lydia tapi Lydia bisa mengambil hatinya secara perlahan. "Nak, kamu tenangin diri dulu ya," kata mamanya, menenangkan Lydia.
"Ini semua bisa dibicarakan baik-baikkan? Kamu jangan egois dong!" sahut Faiz. "Jangan semua kamu menyalahkan aku! Kamu yang cuman maunya dimengerti! Kamu yang maunya cuman dikasihani! Kenapa kamu juga cuek sama aku?!" sambungnya Faiz yang juga mulai emosi. Lydia hanya terdiam, menahan marah karena didepan mama Faiz.
"Kamu yang salah, kamu yang nyalahin orang Iz?! Bener-bener ya! Mama nggak pernah ngajarin kamu buat berkhianat sama cewek! Mama juga nggak nyangka dengan sikap kamu yang seperti itu ketika emosi. Bukannya minta maaf atau menenangkan tapi malah kamu balikkan fakta?! Gitu?! Gitu cara kamu?!" sahut mamanya yang ikut geram dengan Faiz. "Ayo nak, kita pergi saja!" ajak mamanya meninggalkan Faiz.
"Ma! Kok mama milih Lydia sih! Anak mama kan aku!" bentak Faiz.
"Anak mama anak yang bisa bersikap baik, sopan dan nggak penghianat!" ucap mamanya. Secara tidak langsung saat itu Faiz sudah tidak dianggap anaknya karena sikapnya yang menghianati perasaan dan kepercayaan Lydia.
Mama Faiz membawa Lydia pulang, untuk menenangkan pikirannya. Urusan masalah akan diselesaikan oleh mama Faiz. "Ayo nak, tante antar pulang saja! Aku nggak tega kalau lihat kamu seperti ini, mana nggak ada Afni." ajak mama Faiz.

Pesan TerakhirWhere stories live. Discover now