2. Faizha Nayyara Aneira

Começar do início
                                    

"Yes!! kagak upacara, merdeka banget Senin ini!" pekiknya girang dengan tangan kiri yang terangkat meninju angin, karena pesan yang ia baca barusan adalah pesan dari salah satu anggota OSIS di kelasnya.

Faizha meraih tas, lalu segera berjalan meninggalkan kamarnya menuju dapur. Ia harap masih ada sisa makanan di dalam kulkasnya. Senyum yang terpatri di wajahnya perlahan memudar begitu sampai di dapur, melihat tidak ada satu makanan pun yang tersisa, ia hanya menemukan sebotol air putih di dalam kulkasnya.

Faizha beralih menatap saku seragamnya, merogoh isinya dan hanya menemukan pecahan uang dua puluh ribu di sana. "Kalo ke sekolah pake ojeg pasti langsung abis," gumamnya dengan wajah cemberut. Itu adalah sisa uang yang ia punya.

Merasa tidak ada lagi hal yang harus di lakukan di rumah, Faizha memutuskan untuk tetap berangkat lebih awal. Tetapi mungkin nanti akan lama ketika menunggu angkutan umum.

Faizha menutup pintu rumah kontrakannya dengan satu helaan napas yang keluar. Faizha hanya tinggal seorang diri di kontrakan kecil ini sejak kelas dua SMP. Biasanya akan ada sang kakek yang melambaikan tangan ketika ia akan berangkat ke sekolah. Tetapi sekarang tidak ada lagi sosok ringkih yang mengantarnya sampai ambang pintu.

Kakek yang merawatnya sejak ia masih berumur 5 tahun sudah pergi menghadap Tuhan karena penyakit tua. Sedangkan orang tuanya, ia bahkan tidak tahu kabar keduanya. Mereka berpisah karena sebuah kecelakaan yang samar-samar masih terekam di otaknya yang minim itu.

Bahkan sampai sekarang ia tidak mengetahui bahwa kedua orangtuanya selamat atau tidak. Jikapun selamat ia tidak akan bisa mengenali wajah mereka, karena pahatan wajah kedua orang tuanya perlahan memudar dari ingatannya. Hanya saja, nama mereka masih bisa Faizha ingat dengan baik. Akan tetapi di dunia ini tidak hanya satu dua orang yang memiliki nama seperti orang tuanya, membuat gadis itu bertambah sulit untuk menemukan dua orang yang menghadirkan dirinya berada di dunia ini.

Faizha mengelap peluh yang keluar di pelipisnya, perjalanan antara komplek rumahnya dengan halte jalan raya cukup jauh.

"Mang lama banget si!" omel Faizha pada tukang angkot yang tentunya tidak memiliki salah. Ia duduk nelusup di antara jok pengemudi dan satu ibu-ibu di samping kirinya.

"Siang banget neng," tanya ibu-ibu berbadan besar yang duduk di sebelah Faizha.

"Masih pagi ini mah bu--" Faizha menyalakan layar ponselnya untuk melihat jam. Begitu menyala, seketika matanya melotot. "ALLAHUAKBAR UDAH JAM 7 KURANG LIMA MENIT?!"

Sepertiga penumpang angkot terperanjat kaget mendengar pekikan tadi.

"Mang cefatt mang! saya udah telat." Faizha menepuk pundak supir angkot.

"Angkot butut mana bisa cepet neng, kalo mau naik burok aja!"

"Emang masih ada?" Faizha malah menyahut ucapan supir angkot yang ngelantur tadi.

Tidak ada sahutan yang terdengar, Faizha bergerak gelisah dengan pandangan ke arah depan. Kenapa perjalannya terasa sangat lama sedangkan waktu terus berjalan.

"Mang kiri aelahh!!" Faizha hampir kembali memukul pundak sang sopir ketika sekolahnya hampir terlewat. Ia segera memberikan uang ongkos, seraya berucap. "Lain kali sambil teriak mang, biar gak ada yang keblabasan. Kalo perlu di setiap tempat, mau itu pasar, rumah makan, parkiran, kafe, seko--"

"Mau turun gak neng, atau mamang angkut ke tempat pembuangan sampah?" jera supir tadi.

Faizha menampilkan senyum kuda, menganggukkan kepalanya sopan kepada penumpang lain sebelum beranjak dari duduknya.

Faizha bangkit dari duduknya dengan setengah badan membungkuk. Melihat satpam sekolah yang akan menutup gerbang membuat Faizha ingin segera turun dari angkot. Sampai-sampai ia tidak memperhatikan bahwa ada kursi kecil terbuat dari kayu yang berada di dekat ambang pintu angkot.

Finally Meet You Again!Onde histórias criam vida. Descubra agora