N e w • y e a r

2.6K 112 41
                                    

"Bagi gue, semua terasa abu-abu, bahkan terkadang hitam. Kenapa gue harus baik-baik aja? Kenapa juga gue harus gak baik-baik aja? Dan bukankah gak semua hal bisa dijelaskan?"
-Shellina Allene Graydis-


•____________________•

31 desember

Langit gelap pada malam itu begitu indah dengan dihiasi kerlap-kerlip bintang yang membuatnya semakin terlihat menakjubkan. Galan menyesap sunset rumnya dengan pelan, matanya tak lepas dari langit malam dengan pandangan tajam.

Tiba-tiba nafasnya memburu kesal karena melihat langit yang semakin malam semakin indah. Bahkan dengan jahatnya langit malam yang dingin itu menampilkan auroranya yang terlihat begitu luar biasa, seolah menertawakan hidup Galan yang kelam dan kelabu.

Prank

Gelas dipegangannya pecah karena terlalu digenggam erat oleh pemiliknya. Telapak tangan kekar dan besar itu mengeluarkan banyak darah akibat terkena pecahan beling. Nafasnya memburu semakin cepat dan ditonjoknya tiang balkon dihadapannya dengan tenaga penuh.

Entah kenapa Galan merasa begitu kesal padahal hanya menatap langit malam saja. Entah apa yang membuatnya begitu kesal, langit malam, keadaan kacaunya atau dirinya sendiri?

"KENAPAAA?!" Teriak pria itu penuh frustasi.

"KENAPA LO NINGGALIN GUE?!!!"

Bahkan orang yang mendengar teriakan itu bisa merasakan teriakan pilu dan menyedihkan dari suara amukannya. Nafasnya terus memburu, meraup-raup udara segar yang ada sebisa mungkin. Rasanya masih begitu sesak padahal Galan sudah meluapkan semuanya lewat teriakannya.

"HARUSNYA GUE YANG NINGGALIN LO, KAN?!"

"HARUSNYA GUE AJA YANG PERGI KARENA GUE BRENGSEK!!!"

"GUE... LO LIAT KAN GUE GAK BISA HIDUP TANPA LO!!!"

"LO SELALU BILANG KALAU LO GAK BISA HIDUP TANPA GUE!"

"TAPI LO GAK PERNAH TAU KALAU GUE YANG GAK BISA HIDUP TANPA LO ASTA!"

"GUE CINTA SAMA LO!!!"

"BISA LO KEMBALI LAGI?! GUE BUTUH LO! GUE CUMA MAU LO!"

"AAARRRRGGGHHH...!!!" Teriaknya penuh kefrustasian.

Dengan kurang ajarnya buliran bening itu mengalir melewati pipinya. Asta, wanita itu selalu ada di fikirannya dan entah kenapa tidak bisa hilang sedetikpun. Namun, entah kenapa Galan suka. Galan suka apapun tentang Asta di fikirannya. Rasanya begitu candu dan tidak ingin ia hilangkan. Walaupun terkadang sangat menyiksanya. Sebuah kata bernama rindu.

Sepertinya sumpah Dirga untuknya delapan tahun lalu benar-benar terkabul. Galan masih ingat saat ia menolak mentah-mentah tidak akan menyukai Asta lalu Dirga memberikan doa sakral untuknya.

"Galan?" Panggilan lembut itu tak dihiraukan oleh Galan. Gisel mendengar semuanya, semua amukan dari teriakan Galan. Betapa frustasinya pria itu selama delapan tahun terakhir ini.

"Are you okay?" Tanya wanita itu yang sudah pasti jawabannya adalah tidak.

"Oh my God, your hands are bleeding," ucap Gisel dengan panik.

Baru saja tangannya hendak menyentuh tangan Galan yang terluka, dengan cepat si pemilik tangan menjauhkan tangannya. "Galan, lo berdarah!" bentak Gisel.

"I'm fine!" balas Galan ikut membentak.

"No, you' re not fine!"

"SHUT UP! Lo gak berhak ya Sel ngekhawatirin gue! GUE GAK BUTUH LO!!!" Maki Galan dengan air muka marahnya dilampiaskan kepada Gisel.

IRREPLACEABLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang