Tugas Terakhir

7.8K 790 32
                                    

Ustad Juned bangkit, lalu berjalan menunju gudang. Sedangkan aku, mengikuti di belakang bersama ayah.

Tek!

Ustad Juned menyalakan lampu gudang. Aku baru tau kalau lampunya masih berfungsi. Terihat di dalam gudang ada sebuah lemari kayu dengan ukiran yang begitu cantik. Ia membuka lemari itu. Terlihat benda-benda yang ia maksud tadi, berupa keris, tempat membakar kemenyan lengkap dengan arangnya, kujang berukuran kecil dan benda lain yang takku kenal.

"Di setiap benda ini ada Jinnya. Makanya selama benda-benda ini gak dibuang, aura rumah ini bakal terus negatif," jelas Ustad Juned, sambil menunjuk deretan keris dan kujang.

Mataku tertuju pada sebuah kendi yang tergeletak di lantai. Bentuknya mirip dengan kendi yang kulihat di kuburan belakang.

"Ayah," panggilku seraya menunjuk kendi itu.

Sepertinya ayah mengerti dengan maksudku, "Kendinya sama," ucapnya. "Berarti pelakunya pernah masuk ke gudang ini."

"Om Edwin," ucapku, karena pada hari itu hanya Om Edwin saja yang ada di rumah.

"Om Edwin siapa, Man?" tanya Ustad Juned.

"Bos ane," balas Ayah. "Tapi waktu kita datang bajunya gak kotor dan berdebu. Lagian ayah kan pergi gak lama. Apa dia sempet ngelakuin itu?" imbuhnya.

"Ane gak mau suudzon ya, Man. Tapi kalau bos ente terlibat itu lebih masuk akal."

Ayah terdiam seperti memikirkan sesuatu. "Atau bisa juga ibunya Risa punya kendi yang sama?"

"Itu juga bisa. Kita gak pernah tau selama bertahun-tahun rumah ini kosong, dia pernah masuk ke sini atau gak."

"Bos ane bilang, kunci gudangnya ilang. Bisa jadi dicuri sama ibunya Risa. Selama belum ada bukti yang jelas ane gak bisa nuduh macem-macem. Yang paling utama sekarang ini nyari Risa sama ibunya. Selama mereka masih berkeliaran bebas, ane gak tenang," ucap Ayah.

"Ente mau nyari ke mana?" tanya Ustad Juned.

"Biasanya kalau orang menjanjikan sesuatu pada Jin, apalagi nyawa atau darah manusia. Pasti bakal ditagih dan dikejar terus, sampe tujuannya tercapai. Jadi ada kemungkinan mereka bakal balik lagi."

"Pinter juga ente, Man," sahut Ustad Juned. "Sekarang tinggal pikirin mau dibuang ke mana benda-benda ini."

"Gimana kalau dikasih ke orang aja?"

"Abis ane puji pinter, eh sekarang jadi bahlul lagi. Kalau dikasih ke orang, ntar dipake buat macem-macem, malah nambah masalah plus dosa."

"Dikubur?"

"Nah, boleh tuh. Cuman cari tempat yang cuman kita aja yang tau. Bahaya kalau jatuh ke tangan orang yang salah."

"Di belakang rumah ini ada kaya hutan gitu," usul Ayah.

"Ya udah, kita beresin sekarang mumpun masih pagi. Pastiin gak ada warga yang liat."

Ayah mengambil kain untuk membungkus semua benda-benda itu. Kemudian membawanya pergi bersama Ustad Juned.

Sudah hampir setengah jam, Ayah dan Ustad Juned belum juga kembali. Aku khawatir terjadi sesuatu. "Assalamualaikum." Terdengar suara Ayah.

Spontan, aku berdiri dan menghampirinya, "Lama banget, ayah."

"Kan harus cari tempat terus gali tanah dulu," balasnya.

"Ned, ganti baju dulu. Itu gamis dah kotor banget."

"Iya, Man."

_________

Malam ini suasana di rumah sangat berbeda, karena untuk pertama kalinya aku merasa begitu nyaman tinggal di sini. Apalagi ada Ustad Juned yang menginap. Cerita-ceritanya tentang dunia pesantren dan masa kecil ayah membuatku tertawa berkali-kali.

RUMAH DUKUNWhere stories live. Discover now