"Zara, sesungguhnya yang menulis surat itu bukanlah aku. Melainkan buku catatan yang dibuat oleh ke empat pendiri kastil ini, mereka memasangkan buku itu dengan pena sihir yang akan menyeleksi seluruh anak yang memiliki bakat sihir untuk pantas masuk dan belajar di Hogwarts, dan aku hanya menanda tangani surat tersebut untuk mewakili atas nama Hogwarts. Hanya itu" jelas Dumbledore mengenai surat itu tertera nama putri tunggal Zara, Vivianne Avery.
"Aku tau kau mempunyai seorang putri karena bantuan tenaga muggle" Zara tak menyangka, bagaimana pria tua itu bisa tau? Begitu batinnya.
"Bagaimana kau tau professor?" Zara penasaran, "Aku sempat melihat seorang gadis kecil St. Mungo's beberapa tahun lalu, ia terbujur sedih di ranjang. Dan bertanya pada dokter disana kalau gadis itu kenapa. Dan aku mengetahui gadis itu bernama Avery, katanya ia hasil bayi tabung.. kalau ku tak salah dengar. Aku tak menyangka kalau kaulah ibunya, Zara"
Zara akhirnya mengerti, "Putrimu memang sangat berbakat sepertimu Ms. Avery, aku bisa melihatnya dan dia sangat mirip dengan ibunya, sama sama cantiknya"
Zara hanya tersenyum lembut, "Aku mengkhawatirkan masa depan Vivianne disini, aku tak yakin ia mampu"
"Dia gadis yang pandai dan pengertian, pasti ia akan bertahan disini.. ia seperti dirimu yang kuat bertahan sendirian selama ini bersembunyi Zara, jangan takutkan masa depannya di kastil ini. Aku akan melindunginya" hatinya menenang, akhirnya ia kembali dan belajar menerima kenyataan yang ada bahwa putrinya Vivianne akan bersekolah di Hogwarts.
Seperti yang kita ketahui bahwa Dumbledore adalah penyihir terhebat, ia mengetahui segala yang terjadi. Ia mengetahui bahwa Vivianne adalah putri dari seorang Severus bersama gadis itu tanpa ketersengajaan yang sempat mereka lakukan. Ia merasa salut kepada keputusan gadis itu untuk tetap membiarkan bayinya bertahan dan hidup bersama dengan dirinya, dengan menyembunyikan identitas sang ayah menggunakan alasan yang masuk akal.
Zara dimatanya adalah gadis tangguh, mengambil keputusan yang bertanggung jawab dengan memilih untuk menyembunyikan segala masa lalunya dari semua orang bahkan putrinya sendiri, ia tak ingin membebani sang ayah yang seharusnya tau mengenai identitas dan kehadiran putri mereka. Zara tak ingin Severus merasa terbebani, meskipun sebenarnya ia ingin memiliki seorang anak darinya dan hidup bersama dengannya selamanya.
Dumbledore mengambil keputusan terbijaknya, untuk tetap diam tak memberi tau rahasia itu kepada siapapun, semua demi kebaikan di segala sisi, tak ingin merugikan pihak manapun. Biarkan rahasia kecil itu terus mengalir hingga kemana ia terbawa dan terhenti.
******
"Vivianne, darling" Zara memanggil putrinya, ia membantunya membawa banyak belanjaan untuk membuat kue pesanan seperti biasa. Vivianne dapat membantunya dengan baik, ia membuat urutan pesanan dan membantu sang ibu dalam urusan itu juga membantu sang ibu membuat roti roti itu.
"Duduklah disini sayangku" Zara menepuk sofa, Vivianne duduk disampingnya. Sang ibu memeluknya dan mengusap helaian gadis itu dari samping. "Ada apa Bu?"
"Kau mendapatkan sepucuk surat nak"
"Dari siapa itu?" Tanya si gadis dengan semangat, "Hogwarts"
"Apa itu Hogwarts?" Vivianne benar-benar tak pernah mendengar nama itu, ia tak mengetahui apapun tentang semua itu. "Bacalah"
Vivianne akhirnya membaca surat tersebut, "Maksudnya aku diundang untuk bersekolah disana? Bukankah aku sudah bersekolah disini, mom"
"Benar nak, kau akan bersekolah di sana. Ditempat ibu sempat bersekolah, tempat itu bukan sembarang sekolahan. Hogwarts adalah tempat para penyihir mendapatkan ilmu untuk menjadi penyihir yang baik dan hebat. Mereka memilih orang orang yang mampu untuk masuk kedalam sana" Zara menjelaskannya secara singkat padat dan perlahan. Vivianne memahami maksudnya, "Berarti aku akan menjadi penyihir?"
"Memanglah kau begitu nak, kau memiliki kemampuan dari keturunan ku.. bukankah kau putriku, sayang" Zara menggelitik tubuh putrinya, Vivianne tertawa karenanya. "Lalu bagaimana dengan sekolah ku saat ini?"
"Ibu akan mengurusnya, katakan saja kalau kau akan pindah sekolah di Skotlandia"
"Wah.. jauh sekali, aku akan kembali setiap hari kan?"
"Tidak nak, kau akan mendapatkan asrama disana.. sudah saatnya kau membaca buku bukuku di rak paling atas" Vivianne selalu menanti datangnya kesempatan itu, akhirnya ia diizinkan. Zara menuntunnya membaca buku yang ia berikan mengenai Hogwarts, asrama dan segala kehidupan disana. Dalam waktu singkat, Vivianne sudah memahami isi buku itu.
"Dulu ibu di asrama apa?"
"Slytherin.."
"Seperti yang dikatakan buku ini, hanya keturunan berdarah murni saja yang bisa masuk ke dalam asrama Slytherin secara turun temurun dari keluarganya" Zara mengangguk, "Lalu aku nanti masuk asrama apa?"
"Semua asrama itu bagus sayang, disana kau diajarkan menjadi penyihir yang baik"
"Tapi mom, para penyihir lulusan asrama Slytherin mereka menjadi penyihir hitam"
"Buktinya ibu tidak, semua keputusan itu ada didalam hatimu sayang, jika kau ingin menjadi penyihir baik kau akan tetap baik seperti hatimu" Vivianne tersenyum lembut, ibunya selalu menjadi penuntun dan jawab dari segala pertanyaannya didunia ini. Ia selalu ada untuknya.
"Bersiaplah Vi, kita akan ke Diagon Alley.. membeli perlengkapan sekolahmu" Vivianne bersemangat dan segera bersiap-siap. Keduanya akhirnya sampai di tempat ramai pusat perbelanjaan di dunia sihir.
Vivianne terperangah, ia tak pernah pergi ketempat seramai itu. Terlebih melihat orang orang berpenampilan aneh, tapi justru mereka berdua menjadi objek para penyihir lain disana, karena penampilan mereka sangat trendy untuk ukuran seorang penyihir. Yang biasanya berpenampilan sangat sederhana.
Vivianne mendapatkan semua perlengkapannya, seperti yang sudah ibunya urutkan juga ia sudah mendapatkan tongkat sihirnya. Ia sangat senang bahwa akhirnya ia bisa menjadi seorang penyihir, padahal ia baru saja mendapatkan tongkat sihir. "Sekarang tinggal hewan peliharaan, kau ingin membeli apa Vi?"
"Kucing, atau burung hantu?"
"Tidak Bu, aku tak ingin membawa hewan.. jika boleh aku ingin membawamu saja" ledek Vivianne, "Tentu saja tak bisa begitu Vivianne"
Keduanya tertawa bersamaan. "Mommy, ayo pulang, aku tak kuat disini.. ramai sekali rasanya energi seperti terserap oleh banyak orang di sini"
Mereka kembali ke tempat kecil sederhana mereka yang hidup berdampingan dengan teman sebayanya yang seperti keluarganya sendiri.
Vivianne tak pernah sabar, ia menunggu hari besar itu segera terjadi. Hingga pada akhirnya waktu itu datang, ia harus pergi jauh ke kastil tua meninggalkan keluarga tercintanya termasuk sang ibu.
Berat baginya melepaskan putri semata wayangnya pergi, melambaikan tangannya dengan senyum cerita yang tak pernah bisa ia temui sebelumnya. Tawa lepas Vivianne mengawali perpisahan ini. Membiarkan putrinya pergi jauh keluar sana sendirian. Membiarkannya berkembang mendapatkan wawasan dan kawan, hati seorang ibu mana yang tak merasa senang untuk itu.
Namun bagi Zara, itu tetaplah perpisahan. Ia harus melepaskan alasannya hidup selama ini, cintanya. Dimana ia dapat merasakan cinta dan dicintai dari sosok yang serupa dengan pria yang ia cintai dalam wujud baru yang berbeda. Kini ada banyak kecemasan mengisi kepalanya, tapi hanya satu yang paling ia takut kan.
"Apakah Severus akan tau, bahwa Vivianne adalah putriku dan dirinya?"
Bersambung..
Biar serasa iklan marjan
YOU ARE READING
• HIDDEN MEMORIES •
FanfictionMenjadi seorang penyendiri sudah menjadi pilihannya, bukan tanpa sebab. Ia tak ingin terlalu menyakiti orang lain di sekitarnya. Tak pernah terlihat karena keinginannya sendiri justru mengantarkannya pada hal indah yang tak pernah ia sangka. Ada se...
