Prolog

4.4K 293 35
                                    

"Cepat..cepat.. harus kabur!" 

Gadis itu berlari dengan kaki telanjang dan sedikit pincang, barusaja ia berhasil melepaskan diri dari kelompok bersenjata yang menyekapnya lima hari yang lalu. Ia berlari masuk ke tengah hutan, dimana hari masih gelap dan kabut pun turun semakin tebal. Gadis itu terengah engah, mulai menatap ke kanan dan kekiri, jalan mana yang harus ia tempuh. Ia buta arah, terlebih didalam hutan sulit menentukan mana utara dan selatan. Ia mendongak saat petir benyambar, memberikan kilatan dan secercah cahaya walau sedetik.

Gadis itu kembali berlari sekuat tenaga, ia menghembuskan nafas panjang saat air hujan mulai turun membasahi tubuhnya. Hujan deras itu membuat kabut semakin tebal dan penglihatan semakin tipis.

"Aku harus kemana.. harus kemana?" gumamnya berulang ulang, yang ia tahu ia hanya harus berlari lurus terus menjauh dari perkemahan kelompok bersenjata itu. Ia kembali berlari namun tiba tiba kakinya terasa kaku karena kram yang membuatnya terjatuh ditempat. Ia mengaduh tapi tidak mungkin ia berteriak kencang, gadis itu menggigit bibirnya kuat kuat dan memilih bersembunyi di balik semak semak dengan ilalang tinggi. ia mencoba meluruskan kakinya agar kram otot itu segera hilang.

"CEPAT CARI, WANITA ITU PASTI TIDAK AKAN BERLARI JAUH!" 

Teriakan itu terdengar begitu nyata di telinga gadis itu, Ia merengkak, mencoba terus bergerak walau dengan susah payah. ia mengerang bahkan mengumpati dirinya sendiri. "Aku belum mau mati.. aku belum mau mati." ucap gadis itu beberapa kali. Ia semakin cepat merangkak saat mendengar derap langkah kaki yang juga semakin mendekat kearahnya.

"Nona.. tidak perlu bersembunyi, kamu bisa mati dihutan belantara seperti ini. Ada banyak binatang buas disini, lebih baik kembali daripada kamu mati mengenaskan menjadi makanan binatang binatang itu," ucap pria yang mengejarnya itu.

"Persetan dengan binatang, lebih baik mati dimakan ular dan buaya daripada harus mati ditangan manusia biadab seperti kalian," geram gadis itu. Ia masih terus merangkak, namun langkahnya tidak membuat perubahan besar pada hidupnya. Ia ketahuan!

"Mau coba kabur, Nona Manis?" ucap pria itu seraya menarik rambut panjang gadis itu dan mengangkat tubuh gadis itu hanya dengan satu tangannya. Pria itu melingkarkan tangan di lehernya sebelum akhirnya mengangkat dan membenturkan tubuh gadis itu ke batang pohon besar. Gadis itu memekik saat nafasnya mulai terasa sesak, ia mencoba memukul tangan dan tubuh pria yang menangkapnya itu namun gagal, wajahnya mulai membiru, kekurangan oksigen.

"Sepertinya kamu lebih memilih mati daripada hidup dengan tenang dan nyaman disisi saya,Nona," ucap pria itu dengan menampilkan seringainya. Ia semakin menekan leher gadis itu, tubuh gadis itu melemas, mulai tidak berdaya karena nafasnya pun terasa mulai tercekat. Gadis itu mulai pasrah saat segala daya upaya untuk menyerang pun sudah tidak dapat dilakukan terlebih salah seorang dari anak buah pria itu sudah menodongkan senjata tepat di kepalanya.

"MATILAH KAU JALANG!" 

Dor!

Gadis itu memekik saat cekalan pada lehernya terlepas, ia mencoba meraup oksigen banyak banyak dan terbatuk hebat ditempatnya. Manik matanya membulat saat melihat pria yang mencekiknya tadi jatuh dengan luka tembak tepat mengenai kepalanya. Dua orang anak buahnya pun segera bersiaga dan membalikkan tubuh mereka, bersiap untuk melakukan serangan, namun dua rentetan senjata dengan cepat mengenai kepala dua orang anak buah itu dan sudah tentu tewas seketika. Gadis itu menatap ketiga pria yang tadi mengejarnya itu dengan tubuh gemetaran. 

"ARRGH!" ia berteriak kemudian saat seseorang keluar dari semak semak dan menghadap kearahnya dengan membawa senjata laras panjang. Pria itu segera membekap mulut gadis tadi dengan tangan kanannya.

"Diam atau kamu akan buat kita berdua mati sia sia," ucapnya seraya meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya. Pria itu melihat ke arah kaki gadis tadi yang penuh dengan goresan dan luka, sementara menatap pergelangan kaki gadis tadi nampak bengkak dan mengeluarkan darah. Pria itu mengambil sebuah saputangan dari dalam saku celana lapangannya dan mengikatkan saputangan itu untuk menekan darah yang keluar dari kaki gadis tadi.

"Siapa nama kamu?" tanya pria itu tegas.

"Mi-Mikha. Mikhaela Anastasia," jawab gadis itu dengan suara bergetar. Pria itu menatap tepat pada kedua manik mata gadis tadi sebelum akhirnya mengangguk. Ia mengambil radio yang menjadi alat komunkasi antara dirinya dan tim penyelamat.

"Harry Potter pada pusat komando, sandera atas nama Mikhaela Anastasia sudah didapatkan. Ijin membawa sandera ke titik penjemputan," ucap pria itu tegas. Gadis tadi menatap nanar pria dihadapannya. "kamu--tentara?" tanya gadis itu lemah. Pria itu menatap kearahnya sebelum kembali mengangguk tegas. 

"Saya diperintahkan untuk menyelamatkan anda, Nona Mikha. Sekarang, kita pergi ke titik penjemputan, lebih baik cepat, sebelum kawanan dari kelompok bersenjata itu kembali," ucap pria tadi seraya melepaskan bodyvest yang sekaligus menjadi rompi anti peluru dari pria itu.

"Pakai ini," ucap pria tadi. Mikha terdiam ditempatnya seraya menurut mengenakan bodyvest itu.

"KEnapa dipakaikan pada saya, anda lebih memerlukan ini, Tuan," ucap Mikha lembut. Pria itu menatap tajam kearah Mikha, rupanya tidak suka jika keinginannya mendapatkan penolakan.

"kamu lebih penting, lebih baik cepat bergerak dan jangan jauh jauh dari saya," ucap pria tadi yang dengan segera menggandeng tangan gadis tadi untuk kembali berjalan, namun gadis itu memekik perih saat kakinya sudah tidak mampu lagi diajak kompromi, sementara terengar beberapa teriakan dari kawanan kelompok bersenjata yang menuju ke arah mereka.

"Saya nggak bisa.. kamu cepat pergi, biarkan saya disini," ucap gadis itu putus asa. Pria itu menggeram kesal lalu memaksa gadis tadi untuk naik ke atas punggungnya.

"Saya tidak akan meninggalkan teman di belakang!" ucap pria itu tegas sebelum akhirnya berlari menerabas ilalang dan ranting pohon di malam gelap dan hujan itu. Gadis itu menatap ke belakang dan melihat siluet dari beberapa orang yang nampak mengejar mereka.

"Mereka dibelakang! MEreka mengejar kita!" teriak gadis itu mulai panik. Pria itu mengambil pistol dari dalam saku celananya dan bersiap mengarahkan senjatanya ke arah kawanan orang yang mengejarnya. 

Tembakan pun akhirnya diletuskan, satu peluru nyaris mengenai punggung Mikha, namun pria tadi rupanya mampu bergerak cepat dan membuat Mikha terhindar dari tembakan. ia diam, menatap tajam kearah musuhnya, berlari dengan keadaan mundur seraya menembakkan amunisinya.

Kena!

Ia tersenyum tipis di balik balutan masker yang menutupi wajahnya, ia berhasil melumpuhkan musuh bersamaan dengan sebuah helikopter yang datang menuju ke arah mereka, segera pria itu mengambil suar dari dalam saku celananya dan menghidupkan suar itu untuk memberitahukan posisinya dan gadis tadi. Helikopter tidak dapat turun di atas bukit itu, hingga petugas penyelamat hanya menjulurkan tali kearah pria tadi dan dengan cepat ia mengikat tubuh gadis tadi agar dapat segera diangkat ke atas helikopter.

Pria tadi terkesiap saat beberapa tembakan mengarah pada helikopter itu.

"Lemparkan talinya cepat!" teriak pria itu yang dengan segera mengikat tubuhnya dengan tali dan membiarkan helikopter itu menjauh dari lokasi dan membiarkannya bergelantungan dibawah sana.

"Lapor, mission complete, sandera selamat, sekarang menuju ke markas pusat."

____________________

Hai teman teman readers, aku balik lagi dengan cerita perdumilan huhuhu nggak tahu kenapa kayaknya jiwaku memang ada di dumil deh, semoga temen temen nggak bosan ya dengan cerita  bertema ini. 

Gimana prolognya gais?

Semoga suka yah.. baru awal tapi udah war dan nyelametin sandera aja hehe..

kasih komen dong buat Mission X.. enjoy reading.. makasih

cerita ini bakal slow update ya gais, buat yang mau save dulu di library boleh banget buat yang mau kasih komen dan vote nya uuu dipersilahkan yuklah mari..

Mission X √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang