"Man, boleh minta pulpen sama kertas." Ustad Juned meminta kertas dan pulpen pada ayah — Abdulrahman.

"Biar ibu aja." Ibu berinisiatif mengambilnya. Kemudian diserahkan pada Ustad Juned.

Pak Ustad menulis huruf arab pada kertas tersebut. "Kamu hapalkan doa ini. Baca di saat situasi ragu antara nyata atau bukan. Insya Allah, nanti akan diberikan petunjuk," ucapnya seraya menyerahkan kertas tersebut. Kubaca sebentar, lalu menaruhnya di kantung celana.

"Kamu tuh mirip banget sama bapakmu waktu di pesantren dulu. Sekarang kelas berapa?" sambungnya.

"Kelas tiga SMP."

"Berarti tahun ini masuk SMA. Mau coba masuk pesantren Om?"

Aku melirik ayah, "Nah tuh ditawarin masuk ke pesantren," ucap Ayah.

Dari kecil, aku selalu menolak permintaan ayah untuk masuk pesantren. "Dipikir-pikir dulu ya, Pak Ustad," ucapku.

"Di pesantren kamu bisa belajar agama lebih dalam. Biar bisa kaya ayah kamu tuh. Dulu jagoan banget, bukan cuman orang yang dihajar, bangsa jin juga. Makanya dia berani banget tinggal di rumah ini," ucap Pak Ustad.

"Tali kayanya ayah kamu udah gak jagoan lagi, sampe kerepotan hadapain Jin di rumah ini. Mana  dituduh ngelakuin pesugihan juga," sindir Ustad Juned sambil melirik ke arahku.

"Maaf." Tak ada kata lain selain maaf yang bisa kuucapkan, karena memang itu semua salahku yang terlalu percaya dengan permain setan.

"Itu bisa kamu ambil pelajaran, biar kedepannya jangan terlalu mudah percaya dengan bisikan setan. Sekalian bisa menjadi motivasi kamu, untuk mempertebal iman."

"Iya, Pak Ustad."

"Coba ceritain sama Om. Dari awal kamu datang ke sini, sampe kejadian kemarin itu."

Aku menceritakan semua yang kuingat.

__________

"Dari awal dah curiga ada orang yang bermain di belakang ini. Jadi sekarang, tersangka utamanya Risa sama ibunya," ucap Ustad Juned setelah mendengarkan ceritaku.

"Kita ke rumahnya sekarang aja, Ned!" ajak Ayah.

"Percuma, mereka udah pergi," sahut Ibu.

"Dari mana ibu tau?"

"Tadi ibu ke sana, Yah."

"Berarti emang bener mereka pelakunya. Cuman buat apa mereka ngelakuin itu. Kan ini bukan rumah mereka?"

"Bisa jadi mereka ada dendam sama Bos ente, Man," sahut Ustad Juned.

"Kemaren emang bos ane nyusuh jauhin mereka sih."

"Nahkan, berarti dari awal bos ente dah tau, kalau tetangga itu gak beres."

"Iya sih, tapi ... kenapa gak diberesin dari dulu. Malah katanya warga sini aja pada gak berani."

"Biasanya kalau begitu, ada orang kuat juga di belakangnya. Makanya pada warga sini pada takut macem-macem."

"Siapa kira-kira?"

"Nah ane gak tau, Man. Mungkin dukun sakti kota ini."

"Bisa jadi sih."

"Soalnya kalau dipikir ulang, cerita Arsyad tadi. Jin di sini bisa dibilang cerdik banget. Mereka udah sangat berpengalaman dan tau apa yang bakal terjadi ke depan. Makanya pas rukyah rumah kemarin, gampang banget diusir. Eh, ternyata mereka udah sembunyi duluan di badan Arsyad," ucap Ustad Juned.

"Apa sekarang masih ada di badan Arsyad, Pak Ustad?" tanyaku.

"Insya Allah udah gak ada. Sekarang tinggal kamu jaga baik-baik supaya mereka gak masuk lagi ke badan kamu. Perbanyak dzikir dan jangan takut sama mereka."

"Pak Ustad, kenapa cuman Arsyad aja yang diteror?" tanyaku.

"Mungkin waktu pertama kali datang ke sini, kamu yang terlihat paling lemah. Biasanya bangsa Jin akan mengincar orang yang lebih lemah untuk ditakut-takuti dan dikelabuhi."

"Ayah bilang bangsa Jin gak bisa membunuh manusia. Kenapa mereka beberapa kali nyoba bunuh Arysad?" tanyaku.

Pak Ustad melirik ayah, lalu tersenyum. "Harusnya ayah kamu tau kalau Jin juga bisa nyelakain atau sampai membunuh manusia secara tidak langsung."

"Kemarin itu, biar dia gak takut aja, Ned," sahut Ayah sambil tersenyum.

"Gini, Syad. Ketika kamu takut dan iman kamu sedang lemah. Mereka bisa bertindak ekstrem, sampai bermain fisik pada kita. Apalagi Jin di sini berbeda. Jin yang biasa digunakan untuk ilmu hitam. Mereka sudah terbiasa diberi makan sama si dukun. Makanya jauh lebih kuat dari Jin biasa," jelas Ustad Juned.

"Oh begitu. Soalnya ayah gak pernah ngejelasin itu," sindirku.

Ustad Juned malah tertawa, "Emang dia dari dulu begitu. Jarang mau cerita, selalu dipendem sendiri. Giliran gak kuat, eh nelpon minta bantuan."

BRUG!

Terdengar suara benda terjatuh dari arah gudang. Sontak kami melihat ke sana. "Barang-barang yang ada di sana sebaiknya enta buang, Man," ucap Ustad Juned.

"Iya, nanti ane buang," sahut Ayah.

"Emangnya barang-barang apa?" tanyaku.

"Barang-barang bekas praktik ilmu hitam," balas Ustad Juned. "Kamu mau liat?"

"Iya, Pak Ustad."

BERSAMBUNG

RUMAH DUKUNDonde viven las historias. Descúbrelo ahora