"Iya, Rey. Kita mah ngikut kata senior." Sahut Ardi lalu menatap Beca. "Gimana, Ca? Ikut 'kan?"

Jujur saja, akhir-akhir ini Beca merasa kurang sehat. Tubuhnya melemah juga kepalanya sering sakit. Beca tak yakin jika dirinya bisa menjadi osis.

"Lo inget 'kan kalo para senior juga naruh kepercayaan sama lo?" Tanya Ardi yang lagi-lagi membuat Beca ragu dengan niatnya.

Sontak Rey menatap Beca dan Ardi bergantian.

"Maksudnya?"

"Para senior pengen Beca jadi osis. Makanya yang sering rapat itu gue, Beca, Aksa, Andra sama Swari. Mereka naruh harapan sama kita." Jelas Ardi.

"Iya, gue ikut kok. Thanks udah ngingetin." Ucap Beca diselingi senyumnya.

"Oke! Pulsek gue tunggu di ruang osis. Bye, Ca!" Ucap Ardi lalu meninggalkan Beca dan Rey.

"Ca, lo sangg--"

"Jujur gue gak yakin, Rey." Sela Beca. Cewek itu mengerti kemana arah ucapan Rey.

"Kalo gitu, ikuti kata hati lo. Inget kata gue, jangan pernah maksain diri. Mukak lo juga semakin pucet, Ca. Gue khawatir kondisi lo malah drop,"

Beca terkekeh pelan lalu mengacak pelan puncak kepala Rey, gemas.

"Simpen perhatian lo buat Andra. Nanti dia cemburu," goda Beca diselingi kekehannya.

"Hih. Lagi serius juga." Ucap Rey sembari memutar kedua netranya malas.

Perlahan raut wajahnya berubah menjadi tenang. Beca mengangguk sembari merangkul pundak Rey.

"Iya, Rey. Thanks udah ingetin. Gue bakal bikin keputusan hari ini."

***

Setelah pergulatan besar antara diri dan keyakinannya, Beca memutuskan untuk berhenti dari CPO. Meski para senior membujuk dan meyakinkan Beca agar tetap bertahan, Beca tak mengubah keputusannya.

Tentu saja hal ini membuat Ardi terkejut. Lantaran selama ini Beca mempunyai pengaruh besar terhadap setiap kegiatan osis.

"Sayang banget Beca ngundurin diri." Ucap Ardi usai mengambil minuman dingin.

"Biarin aja. Keinginan dia." Sahut Aksa seadanya sembari membayar makanannya.

"Rasanya pasti beda kalo gak ada dia, Sa. Lo gak ngerasain?"

Aksa menggeleng. Cowok itu terkesan cuek. Memang dari awal, Aksa tak memperhatikan lingkungannya, apalagi Beca. Jadi, biasa saja jika Beca ada atau sebaliknya.

"Hubungan lo sama dia gimana sih benernya, Sa?"

Usai menelan makanannya, Aksa menatap heran ke arah Ardi.

"Dia?"

"Beca. Dia sampe ngasih lo salad lah, lo nganterin dia, chat terus. Atau jangan-jangan kalian friendzone?!" Heboh Ardi yang membuat Aksa menggeleng pelan.

"Pikiran lo terlalu jauh."

"Gak mungkin kalo salah satu diantara kalian gak ada rasa. Siapa tau Beca suka sama lo, Sa." Ucap Ardi dengan santainya.

"Biarin. Haknya dia."

Ardi berdecak sebal. Cowok di hadapannya ini terlalu cuek dan santai.

(Beca)use WhatsAppTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang