29. Drama Kehidupan

3.9K 1K 299
                                    


WARNING!

Cerita ini mengandung unsur semacam kekerasan, omongan kasar, dan beberapa hal buruk yang tidak pantas ditiru.

Semua tokoh, ras, agama, latar, hanya fiktif belakang.

Ambil sisi baiknya dan buang sisi buruknya.

Selamat membaca!! 














"Kalo semua orang hatinya berfungsi, nanti gak ada drama dalam hidup, kan, jadi gak seru."

-Althaf- 













Beberapa hari setelah Hafsah di pulang dari rumah sakit, Mamah empat anak itu dikejutkan dengan sikap Althaf yang menjadi lebih dewasa.

Perubahan demi perubahan yang dialami anaknya itu, membuat hatinya berbunga. Bahkan Althaf juga rajin membersihkan rumah, lebih rajin dari dua kembaran dan adiknya.

Namun ada satu hal yang mengganjal di hati Hafsah, biasanya Althaf ini paling bawel dengan hal apapun, tapi putranya itu sekarang jarang bicara ataupun ngelawak garing seperti biasanya.

Hafsah membuka pintu kamar putranya dengan pelan, sambil membawa beberapa celana jeans milik Althaf yang sudah dilipat rapi, dia akan menatanya dalam lemari.

Dilihatnya Althaf yang tengah berbaring di atas kasur sambil bermain gawai.

"Gak keluar sama temen-temen kamu, Bang?" tanya Hafsah sambil membuka pintu lemari.

"Enggak Mah," balas Althaf dengan mata yang tetap terfokus pada benda pipih dengan logo buah apel itu.

Setelah menata celana milik Althaf, Hafsah menghampiri putranya, duduk di tepi kasur sambil mengelus puncak kepala Althaf.

"Kalo Mamah perhatikan, kamu sekarang gak bawel, kenapa? Ada yang bikin kamu gak nyaman?" tanyanya lembut. Hafsah tidak ingin anak-anaknya memendam perasaan sedih sendirian.

"Masa sih Mah? Perasaan Mamah doang kali." Althaf mematikan gawainya lalu menggangi posisi, berbaring dipangkuan sang Mamah.

Hafsah tersenyum hangat, tangannya masih setia mengusap-usap rambut tebal putranya.

"Jangan simpan sendirian, bagi ke Mamah, apa sih yang buat Abang tiba-tiba jadi pendiam kayak Bang Altan?"

Althaf tersenyum tipis. "Aku cuma lagi renungin hidup aja Mah, selama ini aku hidup enak banget kayaknya. Sedangkan Alfan, pasti dia tersiksa ya karena punya trauma dan kekurang dalam pendengaran. Altan juga, dia pasti capek banget ngadepin kelakuan aku yang sering buat dia marah, aku pengen jadi Abang yang bisa lindungin semua anggota keluarganya ."

Hafsah mengangguk paham. "Mamah makin bangga sama Abang, boleh kok kamu jadi apa yang diinginkan, tapi satu pesan Mamah. Jangan buang atau korbankan apa yang bisa bikin kamu bahagia, dan tetap jadi diri kamu yang emang itu kamu, jangan jadi orang lain."

Althaf mengacungkan kedua ibu jarinya. "Siap bos." 


TrigonometriWhere stories live. Discover now