28

218 29 15
                                    

"Jaga diri kalian. Aku akan kembali secepatnya. Taehyung, Jungkookie, rapihkan kamar kalian dan jangan taruh sisa snack di sofa lagi. Lalu Jin-ssi, maaf aku izin mengambil 30 ribu Won untuk biaya transportasi dari kartumu." Eunha sudah seperti ibu yang pergi beberapa bulan meninggalkan anaknya. Apalagi ekspresi para maknae itu yang merenggut karena dilarang ikut dengannya.

"30 ribu? Ya! Itu tidak cukup! Apa kau tidak akan makan di perjalanan?" celoteh Jin, segera ia masuk ke Dorm hendak mengambil kembali blackcardnya yang tadinya dikembalikan Eunha.

"Aku membawa bekal. Aish! Ya, chaebol! Walau kau punya blackcard kau juga harus berhemat! Lagi pula aku tak akan lama. Sudahlah, aku pergi." Eunha berlari kecil. Ia tak mau terlalu bergantung pada uang namja itu.

Bangtan masuk kembali ke Dorm dengan perasaan sedih bercampur cemas. Bagaimana tidak? Eunha hanya ingin pergi sendiri. Ia bahkan sempat berdebat kecil dengan RM dan Jimin karena bersikeras tak mau ditemani. Alhasil mereka menyerah dengan syarat gadis itu harus menghubungi mereka di setiap perhentian stasiun.

***



Setelah menyimpan barang-barangnya, Eunha duduk di sudut dekat jendela. Ia menghela napas berat. Sejujurnya ia pun letih, belum sehari penuh ia sampai di Seoul dan sekarang harus pergi lagi. Tapi memang benar ia merasa tak ada waktu lagi, bahkan saat ini pun ia sudah merasa sangat terlambat. Ia juga tak ingin berlama-lama dengan perasaan bersalah sekaligus cemas ini.

Perjalanan ke Daegu butuh waktu beberapa jam, membuat gadis itu perlahan terbuai semilir angin dari celah jendela dan terlelap selama perjalanan. Hingga tak sadar para penumpang sudah turun dari kereta. Syukurnya teriakan seorang bocah membuatnya terbangun dan terburu-buru pergi meninggalkan stasiun.

Eunha sengaja berjalan kaki untuk mengulur waktu. Ia jadi sedikit menyesal pergi ke sini. Ia tak punya rencana. Harus apa setelah ini? Memang bagaimana cara membuktikannya? Pertanyaan seperti itu terus mengusik fokusnya hingga tak sengaja menabrak seorang pria di depannya.

"Ah, joesonghamnida! Aku tak senga ... ja?" Eunha yang tadinya panik kini terdiam membisu. Pria itu menakutkan.

Berbeda dengan Suga yang putih pucat, pria itu memiliki kulit yang lebih gelap namun sama pucatnya. Ditambah dengan pakaian serba hitam dan tertutup membuatnya semakin misterius dan menakutkan. Lebih kaget lagi melihat tag label harga yang masih terpasang di pakaiannya, harganya bukan main.

'Gila. Topinya seharga gajiku 3 bulan,' batin Eunha. Ia segera menyingkir kala pria itu memberinya tatapan tajam.

Eunha menghiraukannya. Ia segera berlari kecil memasuki gedung, namun baru saja ia melangkah masuk ke dalam lift, kakaknya keluar dari lift itu dengan tergesa-gesa sampai tak sadar berpapasan dengan dirinya.

"Eo? Eonnie! Aku di sini!" sapa Eunha setengah berteriak. Kakaknya pun menoleh dan jelas sekali tampak terkejut.

"Kau ... kenapa ada di sini? Bukankah sudah .... Ah!" Tiba-tiba ponsel Eunsu berdering, ada seseorang yang menelponnya. Anehnya, pupil matanya melebar begitu melihat nama penelpon dan buru-buru pergi setelah menyuruh Eunha masuk dan memberikan kartu serta pin apartemennya.

Eunha tak ambil pusing, pikirnya mungkin kakaknya punya janji temu dengan seseorang, sehingga buru-buru seperti itu. Toh terkadang ia juga seperti itu, apalagi jika mantan bosnya yang menelepon lalu meminta ke restauran secepatnya. Ough! setiap teringat orang itu Eunha jadi kesal setengah jiwa.

Kini ia berdiri kaku di depan apartemen milik Eunsu. Entah mengapa ia sangat gugup hanya untuk masuk ke dalam, padahal ia jelas tahu tak ada siapapun di dalam sana. Tapi perlahan ia masuk juga dan duduk dengan canggung di ruang tamu.

Ghost7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang