Chapter three ; Walls by Louis Tomlinson.

17 2 0
                                    


Ryuki POV

"TAINA IN THREE.. TWO.. ONE.. YOU MUST SCREAM OKE"

"NOTED"

"THREE... TWO.. ONEE..."

"AAAA..."

Prangg...

Nggak-nggak kok, kita nggak lagi sedang tawuran hehehe. Aku, Taina, Reina, dan Ketut sedang berada di jalanan sepi, kami berhenti disini dengan membawa sebuah piring, spidol, dan kantung plastik. Ini semua ide Ketut yang menunjukkan salah satu video dari Instagram yang mencoba self Healing dengan memecahkan sebuah piring atau menghancurkan sesuatu dengan harapan emosi kita juga ikut terluapkan, sebuah ide yang bagus.

Setelah mencuri piring milik mama, kami segera pergi ke tempat janjian kita, jalanan sepi, berpakaian hitam-hitam layaknya bandar narkoba. Tidak-tidak, kita bertemu dulu di Ikea untuk beli beberapa peralatan yang kita butuhkan, yakali piring mama dicuri, ihhh mama nyeremin kalo lagi marah jadi skip dulu kalo masalah nyuri piring.

Aku curi-curi pandang pada Taina, melihatnya segar kembali setelah kami melakukan sesi melempar piring tadi, "how's feeling Taina?", tanyaku padanya.

"Ok-okee, I'm fe-feeling better, thanks Ryu", jawabnya dengan nafas terengah-engah, aku senang malam ini dia meluapkan emosinya dengan baik. Malam ini Taina berteriak, mengumpat, menangis dan tertawa disaat yang bersamaan.

Ketut dan Reina menghampiri kami, merangkul kami, dan ketut berkata, "Taina, Promise me, promise to us. Jangan nyimpen masalah lagi, kalo ada masalah just told us, kita berbagi keresahan bareng, oke", aku setuju dengan perkataan Ketut, hmmm tumben si ketut bener orangnya.

"OKEIII, I PROMISE", jawabnya dengan senyum merekah diwajahnya.

***

Sekarang kami berada di pasar street food yang ada di Bali, setelah menimbulkan kekacauan tadi, kami kelaparan, jadi usulan dari Reina tercinta untuk jajan street food disini. banyak sekali makanan di sini but nevermind Ryuki dietnya besok aja ehehehehe.

Lamunanku di interupsi oleh kembaranku, "Aku mau coba takoyaki yang disana", Hmm.. dimana pun dan kapanpun dia bakalan makan masakan Jepang. Bahkan Reina bisa menjudge sebuah masakan dari pertama kali dia makan, kurang mirin lah, shoyunya ga gerasa lah, dagingnya kurang fresh lah, yaaa.. gimana ya, memang Reina sih yang lidahnya paling jepang diantara kita, pernah saat dia ditinggal mama ke Jepang dia langsung belanja stok natto, miso soup, dan telur omega untuk satu minggu, dan jangan heran kalau Reina bisa makan itu selama seminggu penuh.

"I want some rice box, 'cause aku lapar", Aku menggeleng pelan saat Taina bilang dia lapar, pantas saja dia kelaparan, dia tadi saja teriak-teriak kaya orang kesurupan.

Ku lihat-lihat keadaan pasar semakin malam semakin ramai, kalau ga cepet-cepet cari tempat duduk waduhh gawat nih, "Rei, aku ngikut kamu saja, kamu beli apa aku beliin juga, aku sama Ketut mau cari tempat duduk dulu", Selepas itu Reina menjawabku dengan kedua jempol tangannya.

***

Reina dan Taina kembali dari 'sesi belanja' kami segera untuk duduk ditempat yang ku dapat, kita duduk dipinggir jalan dengan lampu-lampu jalan dan tempat duduk kayu yang sengaja di tempatkan disini untuk menikmati jajanan yang sudah kita beli, hmm lumayan estetik. Gilanya disini ada 10 macam makanan dan 3 macam minuman yang dibelikan Reina dan Taina dari counter yang ada di pasar-pasar ini, wah gilaaaa... ada takoyaki, bakso, mie ayam, ceker setan, sushi roll, katsudon, rice box, bulgogi, kentang spiral, dan batagor, ini Reina pengen buka warung apa gimana ini?

"mukanya biasa aja tut", Reina menginterupsi ketut, karena dari tadi muka Ketut seperti berkata 'wahh... gila, siapa yang habisin?' ehehehehe.

Kami menjadi pusat perhatian saat ketut berteriak, "IH KOK MATCHA SIH"

"EMANG KENAPA?!", haduhhh.. mana Reina Ikut teriak-teriak lagi.

Ketut menghela nafasnya sebelum berteriak pada Reina, "RASANYA KAYA LUMUT REINA"

Reina yang jengkel pada Ketut dia langsug menyodorkan minumannya agar Ketut mencobanya, "COBA DULU KETUT, AWAS NANTI KALO KETAGIHAN"

Saat ketut mencoba minuman Reina dia sempat memejamkan mataya, menganalisis rasanya, dan "hmmm... enak ternyata...."

"NAHLOH DIBILANGIN"

'Bwahahahaha'

Tawa kita meledak melihat tingkah Ketut dan Reina yang memperdebatkan sebuah es matchalatte yang dibelikan Reina tadi. Kami bertiga kecuali Ketut memang menyukai matcha, tapi ketut bilang kalau matcha rasanya seperti lumut, mungkin kalau tidak dicekokin matcha sama Reina tadi dia selamanya tidak akan menyukai matcha ehehehehe.

Saat makan adikku berlagak seperti food blogger yang sedang meriview makanan dari suatu tempat, alhasil kami makan sambil cekikikan karena tingkah Reina. Karena ada sesuatu hal yang ingin ku tanyakan pada Taina maka aku menginterupsi dia, "Hei Taina, can I ask you some question?"

Dia menoleh padaku dan menjawabku dengan lembut, "Sure Ryuki"

"sebenarnya aku kangen kamu masuk sekolah, bangku belakang sepi without you, kapan kamu masuk sekolah?", Tanyaku frontal padanya, aku tidak suka basa-basi, hal ini sudah membelengguku hampir dua minggu setelah Taina absen dari bangku sekolah. Sebenarnya dia ada turnamen untuk bulan-bulan ini, tapi aku yakin ini bukan alasan dia untuk absen dari sekolah.

Dia menatapku ragu-ragu sebelum menjawab,"eummm..." dia mencengkram jaitan bawah kemejanya, "Ya, I want it to get back school but-", cicitnya pelan.

"Tapi gimana na?", Tanya Ketut memastikan.

Dia tetap menunduk lalu menjawab kami dengan pelan, "These walls too high"

"Taina Listen to me", Interupsi Reina dengan wajah datar andalannya ketika dia mode serius, "But these high walls, they became up short Taina, You stand taller than them all. And you can watched them all come falling down, trust me", Jelasnya panjang lebar. Reina memang seorang yang pandai mensugesti lawan bicaranya. Kata-katanya memang singkat, padat, dan terkadang menusuk sampai ginjal.

Taina menatap kami semua, "Can I?", Tanyanya.

Ketut melebarkan tangannya untuk merangkul kami, lalu dia merangkul kami dan berkata, "Of course Taina, kamu punya kita, kamu punya si kembar, kamu punya aku Taina. We have each other"

'Hiksss..'

Kami melepaskan rangkulan kami karena mendengar Taina menangis sesegukan, "Don't cry naa", kata Reina.

"Taina gak nangis kok", ucapnya sambil mengusap air matanya.

Reina memutar matanya malas, "air mata kamu jatuh na"

Pffttt...

Bwahahahahah

Benar-benar si Ketut tidak tau situasi, bisa-bisanya dia menahan tawanya saat kami sedang serius. Jadi kita semua ketawa gara-gara si Ketut, ada-ada saja Ketut. Ya, Taina berakhir dengan bahagia, setelah ini mungkin kami akan pulang atau kami akan menginap dulu di salah satu rumah dari kami, aku tak sabar melihatnya kembali ke sekolah dengan senyum merekahnya. Aku membayangkan bagaimana hari-hari normalku yang akan menjadi special bersama teman-temanku yang membentuk formasi lengkap.

***

Halooo, how are you y'all? hmmm... sebenernya aku lupa kalo aku ada project wattpad, sebenarnya tujuan aku buat cerita ini sebenarnya buat asik-asikan aja, biar ngga gabut sebelum PKKMB kuliahan tapi malah stuck sama kuliahan, dan ngga sempet buat bikin chapter baru, maaf ya.

oh iya, kalau ada kritik dan saran bisa di drop di kolom komentar ya, semoga bisa membangun untuk cerita ini dan skill menulis author yang masih kelewat amatir, terima kasih udh minta update meskipun yang minta dua orang wkwkwk, tapi kalian ngingetin author kalau author ada hutang sama kalian, 

lots love,

the author, and GBU Y'all.

Chase the sunrise for us.  [Waida Brother Fanfiction]Where stories live. Discover now