29. Drama Kehidupan

Start from the beginning
                                    

***

"Bangsat banget." umpat Althaf sambil melempar bolpoin ke arah Rafa yang duduk di depannya. Juno yang tengah sibuk melototi soal matematikan pun, seketika dibuat terkejut dengan tindakan Althaf yang tiba-tiba."

Cowok itu meringis kesakitan dan langsung menoleh. "Lo punya masalah apa sama gue, anjing?!"

"Untung gak ada guru," ucap Alam pelan lengkap dengan gerakan menggelengkan kepala. Suka heran dengan Althaf yang suka ngegas tiba-tiba.

"Kesel banget gue sama si Robi," balas Althaf.

"Robi siapa sih nyet? Kaga ada yang namanga Robi di kelas ini," balas Juno.

"Tau nih, keselnya sama Robi, eh gue yang kena," imbuh Rafa.

"Sabar Njing." Alam menepuk bahu Rafa pelan.

"Ini nih, Robi." Althaf menunjuk soal nomor enam yang ada di lembaran soal. "Dia yang beli mangga, dia yang makan mangga, gue yang suruh ngitung, bangsat gak tuh?!"

"ASU!" balas Juno, Rafa, dan Alam kompak.

"Sssst!!"

Ketiganya langsung menatap ke arah Altan di depan sana  yang ternyata sudah memberi tatapan tajam pada mereka.

Althaf memberi jempol. "Iya maaf."

"Kita udah serius dengerin, taunya bahas soal," cibir Alam.

"Orang pinter kok permasalahkan masalah mangga orang," imbuh Rafa.

"Otaknya lagi penuh sama Kansa." ucapan Juno membuat Althaf langsung memukul lengan sahabatnya itu.

"Gue bilang juga apa," ucap Juno lagi sambil kembali mengerjakan soal matematika. "Cewek itu jahat, makanya gue males pacaran."

Athaf menghela napas pelan, tatapannya beralih pada Kansa dan Alfan yang duduk bersama. Keduanya masih sama seperti dulu, dekat tak ada penghalang. Mungkin udah diterima. Batin Althaf.

"Enggak, bukan dia yang jahat. Baper gue aja yang salah tempat," balasnya lengkap dengan senyum tipis yang justru terlihat miris.

Semenjak kejadian di taman saat itu, Althaf memilih mundur perlahan meski dirinya menyesal karena melihat dan mendengar pembicaraan Alfan dan Kansa saat itu.

Althaf sebenarnya juga ingin ada di samping Kansa, memberi semangat untuk gadis itu, menjadi pendengar saat gadis itu ingin menumpahkan segala keluh kesah serta menjadi rumah ternyaman untuknya pulang.

Namun nyatanya semua hanya angan yang pupus ditengah jalan, tidak akan pernah tercapai sampai kapanpun.

Setelah melewati hari yang cukup melelahkan, triplet kini berada di luar gerbang sekolah. Mereka bersiap untuk pulang bersama karena kali ini tidak ada satupun yang membawa motor.

Mereka menunggu jemputan dari salah satu Om kesayangan mereka. Randi.

"Bang." panggil Alfan.

Althaf dan Altan kompak menoleh. "Kenapa?" tanya mereka kompak.

"Beli es cincau dulu yuk." Alfan menunjuk gerobak es cincau yang mangkal di pojok gerbang sekolah.

TrigonometriWhere stories live. Discover now