1. Ditinggal

30.8K 1.3K 20
                                    

Mentari sangat disibukkan dengan tugas-tugasnya di semester lima ini. Benar kata orang, kuliah bukan cuma butuh biaya, tapi juga mental yang kuat. Kedua orang tuanya akan berangkat ke Sumatera Utara, pulang ke kampung halaman sang mama untuk menghadiri pesta pernikahan, sepupu Mentari. Mentari tidak bisa turut hadir sebab memang dia ada presentasi, dosennya cukup killer, Mentari tidak ingin mengulang apa pun ditahun depan.

"Kamu jangan lupa hadir di zoom meeting ya. Nanti ada saudara yang bikin grup. Pokoknya semuanya harus kumpul." Mia, mama Mentari mengingatkan. Mereka sudah lama sekali tidak pulang kampung, semua orang ingin tahu keadaan Mentari yang sudah dewasa, tapi Mentari malah tidak bisa ikut pulang kampung.

"Iyaaaaa." Mentari menjawab pandang karena memang mamanya sudah mengingatkannya puluhan kali, mau bosan tapi itu mamanya.

"Rumah jangan ditinggal-tinggal, kamu minta temenin temen kamu kek atau sama Luna." Luna adalah anak tetangga, meski masih SMP tapi Mentari lumayan dekat dengannya.

"Iya Ma!"

"Jangan iya-iya aja! Didengerin. Jangan macem-macem kalau ditinggal!"

Mentari memutar bola matanya malas, memangnya apa lagi yang bisa dia lakukan? Dia hanya seorang anak perempuan, setiap hari juga menghabiskan waktu di rumah, atau paling tidak mengerjakan tugas di kafe, atau di rumah teman.

"Mama sama papa berangkat dulu." Mia dan Migdad, orang tua Mentari bergantian memeluk anak mereka. Mereka akan melakukan perjalanan panjang, jadi tidak akan cukup hanya dengan jam, mereka akan meninggalkan Mentari seorang diri, karena Bulan, adik Mentari, akan turut serta ikut kedua orang tuanya.

Mentari mengangguk, dia bukan bocah dan memang sudah cukup dewasa untuk selalu ditinggal di rumah.

"Kalian hati-hati ya." Dia juga turut memberikan pesan.

Kedua orang tua Mentari lantas menggeret koper masing-masing, berjalan meninggalkan rumah menuju taksi yang sudah menunggu di depan.

Mentari mengantar sampai depan rumah, melambaikan tangannya melepas kepergian mama, papa dan adiknya yang akan pulang kampung. Jujur saja Mentari agak merindukan kampung halaman mamanya itu, sebab lumayan jauh dari kota, tepatnya asri karena masih banyak pepohonan dan sawah.

Selepas kepergian orang tuanya itu, karena hari sepertinya akan hujan. Mentari memutuskan beranjak ke rumah tetangga, tentu saja memanggil Luna. Seharusnya di rumah tersebut ada mbak, asisten rumah tangga. Tapi mereka tidak menginap, hanya datang pagi kemudian sore pulang. Karena hari ini orang tuanya akan pergi, jadi para mbak bersiap di rumah masing-masing untuk datang dan menginap. Sore ini Mentari jadi tidak memiliki teman, Satu-satunya orang yang bisa dimintanya untuk menemani adalah Luna.

"Lun!" Mentari mulai memanggil.

"Luna!" Panggilnya dengan lebih lengkap.

"Iyaaaa."

Seseorang menyahut dari dalam rumah, tak lama setelah itu seorang bocah SMP dengan rambut dikepang dua keluar dari dalam rumah.

"Temenin kakak di rumah yuk," ajaknya.

"Kenapa?" tanya Luna. "Bulan ke mana?"

"Pada pulang kamu semua ke sumut, kakak di rumah sendirian. Mbak Bila sama mbak Sarah belum pada dateng, nanti kalau nggak ada yang dateng kamu temenin kakak di rumah ya, sampai besok."

"Tapi besok aku sekolah."

"Iya nggak apa-apa." Tidak masalah karena Mentari sendiripun akan kuliah besok. Pokoknya sore samai malam ini dia harus memiliki teman.

Luna mengangguk. "Oke deh, sebentar izin dulu."

Gadis belia itu kembali masuk ke dalam rumah, dua menit kemudian sudah kembali keluar dan menghampiri Mentari, berjalan sembari menggandeng lengan Mentari menuju rumah keluarga Mentari yang berjarak dua rumah dari rumah Luna.

***

Mentari yang sedang menikmati mie gorengnya menatap Luna. Mereka sedang di meja makan tapi bocah itu tak berhenti memegang ponsel. Selalu tampak mengetikkan sesuatu seperti ada seseorang yang menemaninya chat.

"Chat sama siapa sih?" tanya Mentari kepo, meski jarak usia mereka jauh, tapi sebenarnya mereka berteman baik, dulu saat Luna bocah, Mentari sering memebelikannya susu kotakan.

"Temen." Luna menjawab pertanyaan Mentari tanpa menoleh ke arah gadis itu.

"Temen apa temen." Bukan Mentari kalau tidak menggoda siapa saja yang kelihatan mencurigakan.

"Iya pacar." Kini malah Mentari yang terkejut sampai hampir tersedak. Bocah SMP? Tapi wajar sih karena memang sekarang pergaulan seluas itu. Jangankan anak SMP, SD juga sudah memiliki ponsel sendiri rata-rata. Tapi Mentari tetap terkejut juga, karena dia sendiri yang sudah semester lima belum memiliki pacar.

Saat dirinya kecil melihat orang dewasa berpacaran, tapi ketika dia basar malah melihat anak-anak kecil pacaran. Dia kapan? We never know.

"Kok bisa?" tanya Mentari, maksudnya kok bisa anak sekecil Luna mendapatkan pacar? Agak kurang masuk akal untuk sosok yang sangat tidak gaul seperti Mentari.

"Ya bisa, 'kan temen sekolah." Luna masih fokus dengan chattingan nya.

Mentari mengangguk-angguk, dia berusaha tebar pesona di kampus juga sepertinya tidak ada yang tertarik. Mungkin itu semua hanya karena dia tidak cantik.

"Kakak mau punya pacar juga?" tanya Luna.

Mentari tampak berpikir, Kadang-kadang dia ingin punya pacar, tapi kadang juga tidak, apalagi jika banyak tugas kuliah menumpuk. Bahkan ada satu chat masuk ke ponselnya dari keluarga saja Mentari bisa sangat marah-marah.

"Mau sih."

"Mau aku kenalin?"

Sama bocah SMP maksudnya? Sungguh Mentari tidak seputus asa itu, dia hanya berusaha mencari peruntungan, bukan benar-benar ingin memiliki seseorang untuk hidup bersama.

"Nggak mungkin Kakak sama anak SMP, kan Lun?"

"Siapa bilang mau sama anak SMP?"

"Terus?" Mentari masih juga bertanya penasaran, padahal sudah menebak kalau jawabannya pasti akan sama absurd nya dengan apa yang dia pikirkan.

"Sama Bang Lana."

Mentari mengembuskan napasnya kecewa, tentu saja. Lana adalah abang Luna yang sangat menyebalkan, sosok yang selalu meledek Mentari karena sudah tua tapi masih main dengan bocil seperti Luna.

Tidak pernah ada dalam rumus hidup Mentari akan menjalin hubungan dengan anak SMA ingusan seperti Lana. Sudah menyebalkan kekanakan, sok cool pula. Sama sekali bukan tipe Mentari.

"Nggak deh makasih."

"Tapi temen-temenku bilang Bang Lana ganteng."

"Bodo amat!"

***

Tes tes tes!

Tunggu kelanjutannya yaw, akan update rutin kalau pak Halal end!

Mentarinya LangitWhere stories live. Discover now