TIGABELAS

8K 244 0
                                    

Sashi sedang membuka pintu apartemen Langit ketika seseorang menepuk pundaknya.

"Iya bu? Ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya saat dia mendapati seorang wanita paruh baya dibelakangnya.

Wanita paruhbaya itu tersenyum dan mengambil tangan Sashi untuk dia genggam. "Kamu kekasihnya Langit ya?" Wanita itu bertanya dengan wajah berseri.

Melihat bagaiamana wanita paruhbaya itu terlihat kesenangan, kening Sashi mengernyit bingung sampai sebuah pemikiran melintas dikepalanya. 'Mungkinkah ini mamanya pak Langit?' Sashi tidak berani mengambil kesimpulan karena seingat Sashi, Langit kedua orangtua dosennya itu sedang luar negeri sampai bulan depan. Makanya pria tersebut tidak segera mengenalkan Sashi kepada mereka.

"Iya saya kekasihnya pak Langit, ibu siapa ya?" Sashi memberikan jawaban aman untuk jaga-jaga kalau wanita paruh baya itu benar ibu atau keluarga Langit.

Senyum wanita itu semakin lebar. "Saya Permata, mamanya Langit." Balas mama Langit lalu melihat Sashi lebih seksama, "Ngomong-ngomong kenapa kamu memangil Langit dengan sebutan pak. Apakah kamu..."

"Iya bu, saya salah satu mahasiswa pak Langit." Jawab Sashi meringis.

Permata terdiam, mungkit terkejut atau tidak siap dengan kenyataan yang baru Sashi sampaikan. Tapi hanya sebentar saja karena kemudian Permata kembali mengambil tangannya dan sengan senyum lebar dia bilang."Ayo, sekarang kita ke rumah tante. Nanti kita bicara banyak disana."

Sashi panik. Tidak siap kalau harus bertemu keluarga Langit tanpa persiapan, belum lagi pikirannya masih memproses pertemuan yang tidak disengaja dengan mama Langit.

"Tante, tunggu dulu. Aku ganti baju dulu boleh? Aku udah lepek seharian diluar." Sashi mencari alasan agar mempunyai kesempatan untuk menghubungi Langit.

Lagipula Sashi tidak sepenuhnya berbohong karena seharian ini memang dia diluar. Sashi bertemu dengan psikolognya, takut keadaannya memburuk kalau tidak segera berkonsultasi. Tadi pagi sebelum berangkat Sashi sudah membayangkan psikolognya, Andin akan memintanya menemui psikiaternya, Sena untuk meminta anti depresan karena biasanya Sashi akan mengkonsumsinya setiap kali merasa tidak stabil. Tapi ternyata tidak, kata Andin dia tidak butuh obat karena kondisinya tidak seburuk yang Sashi pikirkan.

"Ohhh baiklah, tante tunggu kamu diparkiran ya." Permata, mama Langit akhirnya melepaskan tangan Sashi.

Sashi tersenyum dan mengangguk. "Iya tante, aku hanya sebentar." Katanya lalu kembali ke apartemen Langit.

Dan hal yang pertama dilakukannya ketika sudah di dalam adalah menghubungi Langit. Panggilan pertama, tidak diterima. Begitu juga panggilan yang kedua. Dan Lanjut dengan panggilan ketiga, tapi lagi-lagi tidak diangkat.

Menarik napasnya lalu menghembuskannya. Sashi mencoba tetap tenang. Dia tidak boleh bergerak sembarangan, takut langkahnya tidak sesuai keinginan Langit.

Sayangnya setenang apapun pikiran Sashi, dia tidak menemukan jalan agar Langit ada disini dan menemaninya menemui keluarga pria itu. Pertama mama Langit sudah menunggunya, tidak mungkin dia tiba-tiba bilang tidak bisa ikut dan akan datang bersama Langit. Bukankah itu sangat tidak sopan? Kedua apakah dia harus menunggu dosennya merespon panggilannya? Sashi tidak mungkin melakukannya karena Langit mungkin saja lagi meeting atau bertemu kliennya. Biasanya Langit baru memeriksa hp-nya ketika dia sudah selesai dengan semua itu.

Jadi yang bisa dilakukan Sashi sekarang adalah mengirim pesan pada Langit tentang kedatangan dan ajakan mamanya Langit. Berharap pria tersebut cepat membacanya dan segera menolongnya.

"Sashi mau makan apa? Tante akan masakin buat kamu hari ini." Tanya Permata.

Sashi yang mendorong trolly belanjaan tersentak. "Ya?" Tanyanya tidak percaya pendengarannya soal mama Langit yang akan memasak untuknya.

"Kamu sukanya apa?" Permata mengulangi pertanyaannya. "Hari ini tante akan memasakkannya untuk kamu."

Jadi dalam perjalanan ke rumah Langit, mama Langit meminta berhenti di sebuah supermarket, katanya dia mau masak besar hari ini. Dan disinlah Sashi sekarang, menemani Permata belanja bahan makanan yang katanya akan dia gunakan untuk menyambut Sashi.

"Ah... tidak punya makanan yang secara spesifik aku sukai kok tan. Aku makan semuanya." Jawab Sashi bohong karena dia sebenarnya picky soal makanan. Sashi merasa bersalah pada Permata karena seharusnya bukan dia yang menerima perlakuan baik dari Permata.

"Bagaimana dengan lobster?" Tawar Permata sambil menunjuk lobster mentah di atas kotak es-nya.

"Iya tante, lobster aja." Jawab Sashi setuju karena tidak ingi merepotkan Permata, lagipula dia memang suka lobster.

"Woah kamu suka lobster ya?" Permata memasukkan lobster ditangannya ke trolly. "Sama dong sama Violet." Lanjut mama Langit memilih beberapa lobster lagi.

"Violet?" Ucap Sashi pelan namun ternyata bisa didengar oleh Permata.

Sashi ingat Langit pernah menyebut nama itu sebelumnya, tapi dia tidak menyebut siapa Violet itu. Dia hanya bilang kalau sebisa mungkin Sashi harus menyembunyikan hubungan pura-pura mereka dari orang itu.

"Hmmm Violet itu sepupunya Langit." Balas Permata. "Apakah Langit tidak pernah menceritakannya ke kamu?"

Kepala Sashi menggeleng pelan.

Permata terlihat bingung. "Mungkin karena kalian pacarannya baru sebentar jadi Langit belum pernah menceritakannya ke kamu. Padahal mereka berdua sangat dekat loh. Saking dekatnya Venus selalu bilang kalau Langit lebih menyayangi Violet daripada dia."

Sashi hanya tersenyum kecil. "Iya mungkin." Katanya walau dia tau kalau itu bukanlah jawabannya.

"Oh iya, Sashi bisa masak nggak?" Tanya Permata lagi.

Meringis, Sashi hanya bisa menggeleng kepalanya pelan dan dibalas Permata dengan tepukan ringan dipunggungnya.

"Nggak papa kalau nggak bisa, kan bisa belajar." Permata coba menyemangati.

Dan Sashi menyembunyikan senyum terpaksanya karena dia tidak pernah berniat belajar memasak. Selain karena traumanya dengan minyak, Sashi juga tidak tau untuk siapa dia melakukannya.

"Langit itu suka makan rumahan, makanya dia bisa masak sendiri. Kalau kamu mau, tante bisa ajarin kamu memasak makanan kesukaannya."

Lagi-lagi Sashi tersenyum. "Iya, boleh tante." Jawabnya akhirnya karena dia harus berakting sebagai kekasih yang baik buat Langit, walau dia tidak tau apakah karakter itu yang Langit butuhkan darinya.

"Baiklah, kalau kamu ada waktu luang, kamu main ke rumah tante ya."

"Hmmm... iya tante." Sashi asal menjawab belum mau bertingkah atau berkata macam-macam karena masih khawatir bicara atau bersikap di depan mama Langit.

Kalau ternyata Langit memintanya berperan menjadi kekasih yang baik, maka dia harus segera mengucapkan selamat tinggal pada kukunya. Tidak mungkin dia bisa mempertahankannya saat mama Langit sepertinya sangat ingin Sashi pintar memasak, Sashi harus mengorbankan hobbynya menghias kuku dengan cat, glitter dan manik kalau dia ingin mewujudkan keinginan mama Langit. Dan Sashi pikir mengorbankan salah satu hobbynya untuk Langit yang sudah sangat baik kepadanya bukanlah hal yang sulit.

Sashi tau ini seperti bukan dirininya buat orang lain, mengingat selama ini dia sealu mengimejkan dirinya sebagai wanita egois, keras kepala dan sombong. Wanita yang lebih suka mengikuti perkembangan mode daripada mengotori dirinya dengan bahan masakan dan keringat. Tapi Langit sudah sangat banyak membantunya dan cukup banyak membayarnya, jadi sudah saatnya Sashi membayar kebaikan pria tersebut.

===000===

PLEASE BE MY SUGAR ***** (REPOST)Место, где живут истории. Откройте их для себя