25. Perjanjian

Comincia dall'inizio
                                    

***

"Saya tidak setuju." tutur Alwi tegas. Ia menatap dua laki-laki di hadapannya itu dengan sorot tajam.

"Oh ayolah, Papa tahu ini akan membuatmu khawatir dengan gadis itu. Tapi semua demi kebaikannya." ucap Ikhwan.

"Saya tetap menolak. Rumah Sakit Jiwa ini sudah berusaha maksimal. Perlengkapan dan kelengkapan pasien tersedia. Bukankah untuk mengajukan seorang pasien dengan penyakit jiwa seperti Lentera, berikut dengan alasan mengapa dia tidak bisa menunjukan perkembangan selama kurun waktu yang tertulis di laporan ini?" Alwi menunjuk map biru yang beberapa menit lalu ia banting di meja.

"Papa sudah membuat laporan bahwa Lentera sudah gagal untuk sembuh, pihak kami angkat tangan." ujarnya.

Alwi tercenung. "Gagal? Tahu dari mana kalau usaha penyembuhan Lentera gagal?" ucapnya disertai kepalan tangan di atas pahanya.

"Al, kamu baru mengenalnya. Belum begitu tahu bagaimana perkembangan yang ada pada diri Lentera." ujar Ikhwan.

Kali ini Alwi beralih menatap laki-laki di sisi Papanya. Ia yang sedari tadi tampak tenang dan berwajah sopan. Alwi muak melihat kepalsuan itu.

"Bagaimana dengan Dokter Gavin? Saya ingin tahu mengenai catatan selama anda bertanggungjawab atas penyembuhan Lentera." tuturnya tegas.

Terlihat. Bahunya menegang. Sikap duduknya pun menjadi lebih tegak. "Bukankah itu bersifat privasi? Data-data pasien tidak dibeberkan secara sembarangan sekalipun kita sama-sama Psikiater. Saya rasa itu melanggar peraturan per-Dokteran di sini." ucapnya seolah-olah Alwi tidak memahami batasan mengenai laporan pasien yang bersifat rahasia.

Alwi menghela napas pendek. Sejenak, ia menunduk. Memejamkan matanya. Mentralisir ego dan emosinya. Lalu, ia mendongak. Menatap Papa dan seniornya itu.

"Saya mengerti." ungkap Alwi.

Map biru itu kembali dibuka dengan perasaan tenang. Alwi mencoba bersikap profesional. Sejujurnya, ia sudah ingin memberontak.

"Saya rasa laporan yang tertera di sini, tidak akan mereka acc. Toh, sejauh ini Lentera terlihat bahagia, bukan? Kenapa di sini tertulis bahwa Lentera selalu menyiksa dirinya sepanjang malam, disertai sikap pemberontak fasilitas Rumah Sakit Jiwa. Dan, berkali-kali ingin mencoba membunuh sekelilingnya."

Alwi menatap mereka secara intens. "Lentera tidak sesering itu menyiksa dirinya sendiri, dia juga tidak begitu sering memberontak dan merugikan fasilitas yang ada di sini, bahkan sangat jarang Lentera berkeinginan membunuh orang-orang di sekelilingnya. " ucapnya sangat tenang. "Dia hanya akan melakukan tindakan-tindakan di luar batas ketika dirinya merasa terancam. Ketika seseorang mencoba mengusik ketenangannya, dan ketika dirinya merasa berada dalam bahaya."

Dokter Gavin memutar bola matanya. Di sini ia merasa terusik dengan kalimat Alwi. Namun ia berusaha menjadi sosok berwibawa. Sementara itu, Ikhwan terlihat frustasi.

"Jadi, apa maumu, Al?" tanya Ikhwan. "Kita tidak memiliki banyak waktu. Sekarang atau tidak sembuh selamanya."

"Saya tetap menolak." keukuh Alwi.

"Al?" Papanya tampak pias. Dari pancaran matanya begitu memohon pada Alwi.

"Lentera akan sembuh, kita berupaya memberikan pengobatan terbaik." celetuk Dokter Gavin.

My Perfect PsikiaterDove le storie prendono vita. Scoprilo ora