Part 6

1 0 0
                                    

Mereka mula merintis dan memulai usahanya satu minggu setelah berunding di rumah Lydia. Termasuk waktu yang singkat dalam membangun bisnis dengan usaha kecil dan karyawan yang sedikit bisa segera berjalan untuk kedepannya. Untuk usaha di awal mereka memutuskan membuat kios sementara di depan rumah Lydia, karena setelah di pertimbangkan jika hanya berjualan online maka pendapatan akan sulit untuk mencapai target, jad mereka memutuskan untuk usaha online maupun offline.
“Baik sebelumnya saya ucapkan terimakasih untuk kehadiran orang tua kami dan tak lupa terimakasih juga untuk para karyawan yang sudah kami rekrut melalui tes dan lulus seleksi. Sebelumnya disini saya Lydia Nur Azizah mewakili rekan saya ingin sedikit menyampakan bahwa, kami membangun usaha ini bukan semata-mata ingin memiliki usaha namun juga kami ingin meringankan beban orang tua kami untuk membiayai kami. Karena kami tahu mereka sudah berusaha dengan jerih payah tenaga mereka memberikan yang mereka punya untuk kami agar kami bisa sama seperti teman-teman lain diluar sana. Namun, tak hanya itu mereka juga membuang waktu masa tuanya dengan bekerja agar mencukupi kebutuhan kami. Jadi saya berharap usaha ini bisa dirintis mulai hari ini untuk menjadi sukses kedepannya, agar bisa membayar apa yang orang tua kami berikan meskipun tidak sebanding. Maka dengan itu, saya di sini mewakili rekan saya Faiz dan Afni dengan mengucapkan Bismillahirrahmaanirrahiim usaha Jajan Murah Lebay kita buka!” Lydia mewakili bicara didepan orangtua dan karyawan baru mereka.
“Bismillahirrahmanirrahiim,” ucap semua orang yang ada di depan rumah Lydia.
Perasaan orang tua mereka sangat bangga, karena mereka masih terbilang diusia muda namun sudah mau berusaha kecil-kecilan. Tapi berbeda dengan orang tua Faiz yang raut wajahnya sudah seperti tidak suka dengan usaha itu.
“Ih apaan si, usaha ginian. Ntar kalo nggak ada pelanggan rugi berapa nih,” desahnya.
Lydia yang disampingnya mendengar perkataan mama Faiz, “Minta doanya ya tante, agar usaha yang kami rintis bertiga bisa maju dan bisa balik modal ya setidaknya dapat untuk 50% dalam waktu enam bulan ke depan,” ucapnya sambil mencium tangan mama Faiz.
Berbeda dengan mamanya sendiri yang bangga dengan usaha anaknya, “Semoga usaha yang kalian bangun ini bisa sukses, lancar dan maju ya,” doa mamanya dengan mengelus kepala Lydia dan tersenyum manis.
“Aamiin!” jawab mereka bertiga.

Meskipun orangtua Faiz bertemu dengan orangtua Lydia, ia tidak berbicara sepatah katapun kepada mereka bahkan pada orang yang hadir dalam kegiatan pembukaan usaha anaknya.
“Nak, itu mamanya Faiz kah?” tanya mama Lydia sembari menunjuk ke ara mama Faiz yang sedang menyicipi makanan.
“Iya ma, yang baju maroon itu. Mau aku panggilin?” jawab Lydia.
“Jangan!” sahut mamanya, “Biar mama aja ya yang nyamperin. Kamu disini aja,” sambung mamanya.
Mama Lydia mendekati mama Faiz karena ingin lebih dekat dan akrab dengan keluarga Faiz. Ia juga sebagai tua rumah harus menjamu tamu undangan dengan baik, tanpa membedakan jabatan mereka.
“Permisi bu,” ucap mama Lydia dengan berjabat tangan.
“Iya bu,” jawab mama Faiz, awalnya ia tersenyum tetapi? “Kamu mamanya Lydia atau Afni ya?” tanya mama Faiz.
“Kebetulan saya mamanya Lydia bu, sebelumnya salam kenal ya!” sapa mama Lydia, mencoba mencairkan suasana. Namun, lagi dan lagi mama Faiz bersikap aneh setelah ia tahu itu mama Lydia bukan mama Afni. Layaknya orang tidak suka, ia langsung meninggalkan mamanya Lydia yang ada dihadapannya tanpa berbicara apapun lagi.
Lydia yang memantau mamanya dari jarak jauh, segera menghampiri mamanya. “Gimana ma mamanya Faiz?” tanyanya.
“Kok aneh ya nak? Kan mama mau kenalan nih, dia tanya mama nih mamanya  kamu apa Afni, setelah tahu mama ini mama kamu dia langsung pergi, cuman gitu doang nak,” jelas mamanya dengan penuh perasaan heran.
Mamanya tidak tahu kalau mama Faiz juga tidak menyuka Lydia sebagai seorang pacarnya Faiz. Lydia tidak sampai hati jika bercerita tentang hari itu, namun disini Lydia ingin menyatukan keluarga dan ia bisa di terima di keluarga Faiz dengan membangun usaha bersama.
“Iya ma, mungkin mamanya lagi capek kali ya. Jangan diambil hati ya ma!” pinta Lydia karena ingin mamanya juga tidak membenci mama Faiz. Faiz yang juga melihat hal itu mendekati mama Lydia, “Duh maaf tante, aku jad nggak enak karena sikap mamaku ke tante tidak sopan. Maaf ya tan,” ucap Faiz dengan rasa malu akan sikap mamanya.
“Iya nak, santai aja. Kitapasti bisa kok buat mama kamu berubah. Makanya kalian yang serius kalau kuliah dan berbisnis, biar nantinya hati mama kamu bisa terbuka dan melihat perjuangan anaknya,” wejangan mama Lydia. Ia belum tahu kalau mama Faiz tidak suka dengan Lydia apalagi mereka menjalin hubungan, “Mungkin tidak untuk saat ini aku bercerita ke mama, tapi lain waktuaja deh!” batin Lydia.
“Iya ma, kami sudah mengatur kalau masalah itu. Mama tenang aja ya!” jawab Lydia.

Mereka menikmati acara opening bisnis yang baru akan dirintisnya sembari mencicipi hidangan yang sudah disiapkan mama Lydia, hidangan tersebutlah yang akan dijual mereka. Di tengah-tengah keramaian Lydia menyendiri di dekat kolam renangnya, Faiz tak sengaja lewat di belakangnya, “Itu… bukannya Lydia ya?” tanya batinnya. Ia mendekatinya, Lydia melamun dan tidak sadar di dekatnya aja Faiz. “Hallooo!” ucap Faiz sambil melambaikan tangan di depan wajah Lydia. “Ih ni anak ngelamun, ntar kesurupan lagi,” batinnya. Faiz mengambilkan salad buah kesukaanya yang dingin, lalu diletakkan di tangan Lydia. Dinginnya salad itu membuat Lydia kaget, “Ih apaan sih!” ucapnya dengan jutek.

“Ih jangan jutek-jutek dong! Lagian kamu ngapan coba disana rame malah menyendiri di pojokan lagi. Ntar kesurupan baru tahu rasa dah!” tegas Faiz.
“Kok gitu sih kalau ngomong?” sahut Lydia. “Setelah kupikir-pikir lagi apa kita bisa ya melakukan ini semua?” tanya Lydia dengan nada ragu.
“Ih! Kok tiba-tiba ragu sih? Bukannya kemarin kita sepakat ya?” Faiz kaget dengan ucapan Lydia.
“Ya…. Gatau aku tiba-tiba kepikiran gitu. Awalnya tadi pas aku lihat sikap mama kamu ke mamaku kayak gimana gitu, oke sih fine! Mama kamu nggak suka sama aku, tapi ya jangan kayak gitu sama mamaku,” jelas Lydia.
“Hmm…. Iya sih. Yaudah aku mewakili mamaku aku minta maaf ya,” rengek Faiz. Lydia masih terdiam, “Nanti aku bilangin deh sama mama buat nggak kayak gitu lagi ke mama kamu. Tapi, pliiiiisssss maafin ya!” sambungnya.
“Iya deh, untuk kali ini aku maafin. Tapi lain kali jangan gitu lagi ya, kasihan mamaku nggak tahu apa-apa tapi harus ikutan nggak disukai sama mama kamu. Dan tolong bilangin mama kamu pelan-pelan aja pasti bisa kok berubah, memang semua butuh waktu untuk berubah.” pinta Lydia dengan memegang tangan Faiz dan tatapan yang membujuk. Faiz yang juga menatapnya dengan tatapan yang tidak tega, ia bertekad akan berusaha menyelesakan masalah ini dengan mamanya, agar mamanya bisa merestui dan bersikap sopan kepada keluarga Lydia.

Tak terasa jam menunjukkan pukul 17.00 WIB, “Yaudah ayo kita ke sana!” ajak Faiz ke tempat makanan. Saat mereka berjalan menuju prasmanan, mama Faiz melihatnya, “Iz, ayo kita pulang!” sahut mamanya. Faiz kaget dengan gertakan mamanya, “Bentar ma…,” belum selesai dia bicara, mamanya langsung menarik tangannya yang berpegangan tangan dengan Lydia. Tak bisa mengatakan sepatah kata pun, Faiz hanya menatap Lydia. Dia juga tidak sempat berpamitan dengan mamanya Lydia. Lydia yang kaget melihatnya kembali meragukan akan kemajuan usahanya untuk mendapat restu mama Faiz.
Sembari berjalan menuju kamarnya ia berfikir akan tindakan dan sikap mama Faiz yang benar-benar tidak disangkanya, namun apalah dayanya yang tidak bisa melakukan apapun kecuali hanya mendoakan saja.

Pada malam hari, biasanya mama, papa dan Lydia makan malam bersama. Namun Lydia tidak turun dari kamarnya setelah acara sore tadi selesai.
“Ma, Lydia mana kok nggak kelihatan batang hidungnya?” tanya papanya di meja makan.
“Oh iya pa, mungkin masih beberes, atau ketiduran ya?” ucap mamanya dengan sedkit curiga. Tak seperti biasanya Lydia bersikap seperti ini, kecuali saat dia sakit. “Pa, aku ke kamar Lydia dulu ya. Mau lihat keadaannya, takut kenapa-kenapa,” sambung mamanya.
Lydia yang mengurung dirikarena masih bingung dan malu akan sikap mama Faiz terhadap mamanya sendiri.
Tok… tok… tok…. Mama mengetuk pintu kamar Lydia, “Nak? Ayo keluar makan malam!” ajak mamanya. Lydia hanya terdiam dan melamun di pojok kamarnya, mamanya yang curiga dan merasa takut langsung masuk kekamarnya. Melihat keadaan Lydia yang pucat dan lemas, mamanya gelisah dan memanggil papanya dari depan kamar Lydia, “Paa! Paa! Cepet ke kamar Lydia!” teriaknya.
Mereka pun segera menuju kamar Lydia, mereka membawa Lydia ke Rumah Sakit terdekat. Setelah di cek kesehatan Lydia, ia diputuskan untuk rawat inap dulu agar istirahat total.
“Maaf bapak, ibu, sesua dengan hasil cek pemeriksaan anak ibu, ini harus dilakukan rawat inap karena keadaannya yang lemas dan butuh observasi lebih lanjut, silahkan melakukan pendaftaran di depan ya.” ucap dokternya. Demi kesehatan anaknya maka mereka harus menuruti kata dokter agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan kedepannya. Lydia hanya sempat memberi kabar kenapa Afni, itupun ia meminta agar Faiz tidak mengetahui hal ini.

Keesokan harinya Faiz berkunjung ke toko untuk melihat penjualan di hari itu, tapi dia  bingung kenapa tidak nampak batang hidung Lydia? Ia mencoba mencari Lydia d rumahnya, terlihat rumah Lydia kosong tidak ada satu orang pun d rumah, dia semakin bingung dan takut karena memang dari semalam Lydia juga tidak memberi kabar apapun kepadanya.
Ia menelfon Afni, tanpa salam dan basa basi ia langsung to the point, “Af, kamu tahu kemana Lydia? Hari ini aku belum ketemu sama di sama sekali dan dia juga nggak ada di toko tadi,” tanyanya dengan khawatir. Perasaannya tidak enak, apa yang terjadi pada Lydia ia tidak mengetahuinya.
“Waalaikumussalam, salam dulu ke orang telefon. Mana ku tahu, aku ini lagi kerja Iz. Emang semalem nggak chattingan kalian?” tanya Afni untuk menutupinya.
“Enggak, semalem aku telefon dan chatt dia nggak bales, dia juga nggak online kayanya. Kemana ya? Aku khawatir banget nih!” jawabnya, “Yaudah kalo gitu, aku telefon yang lain aja ya. Bye!” tutup Faiz.

Pesan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang