"Nggak usah. Justru Ibu mau ajak kamu makan, yuk makan dulu."

Zeus tersenyum lalu mengangguk sembari mengikuti Ibu Mariam dari belakang menuju meja makan. Hidup di sini memang sangat sederhana tetapi Zeus lebih nyaman di panti dari pada di rumah besar yang sepi dan membosankan.

"Kamu abis ini mau kemana?" tanya Ibu Mariam.

"Mau cari kerja Bu, Zeus harus cari kerja sampingan soalnya 'kan Zeus gak tinggal sana lagi."

"Tapi uang sekolah tetep kakek kamu yang bayar?"

Zeus mengangguk singkat. "Iya, cuma Zeus tetep mau bantu-bantu biar gak nyusahin mereka."

Ibu Mariam menatapnya sendu lalu mengelus rambut kepala Zeus dengan sayang. Ia sudah menganggap Zeus sebagai anaknya sendiri dan melihatnya tumbuh menjadi lelaki dewasa seperti sekarang membuat hatinya bangga.

"Kamu pasti bisa. Bisa jadi pilot juga yang sukses!" ucap Ibu Mariam. "Kamu anak baik, kamu pasti sukses, Zeus."

Zeus tertegun mendengarnya. Tak ada orang yang memujinya seperti itu selama ini, ia menjadi rindu Ibunya. Lagi pula di otaknya sudah tidak ada lagi pikiran untuk menjadi pilot.

Entahlah ia bisa melanjutkan kuliah atau tidak karena ia sudah lelah menjadi beban orang lain. Zeus ingin menghasilkan uang sendiri.

°°°°°

"Ze, uang kas kita udah cukup buat beli sumbangan untuk anak-anak panti."

Chico selaku bendahara menyodorkan buku catatan yang selalu ia gunakan untuk menulis pemasukan uang kas. Uang itu selalu mereka pakai untuk membantu orang-orang yang kesusahan atau menyumbang ke panti sebagai bentuk bakti sosial atas nama Keivazro.
Kegiatan itu sudah di lakukan sejak Keivazro angkatan pertama.

"Oke, oh ya, dua minggu lagi kita ada acara apa gak di sekolah?" Zeus duduk di bangku panjang kantin dengan kakinya yang naik ke atas paha.

"Waktu itu katanya angkatan kita mau camping tapi ternyata di batalin karena ternyata ada turnamen basket. Jadi kemungkinan di ganti tahun depan," jawab Chico sembari mengaduk bakso kesukaannya yang sudah ia diamkan setengah abad.

"Tapi kayaknya nanti ada pentas seni setelah ujian sekolah. Lo gak liat anak-anak Osis sibuk buat siapin acara? Yang ekskul musik juga tuh,"

Chico menoleh kepada Zeus karena hanya diam saja. Laki-laki sedang melamun seperti banyak pikiran.

"Kenapa lo?"

"Gue masih mikirin soal kemarin, gak mungkin Ardes, kan?" tanya Zeus sembari menatap Chico dengan alis di tekuk.

"Jangan buruk sangka dulu. Bukan Ardes kali, temen gue 'kan ganteng masa iya mukanya butek gitu?" Chico mencoba berpikir positif agar Zeus juga tidak banyak pikiran.

Zeus menghela napas panjang. Kepalanya seperti ingin meledak saja. Lagi pula tidak ada bukti yang mengarahkan itu pada Ardes, jadi ia tidak boleh sembarangan berpikiran macam-macam dengan sahabatnya.

"Lo berdua aja? Pada kemana?" Ardes tiba-tiba saja datang dengan masih memakai baju basketnya sehabis ekskul. Sementara Zeus dan Chico terlihat terkejut karena tak menyangka, untung saja mereka sudah berhenti berbicara.

ZEUSHERA (SUDAH TERBIT) Where stories live. Discover now