DELAPAN

11.6K 281 0
                                    

AN: Maaf baru sempat update, banyak yang terjadi ke aku belakangan ini. Jadi aku baru bisa update. Sebagai gantinya aku update beberapa part hari ini. :)

Sejak pembicaraan mereka beberapa malam lalu, Sashi memutuskan untuk bersikap seperti Sashi yang sebenarnya pada Langit. Sashi yang tidak bisa melakukan banyak hal, Sashi yang keras kepala dan Sashi yang seenaknya sendiri dan sejauh ini Langit tidak pernah menegurnya. Kebebasan menunjukkan dirinya tersebut sedikit membuatnya lega dan lebih santai karena tidak perlu berpura-pura sepanjang hari. Selama ini Sashi harus berpura-pura dewasa, elegan dan sempurna dihadapan orang-orang, jujur saja itu membuatnya lelah. Tapi dengan kebebasannya menunjukkan dirinya di depan Langit, Sashi bisa sedikit lebih santai karena itu artinya dia tidak perlu seharian berpura-pura.

Terimakasih dengan keputusannya tiba-tiba, jadi hubungannya dan Langit tidak sekaku saat diawal-awal.

"Kalau aku nebeng sampai ke kampus boleh?" Tanya Sashi pada Langit yang sedang menyiapkan sarapan buat mereka.

"Tentu saja boleh. Tapi kamu yakin sampai kampus? Bukankah kamu bilang tidak ingin ada yang tau hubungan kita di kampus?"

Bahu Sashi bergedik tidak perduli. " Iya yakin sampai kampus. Nanti aku keluarnya diam-diam saat tidak ada yang lewat." Ya, lebih baik dia keluar mobil Langit sembunyi-sembunyi daripada harus berangkat sendiri atau menggunakan kendaraan umum. Mobilnya baru Kaira kembalikan besok, jadi dua hari ini dia berencana menumpang mobil Langit.

Langit mengangguk. "Baiklah kalau kamu memang yakin." Katanya lalu memberikan sandwich buatannya yang disambut Sashi dengan semangat.

Sashi tidak sabar untuk segera mencicipi sandwich buatan Langit karena sejauh ini setiap masakan yang dibuat Langit untuknya, selalu berhasil memanjakan lidahnya.

"Terimakasih," kata Sashi terlebih dahulu sebelum menyantap makanan buatan Langit. Seperti bayangannya, sandwich buatan Langit sangat enak dan berbeda dari sandwich-sandwich yang selama ini pernah dicobanya.

"Kamu menyukainya? Kalau kamu mau, aku bisa buatkan kamu untuk bekal ke kampus."

Perhatian Sashi dari sandwichnya beralih sejenak, "Hmmm... aku memang menyukainya. Tapi pak Langit nggak pelu buatkan untuk bekal karena hari ini aku hanya bertemu dengan pak Bambang dan bu Mentari untuk merampungkan bab III aku."

"Oh iya, pak Langit bisa bantu aku periksa dulu nggak sebelum aku membawanya ke dosen pembingbing aku?" Tanya Sashi tiba-tiba saja mengeluarkan lembaran kertas skripsinya yang akan dibawanya ke kampus.

Langit menyodorkan tangannya, tanda tidak keberatan untuk melakukan yang Sashi minta.

Sembari menikmati kembali sandwichnya, diam-diam Sashi mengamati Langit dan tanpa sadar tersenyum kecil karena Langit tampak begitu serius memeriksa skripsinya. Sashi tidak bisa bohong kalau dia senang diperlakukan dengan baik dan serius oleh Langit karena kalau melihat hubungan mereka, Langit sangat mempunyai hak memperlakukan Sashi sesukanya. Apalagi kondisinya saat ini Langit sudah melakukan kewajibannya dan Sashi sama sekali belum melakukan apapun untuk pria tersebut.

Bicara soal hak dan kewajiban, beberapa malam lalu Sashi pernah bertanya kepada Langit kapan dia akan bertemu keluarga Langit karena jasa yang diminta Langit darinya adalah menjadi kekasih pura-pura dosennya tersebut. Namun Langit tidak bisa memberikan jawaban pasti karena katanya papa dan mamanya masih di luar negeri.

"Aku tidak bisa memastikan kapan, tapi kamu akan bertemu mereka segera." Begini Langit menjawabnya malam itu.

Kenyataan Sashi belum melakukan kewajibannya inilah yang mungkin membuat Sashi tidak berani menggunakan uang pemberian Langit. Sashi cukup tau diri untuk melakukan kewajibannya terlebih dahulu sebelum menggunakan haknya karena dengan begitu dia tidak bisa dituntut ini itu.

"Aku pikir semuanya sudah baik." Ucap Langit.

Sashi yang tadinya sibuk dengan pikiran dan sandwichnya menoleh dan menerima lembaran skripsinya dari Langit.

"Termasuk tanda bacanya?"

"Hm termasuk tanda bacanya." Jawab Langit balas menatap Sashi."Tapi kalau boleh aku memberi saran, kamu sebaiknya mengubah metode penelitianmu karena judul yang kamu gunakan lebih cocok menggunakan metode penelitian deskriptif."

Sashi memperhatikan bab-3nya dan mencocokkan dengan judulnya. Kemudian dia mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju dengan saran Langit. Awalnya Sashi juga berpikiran yang sama dengan Langit, hanya saja dia tidak yakin metode deskriptif cukup untuk judulnya. Makanya dia memilih metode yang lebih sulit untuk dia gunakan menyelesaikan skripisnya,

"Tapi apakah metode itu cukup untuk skripsiku? Seperti yang pak Langit tadi bilang, judul aku cukup luas, aku khawatir kalau hanya menggunakan buku sebagai sumber materi pembahasan aku."

"Memang untuk judul seluas itu kamu lebih baik menggunakan metode kombinasi untuk pembahasannya, tapi kalau kamu mau kamu bisa menggunakan metode deskriptif saja, walau itu artinya kamu harus membaca lebih banyak buku."

Wajah Sashi langsung berkerut masam. "Tapi aku tidak suka membaca buku." Ucap Sashi pelan karena takut Langit mendengarnya.

Dan sayangnya keinginan Sashi itu tidak terwujud.

"Tidak suka, bukan berarti tidak bisakan?"

Bibir Sashi mengkerucut sebal. "Iya, bisa." Jawabnya bersungut-sungut.

Masih dengan bibir mengkerucut, Sashi kemudian berdiri setelah dia memasukkan kembali skripsinya ke dalam tas. "Lebih baik kira berangkat sekarang. Kata pak Langit, bapak harus ketemu seseorang dulukan sebelum ke kempus." Ajak Sashi berjalan mendahului Langit untuk membersihkan gelas dan piringnya.

"Biar aku aja yang mencucinya." Kata Sashi meminta peralatan makan Langit yang kotor.

Sebenarnya pekerja rutin Langit akan membersihkan piring kotor mereka kalau dia dan Langit meninggalkannya di wastafel, tapi Sashi ingin melakukannya sendiri. Langit sudah menyiapkan makanan untuknya, jadi tidak ada salahnya dia membersihkan piring kotor mereka. Tepat Sashi selesai dengan piring bekas sarapan mereka, Langit keluar dari kamarnya lengkap dengan tas dan jaketnya.

"Sudah siap?" Tanya Langit.

"Hmmm." Jawab Sashi mengikuti Langit keluar apartemen. "Pak Langit jalan duluan, biar aku ngikut di belakang." Katanya lagi dibalas sebelah alis terangkat oleh Langit. "Aku tidak mau ada orang yang berpikiran aneh-aneh kalau kita berjalan bersampingan." Sashi menjelaskan walau Langit mungkin tidak menginginkannya.

Langit hanya menghela napasnya dan berjalan meninggalkan Sashi, melakukan apapun maunya.

Di belakang Langit, Sashi kembali mengamati pria itu. Kali ini objek perhatiannya adalah penampilan Langit.

Jika sebelumnya penilaiannya tentang Langit mengikuti pendapat orang-orang dikampusnya, sekarang dia bisa memberi nilai berdasarkan pengamatannya sendiri. Kalau hanya melihat penampilanya saja, Sashi yakin kalau Tuhan pasti sangat menyayangi Langit. Bayangkan saja setelah diberi wajah yang tampan, tubuh yang athletis dan tegap, Langit juga diberi sense fashion yang bagus. Walau pemilihan pakaiannya sehari-hari simple, semuanya bisa menarik aura dan ketampanan pria itu hingga terlihat lebih lagi dimata orang-orang.

Well, Langit memang sesempurna itu dimata Sashi sekarang.

Tapi... tidak ada orang yang sempurna karena kalau Langit sempurna, dia tidak ada disini sekarang. Langit boleh memiliki semua yang orang inginkan, tapi pria itu tidak bisa memiliki apa yang dia inginkan.

===000===

PLEASE BE MY SUGAR ***** (REPOST)Where stories live. Discover now