Part 12

3 0 0
                                    

Setelah melakukan perjanjian kemarin, produk milik Nia dibawanya ke toko Faiz dan toko itu akan dibesarkan kembali untuk dijadikan bisnis bersama. Afni dan Lydia hanya pasrah, “Jika memang ini semua rezeki kita, semoga dipermudah dan dilancarkan ya Lyd,” kata Afni.
“Iya, aku juga berharap semoga tidak ada musuh dalam selimut ya,” harapan Lydia.
Semua orang merenovasi kembali ruangan yang sudah terstruktur sebelumnya untuk berbagi dengan produk milih Nia.
“Kalian sudah siap untuk melaksanakan misi kita 3 bulan kedepan?” tanya mama Lydia.
“Misi? Misi apa ma? Sebenarnya apa yang sudah mama rencanakan?” Lydia masih bingung.
“Yang penting kalian nurut apa kata mama oke!”
Setelah hari itu semua persiapan selesai, hari pertama masih tetap produk Lydia yang banyak peminatnya daripada milik Nia. Produk Nia terbilang sudah lama diproduksi, namun peminatnya sedikit karena tidak cocok dengan lidah orang banyak. Berbeda dengan makanan yang diproduksi pihak Lydia bisa dirasakan aik dari kalangan anak-anak sampai dewasa tua.
Sesuai dengan kesepakatan mereka akan berkolaborasi antarakedua produk dan resep yang berbeda, sehingga menciptakan suatu makanan yang rasanya menyatu dengan sempurna.
“Chef tolong gabungkan resep makanan kita menjadi satu dan nanti kasih kami tester ya!” pinta Nia pada chefnya.
Disisi lain karena produk dari pihak Lydia memang dibuat sendiri oleh mama Lydia, dia juga membuat gabungan resep yang sama dengan chef namun cara masaknya yang berbeda. Dan mana yang akan lebih dipilih pelanggan? Buatan mama Lydia atau chef? We never know.
Setelah menunggu sekitar 30 menit untuk masakan mereka, finally masakan kolaborasi mereka sudah matang. “Silahkan!” sajikan makanan pada tester.
Masing-masing orang yang ada di toko bak dari karyawan, pemilik toko dan pengunjung merasakan masing-masing masakan dari tangan yang berbeda.
“Aku suka frech fries, kebab, spaghetti bolognese dan es special dari ibu, karena saya sering membeli itu disini,” ucap salah satu pengunjung.
“Aku suka burger dan jus strawberry special dari bapak,” kata pengunjung lainnya.
“Baik semuanya, saya mohon untuk mengisi vote makanan yang kalian sukai dari kedua juru masak yang berbeda produk. Manapun yang kalian pilih, pilihlah sesuai lidah dan kesukaan kalian!” ucap Faiz. Semua orang memberikan vote pada setiap makanan yang disajikan juru masak.
Saat di dapur, Nia menemui chefnya, “Gimana sih kamu! Katanya chef tapi masakannya kalah dari ibu rumah tangga?!” Nia marah pada chefnya karena makanan yang banyak disukai dari masakan mama Lydia.
Polling dari perolehan vote pengunjung bisa diputuskan kalau mereka akan menjual apa yang sudah dipilih pengunjung dan karyawan. Penjualan makanan ini akan berlangsung hanya selama kontrak, selebihnya makanan yang dijual di toko akan kembali seperti semula.
“Oke! Mulai minggu depan kalian harus meningkatkan promosi makanan hanya milik kita, ya mungkin 75% banding 25% untuk makanan mereka, sepakat?!” saran mama Lydia untuk menjalankan misinya.
“Baik ma, kami akan mengusahakan promosi makanan produksi kita dan akan membuatnya dengan lebih menarik dari sebelumnya,” jawab Lydia. “Afni, bisa minta tolong desainkan promosi?” tanyanya pada Afni.
“Bisa, ayo ke ruanganku!” ajak Afni. Mereka juga akan melihat cctv dari setiap sudut yang ada d toko, apakah mereka menemukan Faiz dan Nia berdua disisi toko?
“Kamu buat desainnya, aku akan cek setiap cctv yang ada di toko ini ya!” kata Lydia sambil menyalakan komputernya.
Tak sengaja dalam cctv itu menampilkan saat itu Faiz dan Nia berada di dapur bersama, Lydia menyimpan bukti itu untuk dikumpulkannya terlebih dahulu karena rasa kecewanya masih ada.
Beberapa menit kemudian, “Lyd, lihat ini!” ucap Afni menampilkan desain terbarunya.
“Waaahh! Keren Af! Langsung upload aja di semua media social toko ini ya!” kagum Lydia.
Afni mengupload gambar itu, tak lama banyak yang pesan makanan dari produksi mereka melalui grabfood. Peningkatan penjualan hari itu meningkat 15% dari hari biasanya, tak lupa ia juga upload makanan yang diproduksi dari pihak Nia untuk memenuhi kontrak kerjasama mereka.
“Loh! Pesanan produksi mereka kenapa lebih banyak dari produksiku?” Nia mula curiga. “Iz, gimana tim kamu? Kenapa produksi milik kalian lebih banyak daripada yang aku produksi? Bukannya kita 50% 50% kan?” desak Nia pada Faiz yang tidak tahu strategi timnya.
“Aku nggak tahu apa-apa, aku dari tadi kan disini sama kamu. Disini untuk pemasarannya bagian Afni dan Lyda, coba kamu tanya mereka!” jelas Faiz.
Nia mendatangi ruangan Afni, “Afni! Kenapa bisa penjualan kalian lebih banyak daripada produksiku?” tegas Nia.
“Santai dong! Jangan ngegas! Kalau mau masuk ruangan tuh ketuk pintu kek, salam kek, jangan main nyelonong aja. Kamu tuh disini cuman numpang tau nggak!” Afni sedikit emosi dengan attitude Nia yang bad.
“Udahlah, jangan mengalihkan pembicaraan kamu tuh! Jawab pertanyaanku!” Nia juga mendesak Afni.
“Iya udah aku promosiin kok, nih lihat!” sambil menyodorkan postingannya di media social. “Ya emang peminatnya disini dari culu juga sudah banyak, punyamu aja yang kurang promosinya. Jadi, ya jangan menyalahkan aku kalau mereka banyak pesan di produksi kami!” tegasnya.
Nia menatap Lydia dengan penuh kecurigaan, namun Lydia juga tidak bersalah apapun dalam hal ini. Ini merupakan bagian dari misi mama Lydia, membuat Nia tidak betah bekerjasama dengan toko kita apalagi kalah saing. Dia pun keluar ruangan dan masih dalam keadaan emosi. “Hallo! Promosikan produk milik kita semenarik mungkin!” teleponnya pada karyawannya yang ada dikantor.

Berjalan sudah bisnis kolaborasi mereka selama 1 bulan, penghasilan yang awalnya 50% 50% itu berubah saat peminat makanan Lydia lebih banyak dari Nia, sehingga menjadi 75% 25%. Sudah banyak keuntungan yang didapat pihak Lydia dalam waktu satu bulan ini.
“Gimana peningkatan pendapatan satu bulan ini?” tanya mama Lydia.
“Meningkat sangat jauh ma,” jawab Lydia.
“Ini semuakan berkat misi dan strategi tante, hehe,” sahut Afni.
“Ini juga berkat kerjasama kita semua,” ucap mama Lydia. “Misi bulan pertama sukses, semoga dibulan kedua dan ketiga semua juga berjalan dengan lancar.” batinnya.
Faiz mengira ini bersih kerjasama dari timnya, ia tak tahu sebenarnya ini semua misi mama Lydia untuk menjauhkan Nia secara perlahan tidak hanya dengan Faiz namun juga dengan toko itu. “Wah! Keren banget sih itu!” sahut Faiz yang mendengar pembicaraan mereka.
“Eh kamu nguping Iz?” tanya mama Lydia.
“Ehehe, nggak sengaja tadi lewat te terus denger,” jawabnya.
“Kalian nggak mau ada niatan mau minta restu lagi sama orangtua kamu Iz?” pancing mamanya.
“Iya, aku sudah kepikiran gitu te dari kemarin. Usaha kita sudah sukses dan ini yang kita rintis dari 0, pasti mereka memandang bahwa kita bisa dan mampu untuk berjalan bersama menuju jenjang serius. Dan aku yakin kali ini mama pasti kasih restu,” ucap Faiz dengan keyakinan yang penuh. “Gimana kalau nanti sore Lyd? Kamu maukan?” tanyanya.
“Boleh.” jawab Lydia.
Mereka sudah masuk di semester 8 tahun ini, karena tak terasa selama ini sudah banyak yang mereka kerjakan untuk mendapatkan restu dari orangtua Faiz terutama mamanya.
Sore harinya, “Kamu sudah siap Lyd?” tanya Faiz.
“Sudah, ayo! Gimana kalau dibawakan makanan produksi kita?” saran Lydia.
“Boleh tuh, ide bagus.”
Merekapun menyiapkan makanan untuk dibawa menemui mama Faiz. Kebetulan hari itu papa Faiz juga baru pulang dari luar kota karena cuti kerja. Mereka membawakan setiap makanan 4 porsi agar bisa mereka makan bareng saat dirumah.
Sesampainya di rumah, “Assalamualakum!” salam Faiz sambil membuka pintu.
“Waalaikumussalam!” sudah disambut papa mamanya.
“Sini masuk!” ajak Faiz pada Lydia yang masih berdiri di depan pintu. Lydia pun masuk dan  berjabat tangan dengan orangtua Faiz.
“Silahkan duduk!” sambut papanya dengan ramah.
“Jadi langsung aja ma, aku mau minta restu lagi sama papa mama untuk hubungan kita melangkah ke jenjang lebih serius. Sudah banyak yang kita usahakan untuk mendapatkan restu kalian, dari mulai bisnis dan hubungan yang sehat, kemarin juga Lydia memenangkan perlombaan Nasional di NTT. Menurut mama papa gimana?” jelas Faiz dengan nada lirih.
“Wah! Keren banget kamu nak!” takjub papa Faiz.
“Terimakasih om, semua itu juga atas dukungan dari keluarga dan pihak kampus serta doa dari mereka juga. Tanpa mereka mungkin saya tidak bisa memenangkan lomba itu,” rendah hati Lydia.
“Iya, tapi perjuangan kamu udah luar biasa nak. Daripada Faiz!” papanya mencairkan suasana, Lydia tersenyum tipis.
“Ah papa mah gitu, ngrendahin anaknya mulu! Udah jawab gimana untuk niat kami tadi?” tanya kembali Faiz.
“Gimana ma? Kalau papa si boleh, karena mereka sudah banyak berjuang bersama. Mama coba deh lihat perjuangan mereka dari awal dulu sampa sekarang, mereka tetap bisa bersama dan toko yang mereka bangun sangat sukses lo,” bujuk papanya.
“Iya mama juga sudah melihat perjuangan mereka. Mama sendiri salut sama mereka bisa membangun bisnis yang seperti itu, kalau begitu mama merestui kalian.” jawab mamanya.
Tak disangka perjuangan mereka akhirnya mendapat restu dari kedua belah pihak orangtua, rasa senang, bersyukur dan haru menjadi satu. Mereka pun makan makanan yang dibawa bersama-sama sebagai calon keluarga besar.

Sepulang dari rumah Faiz, Lydia menceritakan suasana saat disana. Semua bisa menerima Lydia dengan penuh hati dan sebenarnya keluarga mereka juga sama seperti keluarga Lydia yang hangat, ramah dan nyaman.
Mama Lydia menelpon mama Faiz, “Assalamualaikum bu!”
“Waasalikumussalam, iya ada apa bu?” tanya mama Faiz.
“Saya mau berterimakasih bu, karena sudah mau menerima anak saya dengan lapang dada,” ucap mama Lydia.
“Saya juga mau minta maaf bu, selama ini perbuatan saya sama keluar ibu sebenarnya tidak bermaksud merendahkan atau menjelekkan keluarga ibu,” balas mama Faiz.
“Iya bu, tidakpapa. Yasudah bu maaf mengganggu waktunya ya,”
“Oh tidak sama sekali bu, bagaimana kalau keluarga kita berkumpul ada yang perlu dibicarakan?” ajak mama Faiz.
“Boleh banget bu, kapan?” mama Lydia terkejut dengan ajakannya.
“Besok siang di restaurant biasanya ya!”
“Oke bu, kalau begitu besok kami tunggu ya! Selama malam.” tutup mama Lydia. Setelah menutup telepon, “Besok ikut mama ya!”
“Kemana ma?” bingung Lydia menatap mamanya.
“Udah jangan banyak tanya! Pokoknya besok siang kita makan-makan!” ucap mamanya sambil berjalan kekamarnya.
Tidak tahu apa yang akan dibicarakan mama Faiz, tapi sepertinya itu masalah serius karena jarang-jarang keluarga Faiz mengajak bertemu. Mereka mengiyakan ajakannya untuk mempererat hubungan antar keluarga.

Pesan TerakhirWhere stories live. Discover now