Alternatif Ending

12.9K 1K 160
                                    

Alternatif Ending ini versi lain dari part 23-27

*

Dari kejauhan, terlihat pintu rumahku terbuka lebar. "Cepat," bisik Suara di kepalaku. Aku mempercepat langkah, masuk ke dalam rumah. Tak telihat seorang pun di dalam.

"HAMID!" teriakku, lalu berjalan ke kamar. Nihil, ia tak ada di sana. Kemudian, berjalan ke kamar ayah.

BRAK!

Kubuka pintunya dengan sekuat tenaga. "Kak Arsyad," ucap Hamid yang terbangun dari tidurnya.

"Di sini kau rupanya!" Aku berjalan mendekat. Kemudian mencekiknya. Hamid meronta-ronta, memukul wajahku berkali-kali. Itu malah membuat cengkeramanku semakin kuat. "MATI KAU ANAK IBLIS!" hardikku.

Argh!

Hamid berhasil menggigit jariku. Spontan, aku melepaskan cekikan. Kemudian, ia menendang perutku dengan sangat keras.

Aku pun meringis kesakitan, "Dasar Anak Iblis!" teriakku, berusaha menggapai tubuhnya. Namun, Hamid berhasil menghindar dan berlari ke luar kamar. "Mau ke mana kamu!"

Entah kenapa, emosiku semakin tak bisa dikendalikan. Aku berlari, mengejar Hamid. Terlihat ia sedang berbelok ke arah tangga. "HAMID!"

Saatku berbelok ke arah tangga. Terdengar suara pintu dibanting. Sudah pasti ia bersembunyi di dalam kamar. Aku menaiki tangga perlahan, sembari memanggil namanya. Terlihat pintu kamarku tertutup rapat.

Dug! Dug!

"BUKA!" teriakku, sembari menggedor pintu. Kutendang pintu itu dengan sekuat tenaga.

Brak!

Pintu terbuka. Diikuti suara Hamid yang menjerit ketakutan. "Mau ke mana kamu Anak Iblis!" ucapku sembari menatap Hamid yang sedang berdiri di dekat meja belajar.

"Kak Arsyad," ucapnya dengan mulut gemetar.

"Jangan berpura-pura!" hardikku seraya mendekat.

Hamid mundur perlahan, mendekati jendela. "Kak Arsyad."

Kini posisinya tepat di depan jendela. Ia terlihat takut, sesekali melihat ke belakang — ke luar jendela. Sementara aku, berjalan semakin mendekat.

"Kak Arsyad, jangan," ucapnya sambil menangis.

Kupegang kedua bahunya. Kemudian, tanpa berpikir panjang, mendorongnya sekuat mungkin.

Arghhh! Brug!

Aku berdiri di pinggir jendela, melihat ke bawah. Terlihat tubuh Hamid yang tergeletak, tak bergerak.

Bruk!

Terdengar suara benda terjatuh. Spontan aku menoleh ke belakang. Ada Al Quran yang tergeletak di lantai.

Saat hendak mengambilnya. Tiba-tiba ada angin kencang. Hingga membuka lembaran Al Quran itu tempat di bagian tengah. Mataku tertuju pada kalimat yang dicetak tebal dengan warna merah.

Kubaca perlahan, "Walyatalaththof."

Seketika itu, tubuhku seperti tersetrum. Kemudian, tersadar dengan apa yang telah kulakukan pada Hamid.

"HAMID!" teriakku, sembari melihat ke luar jendela. Tubuhnya masih tergeletak di sana. "Hamid!"

Aku berlari ke lantai bawah, sambil berurai air mata. Tak sanggup menerima kenyataan bila aku telah membunuh adikku sendiri.

RUMAH DUKUNUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum