14. Luka atau Obat?

85.7K 7.4K 127
                                    

"Manusia akan melupakan rasa sakit yang terlalu rumit."

***

Wajahnya terlelap dalam kedamaian. Namun sirat luka itu masih jelas disana, tergaris sangat kentara bagaimana kulit putihnya mulai tidak sehat karena melupakan bagaimana dirinya harus bertahan. Jangankan Alda. Syabina juga rapuh, Syabina hanya berusaha tegar agar sahabatnya tidak semakin sakit.

Syabina hanya ingin Alda bangkit,  ia ingin Alda yang ia kenal kembali. Dunia butuh sosok seperti Aldaraya, pemilik senyum paling manis dan mata meneduhkan yang mampu membuat siapapun terkesan ketika melihatnya. Yang mengatakan tidak, sudah pasti berbohong, atau iri.

Syabina tidak bisa membayangkan jika sosok yang ceria tiba-tiba hilang dari diri Alda. Itu tidak bisa, Alda itu vitamin bagi orang-orang yang menyayanginya, bagi yang mengenalnya, Alda itu dibutuhkan. Namun di balik itu, siapa yang sanggup menjadi penyemangat disaat dirinya tidak lagi menjadi kuat?

"Alda.." lirih Syabina memandangi wajah terlelap gadis itu.

Setelah kejadian Alda yang menolak makan. Dengan terpaksa dokter harus menyuntikan obat penenang kepadanya. Menjadikan tubuh gadis itu terbaring dengan mata terpejam sejak 3 jam lalu.

"Udah Sya, mending lo makan. Lo belum makan, kan?" Tanya Gibran.

Syabina menggeleng. "Gua mau jagain Alda aja," lirihnya.

"Ada Raksa. Lo bisa percaya sama dia."

"Tapi Gib-"

"Alda butuh orang kuat buat bikin dia hidup. Lo mau lemah di hadapan Alda? Lo gak kasian kalo dia tau lo sakit gara-gara jagain dia?"

Syabina mendadak diam, ucapan Gibran ada benarnya. Perannya saat ini adalah memberikan kekuatan agar sahabatnya bisa kembali. Gadis itu terpaksa bangkit, dan menghampiri Raksa yang terduduk di sofa.

"Jaga Alda, Rak." Pinta Syabina kemudian keluar disusul Gibran. Sebelum keluar Gibran memberikan tatapan penuh artian yang hanya di balas anggukan singkat dari Raksa.

Keheningan melanda ruangan itu. Raksa duduk seraya memandangi Alda yang terbaring lemah menjabarkan betapa rapuhnya gadis itu sekarang.

'Seperti apa rasanya kehilangan orang yang dia sayang?' seribu kali pun Raksa berusaha mengerti, ia akan tetap tidak bisa. Raksa sudah mengalaminya, namun ia terpaksa melupakannya karena terlalu sakit.

Katanya, manusia akan melupakan rasa sakit yang terlalu rumit.

Raksa bertanya-tanya. Jika sekarang ia memiliki takdir seperti Alda, apakah Raksa akan merasa kehilangan juga? Apakah rasa kehilangan akan seseorang masih tersisa di hati Raksa? Atau benar-benar sudah tidak ada?

"Kehilangan itu siksaan." Gumam Raksa menatap sendu kepasa gadis itu.

Banyak rasa penasaran yang ingin dia temukan jawabannya. Dirinya sudah tidak merasakan apapun sejak hari itu. Hari dimana ia kehilangan kakak kandungnya, semuanya menjadi biasa saja bagi Raksa, tak ada yang namanya sakit. Tepatnya Raksa sudah mati rasa sejak lama. Tapi saat kehadiran sosok gadis yang saat ini terbaring disana, cerita Raksa kian berubah. Ada perasaan yang sulit Raksa katakan.

"Gua takut lo akan jadi gua." Gumam Kanagara bermata elang itu. Ini kali pertamanya Raksa mengutarakan perasaan yang selama ini biasanya ia pendam dalam hati, terpendam tanpa berniat mengatakannya pada gadis itu sedikitpun. Kecuali sekarang.

"Lo harus punya perasaan kalo mau disamping gua, Al."

Harus.

Segala yang dia ungkapkan adalah sebuah keharusan untuk dirinya dari orang lain. Raksa tidak pernah meminta, Raksa bukan orang pemohon, Raksa hanya mengatakan apa yang dirinya mau. Mungkin Raksa harus belajar untuk mengatakan, "Gua butuh perasaan tulus dari seseorang."

KANAGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang