Kami Temui Saksi, Meski Hasilnya Gigit Jari

15 1 0
                                    






Sambil menunggu giliran, aku terus mengawasi Pak Arman. Entah kenapa mataku nggak bisa lepas darinya. Mungkin juga kejadian tiga hari lalu masih terputar jelas di kepala. Aku hanya nggak habis pikir dengan perilakunya. Maksudku, kejadian amoral memang kerap kudengar dari tipi dan kebiasaan tutuk tular dari orang lain. Hanya saja, melihatnya dengan mata kepala sendiri membuatku agak trauma juga. Rasanya kesal, tapi juga sedih dan kecewa. Bagaimana bisa seseorang melakukan hal buruk kepada orang lain begitu mudahnya? Dalam hal ini bahkan Pak Arman adalah seorang guru yang harusnya menjadi teladan. Ini dia malah menghamili siswinya sendiri. Dan menjadi pembunuh.

Nggak akan ada yang menyangka Pak Arman akan bisa dan tega melakukan itu. Dia cukup ramah meski senyumnya disebut mahal oleh cewek-cewek. Beliau memang seperti cassanova di sini. Wajah tampan maskulin, tubuh atletis, ditambah attitude yang baik (ini hanya berlaku bagi orang yang belum tahu perangainya). Dengar-dengar dia juga sayang istri menurut para siswi yang mengikuti akun media sosial beliau. Katanya beliau sering membagikan momen mesra.

Ironis.

Aku jadi penasaran dengan nasib siswi yang dihamili itu. Siapa dia dan di mana?

Mengingat itu rasanya ingin segera kuumumkan saja borok Pak Arman. Tapi mau gimana lagi?

Bohong jika aku nggak takut. Tentu saja rasa takut itu tetap ada. Apalagi Agni bilang sebuah kasus bisa dibuka kembali jika ada bukti baru yang menguak fakta sebenarnya. Itu artinya dia ingin membongkar kebobrokan Pak Arman. Dan tentu saja itu akan melibatkan aku. Gila, Coy, urusannya sama polisi dan mungkin saja taruhannya nyawa! Tapi sepertinya Agni nggak peduli. Kukuh banget itu cewek buat bikin Pak Arman jera. Dia bahkan sudah memberikan rencana, yakni menemui kembali para saksi.

"Halo! Topan Ari Laksana!"

Aku terperanjat ketika suara Pak Arman terdengar. Oh, rupanya giliranku tiba. Segera tubuh ini kuangkat untuk menuju lapangan basket dan berlatih shooting.

Kegiatan olahraga pagi itu berjalan lancar seperti biasa. Dan kali ini aku kebagian menyimpan alat-alat olahraga ke gudang, bersama seorang teman lain.

"Dah biarin, biar aku beresin," kataku pada teman piket hari ini ketika dia nggak sengaja menabrak sebuah lemari. Isinya yang berupa alat olahraga ringan berjatuhan.

Dengan senang hati teman sekelas itu meninggalkanku.
"Apaan kok ada kado di sini?" gumamku saat menemukan sebuah kotak kado cokelat berpita oren di tumpukan net yang sudah nggak dipakai. Setelah kugoyang-goyang, aku mengembalikan barang itu karena kupikir isinya adalah perintilan olahraga. Aku pun kembali melanjutkan kegiatanku tadi.
Saat fokus merapikan kembali alat-alat tadi, sudut mataku menangkap sosok Nirmala. Dan benar saja, saat kutoleh setan cewek itu sedang berdiri menghadapku.

"Kenapa?" tanyaku.

Dia diam begitu lama jadi kumanfaatkan untuk beres-beres kembali.

"Makasih," katanya tiba-tiba.

Aku hanya berdeham pendek. Unik juga setan ini. Dulu minta maaf, minta tolong, terus sekarang makasih. Apa setan jaman sekarang sudah berubah perangai?

"Tami."

"Hm?" Aku menghadapnya sambil menunjukan ekspresi "apa kamu bilang tadi".

"Tami. Dia baik. Tolong jangan jahat ke dia," jelasnya.

"Tami siapa?" tanyaku balik sambil melangkah keluar. Kututup gudang olahraga yang menjadi saksi bisu tragedi itu.

"Teman sebangkuku." Nirmala menjawab.

"Hm."

Oh iya Nirmala tahu soal rencana Agni karena memang kuberi tahu. Setelah fenomena retrocognition oleh Nirmala kala itu, aku sudah nggak bisa mengelak dugaan Agni kepada Pak Arman yang seratus persen tepat sasaran. FYI, retrocognition itu semacam kita pindah dimensi, pindah alam di tempat yang sama tanpa meninggalkan raga. Jadi, kayak dibawa ke waktu yang berbeda tapi masih di tempat yang sama. Tentu, ini beda sama channeling yang pernah aku alami kala itu. Paham kan yak?

Ghost, Away! (TAMAT)Where stories live. Discover now