Keresahan Dias

685 233 31
                                    

Dias tengah menikmati kepiting asam manis  sambil tersenyum - senyum. Barusan Papanya mengirim pesan jika Kaka datang dan kini sedang menemani beliau bermain catur.

Selesai makan malam, mereka mencari pondok yang disewakan di tepi pantai untuk beristirahat.

Setelah membersihkan diri, keduanya duduk di beranda pondok sambil menikmati dinginnya angin malam dan suara deburan ombak.

"Papaku bilang, Kaka datang ke rumah."

Tita tertawa geli. "Pasti Kaka seperti mendapat zonk karena kamu justru pergi denganku."

Dias ikut tertawa geli sambil membayangkan Kaka yang pastinya merasa kesal karena ia mengabaikan semua pesan dan panggilan.

"Terus dia langsung pulang?"

"Enggak. Papa menahannya untuk menemani bermain catur."

Dias dan Tita kembali tertawa geli. "Ya baguslah. Membangun chemistry antara bapak mertua dan calon menantunya itu sangat penting." Tita setuju dengan ide Om Diat.

"Oh iya, malam sudah semakin larut. Kita tidur yuk, supaya besok waktu foto - foto kita tampil fresh!"

Dias mengangguk. Mereka masuk ke dalam pondok dan segera merebahkan diri di tempat tidur. Meskipun kini mereka sudah dalam posisi berbaring, dan Tita sudah terlelap, namun Dias masih sibuk berkirim pesan dengan papanya.

Seulas senyum tersungging di bibir Dias saat ia diberitahu jika Kaka mau disuruh menginap oleh papanya. Hatinya terasa menghangat dan berharap jika Kaka bisa lebih akrab dengan papanya. Tak berapa lama kemudian, Dias pun menyusul Tita pergi ke alam mimpi.

*******

Kaka merasa malu ketika ia bangun kesiangan dan mendapati yang terhormat bapak Diat sudah memakai pakaian santai untuk bekerja di kebunnya.

"Selesai sarapan jangan buru - buru pulang, ya! Saya membutuhkan bantuanmu untuk memberongsong buah mangga yang masih muda. Saya takut nanti keburu diserang hama. Mumpung belum musim hujan. Kebetulan ada beberapa pegawai saya yang berhalangan masuk kerja."

Kaka hanya mengangguk pasrah. Selesai membantu mencuci piring, Kaka mengikuti yang terhormat bapak Diat menuju kebun buahnya.

Ternyata di sana ada beberapa orang yang sudah sibuk membungkus mangga muda supaya tidak terserang hama.

Diat mengajari Kaka cara membungkus buah yang masih muda tersebut. Sesekali ia meninggalkan Kaka untuk menyambut tamu yang hendak membeli bibit tanaman buah. Karena Kaka tidak terbiasa melakukannya, ia jadi pegawai paling lamban diantara pekerja lainnya.

"Mukanya doang yang cakep, kerja nggak becus."

Kaka mendengar ada pekerja lain yang ghibah pada dirinya. Ingin sekali Kaka membantah ucapan orang tersebut, namun Kaka memilih untuk mengabaikannya.

Bagaimana rasanya menjadi pekerja dadakan di kebun buah calon mertua? Jangan ditanya. Kaka benar - benar merasa capek lahir batin. Padahal ia hanya berhasil membungkus buah dalam satu pohon.  Belum lagi suara - suara sumbang dari karyawan senior calon bapak mertuanya.

Barulah ketika makan siang bersama, Yang terhormat bapak Diat memberitahu kepada para pegawainya dan memperkenalkan Kaka sebagai calon menantunya.

"Lebih mudah mendesain gedung atau memberongsong buah, Nak?" canda Diat yang membuat beberapa karyawan yang sempat menggunjingkan Kaka tertunduk malu. Beberapa karyawan yang masih single dan diam - diam menyukai putri bosnya merasa patah hati dan mundur teratur ketika mengetahui calon menantunya pak Diat bukan orang sembarangan.

Setelah selesai makan siang, Kaka diajak duduk - duduk menikmati angin semilir di salah satu gazebo yang sengaja di buat di beberapa tempat.

"Kamu jangan pulang dulu. Tunggu Dias ya. Katanya ia mau nitip oleh - oleh untuk keluargamu."

"Oh iya, Om. Surat lamaran saya sudah dibaca?"

"Belum."

"Kok tahu jika saya seorang arsitek?"

"Dias sudah cerita semuanya ke saya. Jadi saya nggak perlu lagi membaca surat lamaran kamu."

"Jadi saya diterima menjadi calon suaminya Dias, Om?" tanya Kaka dengan wajah sumringah.

"Kamu baru lulus syarat administrasi. Masih ada tes lagi sampai saya mengijinkan keluargamu datang untuk meminang putri saya."

********

"Tampangku kacau," Dias mengomentari foto selfi yang diambil oleh Tita.

"Lensa kamera tidak pernah berdusta," Tita ikut mengomentari hasil bidikannya. "Kamu kelihatan banget kalau sedang galau akut."

Kemudian keduanya mencari tempat teduh untuk beristirahat.

"Gimana jelasinnya, ya? Kalau dibilang galau aku lebih ke mengantisipasi. Aku tidak mau terbawa euforia. Mentang - mentang Kaka tampan dan mapan, lalu aku rela menyerahkan hidupku untuknya begitu saja. Aku bukan perempuan yang bodoh. Cukup mamaku saja yang khilaf. Aku tidak mau mengulangi kesalahan yang sama untuk kuwariskan deritanya ke penerusku."

Tita menatap Dias dengan tatapan serius. "Memangnya, Kaka pernah mengajak kamu untuk 'anu', gitu?" Tita bertanya seraya menggerakkan jarinya yang merupakan sebuah kode.

Dias yang sedang meminum air dari botol langsung menyemburkan airnya ketika Tita menanyakan hal sensitif tersebut. Kemudian ia menatap sahabatnya.

"Lelaki melukai perempuan kan tidak hanya sebelum menikah, Ta. Aku mengantisipasinya justru setelah kami nanti menikah. Kamu nggak pernah melihat media sosial apa? Banyak sekali laki - laki yang mengakhiri status janda wanita lain tapi dengan menjadikan istrinya seorang janda? Padahal kurang apa juga si istri? Sudah cantik, dari keluarga baik - baik, punya karier yang bagus. Bagaimana dengan diriku yang memiliki paket tidak lengkap ini? Meskipun Kaka sudah berjanji untuk setia, tapi 'everybody changing', kan? Suatu saat nanti pasti berubah seiring berjalannya waktu." Dias menumpahkan segala keresahan hatinya.

"Aku hanya tidak ingin mengecewakan Papaku yang sudah berjuang keras untuk membahagiakan aku. Aku tahu seperti apa usaha beliau memperbaiki kesalahannya di masa lalu. Termasuk ketika papa mengorbankan kebahagiaannya sendiri dengan memilih untuk menjadi 'single parent' karena aku tidak diterima oleh keluarga calon istrinya."

Tita mendengarkan semua keluh kesah Dias dengan sabar. Tentu saja, itu karena Tita juga pernah berada di posisi tersebut. Ditolak oleh kakek dan neneknya hanya karena ibunya bukan dari keluarga berada menjadi kenangan menyedihkan yang ingin  Tita hapus dari ingatannya jika saja ia bisa.

Tidak ingin terjebak kegalauan ekstrim, Tita pun mengajak Dias untuk 'shopping'.

"Sesi foto - fotonya udahan, yuk. Sekarang kita belanja oleh - oleh. Mumpung Kaka masih di rumahmu, bagaimana kalau sekalian belanja oleh - oleh untuk keluarganya?"

"Ayo!"

*******

Cara menghibur diri yang paling mujarab adalah berbelanja. Dias dan Tita menghabiskan setengah hari untuk membeli ini - itu. Beraneka macam makanan yang sedang tren dan viral mereka beli.

Dias tertawa saat melihat mobil Tita penuh dengan belanjaan mereka. Setelah dirasa cukup, mereka pun pulang.

Kaka menunggu Dias sambil terkantuk - kantuk. Setelah menjadi kuli di perkebunan yang terhormat bapak Diat, Kaka jadi ingin tidur.

"Kamu kok nggak pulang - pulang sih, Yas." Kaka menggumam sambil melihat story WA kekasihnya.

"Kamu bersenang - senang di Jogja, akunya 'nguli'."

Karena lelah, Kaka pun ketiduran di sofa. Ia terbangun saat mendengar suara khas Dias dan Tita yang baru saja datang.

Dias yang masuk ke dalam rumah melihat Kaka yang duduk dengan tampang kusut. Namun muka bantal Kaka membuat Dias terpesona. Ternyata Dias memang mencintai kekasihnya itu. Ia segera menghambur dan memeluk Kaka.

"Hai, Hon. Kamu capek menungguku, ya?"

Tbc

Senin, 14 Februari 2022

Seleksi Jadi MenantuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang