SABILA SAVITRI (1)

48 2 0
                                    

Ini adalah cerita pertama yang ku buat, masih rada absurd, typo di mana-mana, penggunaan kalimat yang masih kacau dan kurang nyambung. Maka dari itu kritik dan saran sangat diperlukan dan sangat diharapkan dari reader semua. Terima kasih banyak bagi yang mau baca, vote, dan comment.... *nuntuk* Happy Reading All.... :D

Aku benci hujan.... Hujan membuat kepala ku terasa sakit, air yang turun seakan-akan melunturkan semua kenangan masa lalu ku yang sama sekali tidak bisa ku ingat. Entah kenapa aku sama sekali tidak mengenal diriku dimasa lalu sama sekali, saat semua teman ku di kampus bercerita tentang masa kecil masing-masing, aku hanya bisa mendengarkan tanpa mengeluh. Bukan tanpa sebab aku melupakan semuanya. Saat aku terbangun di rumah sakit beberapa tahun lalu, dengan kepala sakit yang terbalut perban aku menyadari yang aku tahu tidak ada sedikit ingatan pun yang melekat di otakku, bahkan untuk diriku sendiri. aku menerima keadaan ku yang sekarang, saat dokter mengatakan aku mengalami amnesia sementara dan tidak menutup kemungkinan ingatanku kembali lagi, dokter juga mengatakan bahwa penyakitku ini bukan karena sebuah benturan pada otak atau kerusakan otak, tapi hanya syock yang kualami. Yang ku ingat hanyalah aku hidup bersama dengan kedua orang tua dan bahagia, walau aku punya teman masa kecil tidak banyak memang, itupun kata mereka, mereka berdualah yang mengingatkan ku akan masa lalu ku yang berwana abu-abu ini.

Aku mengetahui bahwa teman-teman ku di masa lalu ada yang berbaik hati membagi ingatan mereka dengan ku, meski terpisah dan menjalani hidup masing-masing, ada masa dimana mereka menyisihkan waktunya hanya untuk menemui ku, setiap mereka datang maka aku semakin merasa kekurangan. Ku rasa bukan hanya mereka saja teman ku waktu kecil, tapi aku tidak pernah ambil pusing dengan kehidupanku sekarang, toh tidak ada yang kurugikan dan ku sakiti hanya karena aku tidak mengetahui kehidupan lama ku, aku cukup puas dan bahagia dengan kehidupan baru ku ini, duduk di kursi paling belakang mendengarkan dosen menjelaskan tugas yang dikerjakan saat libur semester nanti, sedikit menyusahkan ku memang, masalahnya tugas itu menyangkut masalaluku, bagaimana tidak kami diberi tugas berupa menulis esai tentang kehidupan kanak-kanak sampai dengan kami dewasa, memang tugas itu berhubungan dengan mata kuliah yang kuambil berupa Psikologi Awal, aku memilih jurusan itu karena awalnya ku kira mudah untuk dipahami dan dipelajari, tetapi setelah ku jalani sampai dengan sekarang semester dua, ternyata justru inilah jurusan yang sangat sulit.

"vi...."

" Vi... avi"

"Sabila Savitri..... kamu denger ga sih"

Aku tersadar oleh suara yang menyebutkan nama ku, walaupun agak terlambat.

"Ada apa?" aku merasa terganggu dengan panggilannya, kegiatan melamunku jadi terganggu karena nya...

"sorry ganggu kamu, tapi kamu mau ditinggal sendiri di kelas, semua orang sudah pada pualng loh" katanya berdiri di depan kelas, dia sudah siap meninggalkan ku.

"hah..... waduh.... Selesai ya? Kalo gitu duluan aja, duluan aja. Aku mau beres-beres dulu" kata ku mempersilahkannya duluan.

Sebenarnya beres-beres hanya lah alasan belaka, aku hanya ingin sendiri, menyusuri daerah kampus yang luas ini, melirik kanan kiri, menikmati pemandangan kampus yang penuh hiruk piruk manusia, serta merasakan dinginnya udara sehabis hujan.

Aku berjalalan menyusuri kampus menuju pintu keluar, dari kejauhan mobil ku yang ku parkir di dekat pintu keluar sudah terlihat, aku mempercepat langkahku menuju mobil dan sama sekali tidak memperhatikan kiri kanan ku. Sampai aku dikagetkan orang yang menepuk punggungku secara lembut, spontan aku berbalik, rambut panjang ku berkibar mengikuti alunan tubuhku saat berbalik.

"Hai" sapanya lembut, kesan pertama saat ku melihat gadis ini adalah wajah putih pucatnya saat tersenyum sangat serasih dengan rambut hitam sebahunya, badan kurusnya begitu terlihat dibalik blus yang dipakainya.

"Hai"

"ehh... siapa ya" Tanya ku ragu, dia pasti bingung karena aku memandangi tubuhnya mulai dari ujung kaki sampai ke ujung rambut.

"Ah iya kamu pasti lupa" Senyum manisnya seketika menghilang, digantikan dengan wajah yang terlihat kecewa.

"aku Tia, teman masa kecil mu dulu" sekarang dia tersenyum lagi, tapi senyumnya saat ini berbeda dengan senyum polos saat pertama kali dia menyapa ku, senyumnya saat ini adalah senyum kebohongan dan palsu. Saat itulah aku mulai curiga, apa benar dia teman masa kecilku. Dengan alasan itulah muncul ide dari kepalaku yang biasanya kosong akan ide.

"ouh Tia apa kabar neh" aku membalas jabatan tangannya dan tersenyum, entah dia dapat membaca ku atau justru tidak bisa membedakan antara senyum licik ku dan senyum manisku.

"baik" Jawabnya lagi, dan seketika percakapan selesai, kami sama-sama berdiri bagaikan patung. Aku harus berpikir untuk mencari pokok bahasan yang tepat.

"Ya, kamu lusa ada kegiatan ga?" aku memulai pokok bahasan yang sudah ku pikirka dari tadi akhirnya keluar lebih cepat daripada yang ku pikirkan.Bodoh memang menanyakan hal ini pada pertemuan pertama, tapi aku penasaran dengannya

"Sepertinya tidak, kamu ada rencana?" tanyanya tanpa rasa curiga sedikit pun.

"Gimana kalau kita lusa jalan-jalan, sekalian menjaga tali silaturahmi. Kitakan lama engga ketemu" ungkap ku sok akrab, aku memang gampang penasaran, aku hanya berpikir bagaimana kalau gadis ini mengetahui masa lalu ku, dan menceritakannya dengan ku.

"oke, kalau gitu ku tunggu jam dua siang lusa disini ya" jawabnya lembut, sekarang senyum aslinya lah yang keluar, sedikit kaget dengan reaksinya yang begitu cepat.

"kalau gitu ketemu besok ya, aku duluan masalahnya aku ada keperluan dirumah" aku beralasan lagi, habis mau gimana lagi tubuhku sudah terlanjur lelah habis bergelut dengan tugas kuliah dan lamunan ku.

"iya" dia melambaikan tangan kearahku yang meninggalkannya sendiri ditemani rintik hujan.

"maaf" kata-kata yang terdengar samar saat aku menjauh dari Tia, entah itu dari mulutnya atau orang lain yang lalu lalang disekitar kami aku tidak tahu. Yang pasti aku menunggu pertemuan lusa.

PERMAINAN WAKTUWhere stories live. Discover now