Missing Control • 08

454 74 3
                                    

Setelah Crown Game berakhir, tida ada pemenang di permainan tersebut. Selain karena mahkotanya hancur. Aria sempat protes ke Lero Ro karena hal ini. Padahal dia udah memenuhi kriteria untuk menang.

Memegang mahkota, dan berada di area kursi singgasana.

Udah pas kan?

Harusnya lolos.

Kenapa malah ga ada pemenang?!

Karena itu Aria diam di dalam kamar selama beberapa hati. Impianya untuk loncat ke lantai 20 pun pupus. Dengan bantuan Zahard, harusnya dia bisa mempersingkat waktu pendakian dengan membawa Aven dan Aeden bersamanya. Nyatanya malah kebalik. Rasanya Aria pengen menggal kepalanya Lero Ro trus dikirim ke markas Wol Ha Ik Song.

"..."

Di sisi lain, nampak Aguero yang tengah berbincang dengan Aeden.

"Rachel bukan orang baik, benar?" tanya Aeden tanpa basa basi. Aguero menatap pemuda itu datar lalu mengangguk.

"Sama seperti Maria." jawabnya jujur. Mengingat Maria saja, Aguero muak tiba tiba sekaligus merasa bodoh. Karena hal itu, kakak perempuannya mati bunuh diri.

"Aku sarankan kau jauhkan Bam dari Rachel. Aku takut kedepanya dia bertindak lebih mengerikan."

"Kenapa kau seyakin itu?"

"Karena..." Aeden menggantungkan ucapanya. Senyuman nya sedikit melebar ketika menatap Aguero.

"Aku pernah berada di posisi yang sama sepertimu, Aguero Agnes."

Aguero tersentak kaget. Tak hanya dia dan Bam ternyata yang mengalami nasib yang sama.

Ah iya, di menara tidak hanya ada dirinya.

Tidak hanya ia yang merasakan perasaan yang sama.

A few moment later...

Bam telah sadar. Setelah 2 hari pingsan, Aguero memberi tau beberapa info yang belum Bam ketahui. Termasuk posisinya sebagai wave controler serta jadwal latihanya.

Bam semulanya hendak menanyakan Rachel, namun Aguero selalu menyela perkataan Bam sehingga bocah itu hanya mengangguk mengiyakan.

"Betapa polos dirinya, sampai tak sadar gelagat mencurigakan Rachel..." pikir Aguero. Bam seperti cerminan dirinya dulu ketika bertemu Maria.

"Aku keluar dulu, aku ingin membeli minuman."

Aguero pergi dari kamar Bam setekah mengatakanya. Ia melangkah menuju kantin untuk membeli sekaleng kopi kesukaanya.

"Gadis itu benar benar merepotkan..." gumam Aguero menatap langit malam.

Surai biru miliknys berkibar diterpa angin, mata yang selalu mengintimidasi itu menjadi kalem seketika, bahkan aura mengerikan miliknya tidak terasa lagi.

"Maka dari itu, sampai kapanpun, berapa kalipun, aku akan tetap berbohong untuk kebaikan Bam."

•••

Keesokan harinya di siang hari, para regular nampak berkumpul di kantin. Shibisu, Hatz, Aguero, Bam, Lauroe, Aeden, Aven, Serena, dan Hoh bercanda ria di meja itu. Kecuali Lauroe pastinya, keluarga cabang Eurasia itu hanya tidur. Tak berapa lama, Endorsi datang menghampiri mereka dan makan bersama. Disusul Anaak yang memprovokasi Endorsi. Setelahnya, dia pergi.

"Eh? Nona Endorsi dan Nona Anaak berarti saudara Nona Yuri?" tanya Bam dengan wajah polos.

"Iya, walau bukan kandung." Jawab Endorsi mengiyakan. "Eh?"

"Putri Zahard di rekrut dari para putri bangsawan yang berbakat."

Mereka semua menatap ke salah satu sisi meja, dimana Aria berdiri memakan sepotong apel merah dan membawa segelas minuman.

"Yap. Kami itu ibarat macam macam produk yang memakai label Zahard. Seingatku, Nona Aria pernah menyaksikan seleksi di keluargaku."

Deretan kata yang keluar dari mulut Endorsi, tentunya membuat mereka para reguler terkejut. Kalau memang benar Aria sudah pernah di menara bagian atas, kenapa dia malah mendaki lagi?

"Kau mendaki menara lagi?" tanya Shibisu

"Bisa dibilang begitu. Kebetulan Aeden dan Aven kenalanku, jadi kita naik menara bersama." Aria menarik kursi di depan Shibisu.

"Kau bukan putri zahard, tapi kenapa kau mendapat izin menjadi pengawas ujianku? Kalau tidak salah, kau bersama Putri Hagipherione saat itu." tanya Endorsi ingin tau.

"Jawab ga nih, ngab?"

Aeden dan Aven terpanggil dengan panggilan 'Ngab' itu. Mana ada orang menara memanggil dengan bahasa anak Ngabers?

"Jawab gih, banh. Tapi resiko ditanggung sendiri." jawab Aven memasukkan sesendok nasi.

Aria mengangguk lalu menggigit potongan apel. "Aku bisa dibilang anggota dari Kerajaan Zahard yang bukan berstatus Putri."

Endorsi kaget bukan main. Shibisu juga. Sisanya berusaha mencerna maksud kalimat Aria. Tapi kalau Aguero mah uda ngerti.

"Kau kaki tangan Zahard?"

"Bisa dibilang begitu."

Oke, Aguero ikutan kaget.

"OH YA! ARIA! LO KAN ANAK FISHERMAN! AYO TARUHAN!" seru Aven tiba tiba setelah menggebrak meja. Aria tersulut semangatnya, jadi ikutan heboh.

"GASKEUN! APA?"

"Kalau gue menang, lo harus jadi babu gue sampai selesai mendaki menara." Aven berucap dengan angkuh. Ia membusungkan dadanya untuk menunjukkan sikap pemimpinnya.

Aria tersenyum tipis. "Oke."

"Tapi..."

Aria melompat ke atas meja lalu mencengkeram kuat rahang Aven. Satu kakinya menekuk agar pemuda itu tidak harus berjinjit. Senyuman tipisnya berubah menjadi seringaian, tentu Aven kaget. Bukan karena ekspresi Aria melainkan betapa dekat wajah mereka sekarang.

"Kau. Harus. Mencium. Kakiku... ARIE AVENSITE."

Penuh penekanan di setiap kata, menunjukkan bahwa Aria serius dengan perkataanya. Aven mati matian tidak salting di depan Aria yang sekarang menatapnya seperti hewan kelaparan.

KENAPA GEN BUCIN BAPAKNYA NURUN PULA SIH KE DIA?!

SALTING KAN DI DEPAN PUJAAN HATI!

Kurang lebih, ini yang tengah Aven keluhkan di dalam hati.

"Aku setuju."

Aria kembali memasang senyuman lebar, melompat turun lalu menatap Aven. "Jangan menyesal ya, sayang~."

Dengan langkah santai, Aria meninggalkan Aven yang masih merona dengan jantung yang berdegup kencang. Aeden langsung saja bersekongkol dengan Shibisu untuk menggoda Aven dan dihadiahi pelototan mata.

"Dasar gadis sialan! Berhentilah membuatku salah tingkah!"

•••

Missing Control • TOG FanfictionWhere stories live. Discover now