CHAPTER 4 YOU DON'T FORGET ME

19.1K 439 9
                                    

Valerie segera turun ke lantai bawah, ia harus sarapan sebelum Depson menjemputnya. Satu hal lagi yang membuat Valerie gugup, dirinya takut akan datang terlambat di hari pertama bekerja. Sebab Valerie mendengar Depson mengatakan bahwa pemilik  perusahaan sangat membenci orang yang tidak tepat waktu.

Bel apartemen berbunyi. Kaki kecil Valerie melangkah dengan cepat menuju pintu, dia yakin Depson sudah menjemputnya.

"Selamat pagi Miss Ashley. Apakah Anda sudah siap?"

Valerie mengangguk ketika melihat Depson sudah mengenakan setelan jas hitam. Dan begitu juga dengan Valerie yang sudah bersiap, serta membawa tas di bahu kirinya.

"Iya aku siap, sir." Valerie masih bingung harus memanggil Depson dengan sebutan apa karena, sejujurnya, Depson terlihat lebih tua darinya, dan memanggilnya dengan namanya saja sudah tidak sopan.

"Tidak Miss. Tolong panggil saya dengan nama saja, saya tidak ingin terlihat terlalu tua. Dan seseorang yang harus saya hormati."

Valerie hanya tersenyum tipis, karena ia masih belum mengerti maksud dari kata-kata terakhir Depson. Valerie merasa dirinya terlihat lebih istimewa, karena dijemput oleh Depson untuk pergi bekerja.

Selama perjalanan, Valerie hanya menautkan jari-jarinya, sesuatu yang sering ia lakukan ketika ia merasa cemas atau gugup. Tidak ada musik dari headset yang biasanya menemani perjalanannya, hanya ada dirinya dan jantungnya yang berdegup kencang saat mobil memasuki tempat parkir yang di khususkan untuk karyawan yang memiliki mobil.

"Miss, kita telah sampai," kata Depson membukakan pintu mobil.

"Terima kasih, Depson."

Valerie hanya mengikuti langkah kaki Depson yang membawanya, ke lobi utama gedung pencakar langit yang begitu mewah dengan pintu kaca berputar. Valerie tidak berhenti kagum menatap arsitektur perusahaan yang mewah dan berteknologi canggih, bisa dibilang perusahaan tempat ia bekerja saat ini- jauh lebih luas dari perusahan yang berada di Chicago.

Depson menekan tombol lift, pintu liftnya saja memilik inisial AD tercetak tebal. Depson memberikan akses tubuh Valerie untuk terlebih dulu masuk, mata Valerie tidak berhenti untuk melihat perubahan angka demi angka. Namun satu hal yang aneh baginya, lift yang ia naiki terlihat kosong dan hanya di isi oleg dirinya dan Depson. Sementara lift yang lain sempat dirinya lihat, terlihat penuh dengan pekerja yang sama sepertinya.

"Kau pasti bertanya-tanya kenapa lift ini terlihat kosong, kan?" kata Depson, seperti cenayang yang bisa membaca pikiran Valerie dalam sekejap.

"Bagaimana bisa anda bisa tau apa yang aku pikirkan? Sejujurnya aku sedikit  merasa aneh sejak awal," balas Valerie menatap pintu lift yang baru saja mencapai lantai 36 masih ada empat lantai lagi.

"Karena lift ini hanya untuk CEO, dan kau merupakan salah satu tamu spesial  bagi Tuan Arthur, " Sambungnya.

"Tamu spesial?"

Mendengar perkataan Depson sontak  membuat kaki Valerie terasa lemas. Sampai ia harus berpegangan pada dinding lift, sialnya tidak bisa ia lari saat pintu lift terbuka di lantai 40.  Hanya ada satu ruangan khusus untuk CEO, Valerie gugup tanpa sadar ia mencoba menemukan letak meja sekretaris yang biasanya terpisah diluar ruangan CEO. Tetapi tidak ada.

"Apa sekretaris berada di ruangan yang sama?" Valerie kembali membatin.

Tidak ada percakapan lagi antara dirinya dan Depson. Velerie hanya terus meningat jelas kata- kata Depson membuat Valerie merasa kebingungan. Kenapa hanya dirinya yang di anggap tamu spesial?

Suasana semakin mencekam, Valerie menarik napas dalam dan tertahan di dadanya. Ketakutan itu semakin menjadi- jadi, ia takut teramat sangat takut untuk melihat pria yang entah berusia berapa yang akan dirinya temui.

"Apa yang harus aku lakukan?" batin Valerie terus bertanya pada dirinya sendiri, ia hanya dapat bersembunyi di balik tubuh Depson.

Langkah kakinya telah berhasil masuk ke dalam ruangan. Parfum maskulin begitu kentara tercium olehnya, tubuh kecilnya Valerie yang hanya sebatas dada  Depson. Sedikit ia mendongak melihat arsitektur sekelilingnya yang begitu elegan, serta moderen tidak berlebihan. Membuat Valerie merasa nyaman.

Ia kembali menunduk, menatap pantulan wajahnya pada ubin marmer yang begitu mengkilap. Tak berani sedikitpun Valerie mengintip pemilik perusahaan ini. 

"Miss, Ashley sudah ada di sini," kata  Depson menatap Arthur dengan wajah datar.

Arthur sadar dengan kedatangan wanita itu. Sedari tadi matanya terus menilik liar tubuh Valerie yang bersembunyi di belakang tubuh Depson. Sapaan barusan hanya sekedar formalitas, Depson juga pasti tau— bahwa Arthur sudah menunggu- nunggu kedatangan Valerie.

"Apakah seperti ini wanita muda yang memiliki bakat yang akan bekerja bersamaku?" Suara tegas dan berat dari Arthur memancing Valerie untuk keluar dari persembunyiannya. Ia tidak suka v
Valerie bersembunyi—meskipun Arthur menyukai wanita yang pemalu.

Valerie semakin gugup. Jantungnya berdebar- debar, tangannya mencekam erat lengan kemeja Depson. Mendengar suara berat yang menyapanya dengan nada datar seperti menahan amarah.

"Tenanglah, Miss. Semuanya akan baik-baik saja." Depson menggeser tubuhnya. Wajah Valerie yang semula tertutup kini dapat melihat dengan jelas wajah seorang pria yang duduk dengan sepuluh jemari yang saling bertautan menopang di atas meja kaca, kacamata baca membingkai wajah tegasnya.

Valerie terkejutnya ketika mata mereka saling bertemu di udara. Mata biru milik seorang pria tampan, yang masih terekam jelas dalam ingatan Valerie akan pesta beberapa waktu yang lalu.

"Kau!" Valerie mengangkat telunjuknya dan menujuk pemilik perusahaan dengan tidak sopan.

"Apakah kau dan aku saling mengenal? Mengapa kau begitu lancang memanggil dengan tidak sopan!" Arthur mengusir Depson, mata yang masih terus berfokus pada wanita yang memucat setelah ia membalas dengan sarkas. Arthur berdiri di kursi kebesarannya, ia ambil langkah lebar mendekati Valerie yang mencekam tasnya.

"Aku bertanya apakah kau mengenalku, sebelumnya, Miss. Ashley ?" ulang Arthur masih terus menatap tajam ke arah Valerie.

Valerie sadar bahwa apa yang ia lakukan barusan sungguh reaksi yang berlebihan. Kendati sekalipun ia mengenali pria di depannya ini, Valerie tetap harus sadar. Bahwa dirinya tidak pantas, untuk memanggil pria demikian
dengan tidak sopan.

"Saya minta maaf, Sir. Atas kelancangan saya, saya tidak mengenal Anda sebelumnya." Valerie menunduk dengan hormat, tidak berani menatap pria yang ia ingat pernah bertemu di pesta.

"Ternyata kau tidak melupakan aku?" Arthur sedikit menunduk berbisik kecil tepat di telinga Valerie.

"Maafkan aku." Valerie mengambil langkah mundur, jarak mereka sebelumnya terlalu dekat. Valerie tak berani untuk sekedar menatap mata biru yang begitu tenang, tapi bisa saja mematikan. Pria di depannya ini terlihat misterius seperti penuh tipu muslihat.

"Angkat kepalamu Valerie, tatap mataku saat kau berbicara. Aku suka dengan sikapmu yang memalingkan mata saat aku ajak berbicara," kata Arthur dengan nada serius, kedua tangannya mencekam  kedua bahu Valerie.

Entah dorongan dari mana sehingga Valerie berani menatap kembali wajah Arthur, jarak mereka sangat dekat sama seperti saat mereka berdua bertemu di Chicago.

"Kau akan menjadi sekretarisku mulai hari ini," cetus Arthur. Melepaskan tangannya dari kedua pundak Valerie, ia tahu Valerie sedang ketakutan sekarang dan tak ingin membuat wanita itu kembali pingsan dihadapannya.

"Disana! Mejamu ada di sebelah sana." Arthur mengangkat jari telunjuknya, menunjuk posisi meja yang akan Valerie tempati sebagai sekretaris barunya.

Valerie yang awalnya masih terdiam serta ketakutan. Mencoba mencerna dan berjalan patuh, menuju meja yang tidak jauh dari meja Arthur.

"Astaga! Apa berarti aku akan bekerja di ruangan yang sama dengannya?" Valerie terus membatin, mencoba menyalakan monitor dengan jemari yang gemetar. Hawa dingin begitu menusuk kulitnya, atmosfir juga terasa sangat menipis sampai mulut Valerie terbuka dan mengambil napas manual. 

****
Cerita ini sudah tamat. Cuman di repost kembali, sambil di revisi perlahan. Maaf kalau bahasanya masih belum sempurna.
Silahkan tinggalkan vote kalian.

𝐘𝐎𝐔𝐑 𝐌𝐘 𝐎𝐁𝐒𝐄𝐒𝐒𝐈𝐎𝐍, 𝐁𝐈𝐋𝐋𝐈𝐎𝐍𝐀𝐈𝐑𝐄 ( 𝐓𝐀𝐌𝐀𝐓 ) RepostWhere stories live. Discover now