5

139 11 0
                                    

Setelah mendengar semua cerita dari Amilia, keinginan Shiva untuk membuka gudang semakin besar. Ia memiliki firasat, kalau ada sesuatu di dalam gudang sana.

Ah, entahlah. Mungkin itu hanya firasat tak beralasan karena Shiva sering menonton film, atau memang itu insting alami yang timbul begitu melihat ruangan yang mencurigakan.

"Kakak mau buka pakai gergaji besi?" tanya Amilia saat melihat kakaknya menggesek gembok dengan penuh semangat.

Ya, saking semangatnya Shiva, ia menggesek gembok menggunakan gergaji besi manual. Ia menggesek dengan penuh semangat.

"Kalau Papa marah gimana, Kak?" tanya Amilia takut-takut.

"Kita hadapin," jawab Shiva penuh percaya diri.

Krak!

Gembok itupun terputus setelah Shiva menggesek sangat lama. Kedua gadis itu pun menghembuskan nafas lega. Akhirnya ... perjuangan mereka tidak sia-sia.

Tubuh Shiva sampai dipenuhi banyak peluh karena ia bekerja sangat keras.

Dengan segera, mereka melepaskan rantai yang melilit pintu tersebut. Dan begitu pintu terbuka, aroma debu menguar menusuk hidung kedua gadis itu.

Shiva dan Amilia yang memiliki alergi debu, bersin-bersin beberapa kali.

"Kak ... debunya tebal banget," bisik Amilia tepat di telinga sang kakak.

Shiva mengangguk setuju. "Kita harus cepat periksa ruangan ini sebelum Papa pulang."

"Tapi aku nggak kuat sama debunya, Kak."

"Kamu ambil masker di kamar. Kakak tunggu di sini."

Amilia mengangguk paham. Ia segera melesat lari ke kamarnya mengambil dua masker kain. Karena sekalian sudah di lantai atas, ia lantas memeriksa keadaan ibunya yang sedang tidur di kamar.

Syukurlah keadaan ibunya aman. Suhu tubuh ibunya sudah menurun sejak tadi subuh.

Amilia lantas segera kembali ke gudang begitu melihat ibunya masih terlelap dengan damai.

"Ini, Kak." Amilia menyodorkan sebuah masker kepada sang Kakak.

Shiva menerima pemberian adiknya dan lantas memakinya dengan segera. Setelah itu, mereka segera memeriksa gudang tersebut. Gudang tersebut tidak besar, akan tetapi banyak barang dan juga debu tebal di sana.

"Cari kalau-kalau ada yang mencurigakan," ujar Shiva.

"Iya, Kak," jawab Amilia dengan tangan yang sedang memeriksa sebuah rak tinggi.

Tadi pagi-pagi buta, Shiva sudah membeli gembok yang ukurannya sama persis dengan gembok gudang tersebut. Ia membeli di e-commerce.

Jika nanti ayahnya curiga karena kunci yang ia miliki tidak bisa membuka gembok tersebut, Shiva akan meminta maaf dan mengakui perbuatannya. Yang penting, gudang tersebut tidak tampak mencurigakan setelah ayahnya pulang nanti. Yang penting, gudang tersebut sudah terkunci rapat seperti semula.

Butuh usaha yang keras bagi Shiva untuk membuka gudang tersebut. Ia menggesek satu jam lebih. Amilia sempat membantu beberapa menit, akan tetapi gadis remaja itu mengeluh karena lelah. Dan ... Shiva mengambil alih pekerjaan itu dan membiarkan adiknya hanya menonton saja.

Shiva sudah sangat penasaran dengan keadaan yang ada di rumah barunya. Tadi malam, seluruh jam mati dan berhenti di pukul dua. Akan tetapi saat subuh ia bangun, seluruh jam sudah kembali normal.

Shiva mengecek jam di ponselnya yang otomatis diatur jaringan. Dan ... jam yang tadinya mati itu, kembali normal. Sama persis seperti jam ponselnya.

Pukul Dua Dini Hari (Selesai)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن