14. Luka atau Obat?

Start from the beginning
                                    

Ya, perasaan tulus yang nantinya akan mengubah bagaimana hati Raksa dalam menempatkan dan menerima sebuah perasaan tanpa harus menolak. Raksa hanya menatapnya lekat, hingga tepat saat itu, Raksa dapat menatap kedua netra sayu milik Alda setelah menyelesaikan ucapannya.

"Sa.."

Satu kata lirihan yang pertama kali keluar dari bibir pucat gadis itu, ia menatap Raksa yang juga tengah menatapnya saat ini.

"Kapan lo nerima gua? Yang gua rasain itu sakit, Sa.." lirih Alda lagi dengan mata berkaca-kaca.

Tidak ada sahutan apapun dari orang yang saat ini menjadi pendengar tentang semua apa yang Alda bicarakan. Cowok itu menunduk. "Tapi gua gak bisa, Al. Gua bukan manusia yang bisa dijadikan tempat buat naruh harapan dari manusia lain." Balas Raksa.

"Setiap dekat lo gua selalu kecewa. Boleh kan kalo gua mau berhenti dari kecewa?" Lirih gadis itu lagi.

Raksa terdiam seribu bahasa mendengar hal itu. Ia menghela napasnya pelan. "Lo harus ajarin gua caranya." Ungkap Raksa. "Cara untuk punya perasaan." Ucap Raksa sekali lagi.

Cowok itu menatap setiap lekukan wajah gadis itu. Wajahnya putih pucat, namun tidak mengurangi kecantikan yang melekat padanya. Ingatannya memutar bagaimana wajah ceria gadis itu di setiap pagi yang selalu setia menyambut kedatangannya ketika berada di dalam kelas, selama kurang lebih satu tahun yang Raksa alami. Aura ceria itu sudah hilang dari wajahnya sekarang.

"Gua cape.."

Mata obsidiannya menatap lekat kepada Alda. "Gua akan ambil langkah buat lo, tapi bukan sekarang." final Raksa dalam hati, kemudian menghubungi Syabina tanpa membalas ucapan gadis itu lagi.

***

Seharian penuh Syabina membantu Alda membuat segala hal yang Alda lakukan sedikit terbatas. Bahkan hal kecil pun akan Syabina lakukan dengan alibi agar Alda tidak bertambah sakit.

Namun permintaan kali ini tidak akan Syabina kabulkan, Ia malah naik pitam mendengarnya. Alda berulangkali meminta gadis itu untuk segera dipulangkan. Padahal belum genap 24 jam Alda dirawat, ini baru setengah hari. Namun Alda ya tetap Alda, gadis yang berubah menjadi keras kepala.

"Gua mau pulang!"

Syabina memijat pelipisnya pusing, bahkan Gibran sudah membujuknya puluhan kali namun tak membuahkan hasil. Alda tetap keras kepala dengan permintaanya ingin pulang.

"Alda please-"

"Gua mau pulang, Bin! Lo gak denger? Gua mau pulang, atau gua pulang sendiri!"

Syabina menghembuskan napasnya kasar, diam-diam ia melirik Raksa yang duduk santai di kursi menyaksikan perdebatan mereka. Syabina merasa kepalanya mendadak berdenyut nyeri.

"Al, lo masih sakit." Lerai Gibran.

"Gua gak peduli intinya gua mau pulang."

Raksa mendengus dan bangkit, cowok itu melangkahkan kakinya mendekati mereka. Lalu tangannya terulur kepada Alda.

"Ayo."

Alda melirik cowok itu, lalu melirik Syabina yang menatap Raksa penuh protes.

"Raksa lo gila!"

"Ayo, gua anterin pulang." Ucap Raksa lagi.

Gibran mengusap wajahnya frustasi, "Sekali-kali waras lah.. gua udah pusing." Ungkapnya.

Alda berusaha bangkit, ia tahu tubuhnya masih lemah, untuk berdiri saja belum mampu. Raksa dengan sigap menggendong tubuh gadis itu, mengangkatnya tanpa hambatam karena tubuh Alda yang ringan.

KANAGARA [END]Where stories live. Discover now