7.

150 21 5
                                    

《DONG YOON》

Brak!
Aku menghela napas, menatap pintu yang tertutup bersama menghilangnya Angin dari pandangan mata ini.

Sial!
Padahal aku ingin melihat wajahnya lebih lama tapi apa daya, anak itu sepertinya punya cara tersendiri untuk membuat hati ini gelisah.

Aku lumer.
Senyum lebar yang tadi ia kembangkan membuat jantung ini bergerak gelisah karena kembali jatuh cinta.

"Oke! Kali ini aku maafkan. Karena kamu begitu menggemaskan." Gumam mulut ini, berjalan kembali ke meja kerja.

Aku sibuk.
Ada begitu banyak pekerjaan yang harus segera selesaikan. Pindah ke kantor cabang bukan berarti tak mengurusi masalah di kantor pusat.

Aku anak sulung.
Satu-satunya laki-laki dalam keluarga Lee yang merupakan pewaris utama. Jadi mau tak mau tanggung jawab itu jatuh padaku.

"Masuk!" Seruku saat pintu di ketuk dari luar.

Han Yeo In.
Gadis itu masuk, melangkah dengan sedikit ragu. Dari yang aku tahu, dia adalah sahabat terdekat Angin selama bocah itu berada di Korea.

"Duduk!" Perintah ku, masih menatapnya lekat.

Mengintimidasi?
Kurasa tidak. Aku hanya ingin mengamati dan mencoba membaca sedikit karakternya. Meski itu adalah tugas staf HRD.

"Aku butuh bantuanmu sedikit." Jelas mulut ini setelah puas mengamati, beralih mengambil buku catatan.

"Ne." Angguknya, duduk tak nyaman.

Ck!
Emang aku semenakutkan itu? Padahal aku tidak mengintimidasi atau meneriakinya. Hanya ingin meminta bantuan saja.

"Ku dengar kau memiliki pacar orang asing." Aku memulai pembicaraan serius.

"Ne." Sekali lagi ia mengangguk.

"Dia seorang dosen bahasa disalah satu universitas swasta." Jelasnya saat mata ini hanya menatapnya dalam diam.

Gadis ini pintar.
Dia sadar jika tatapan ini tidak hanya membutuhkan anggukan kepala darinya. Tapi sebuah informasi.

Sekedar memastikan.
Aku sudah mendapatkan semua informasi mengenai mereka semua dari Yeon Seok kemaren sore.

"Bagus. Tolong bilang padanya jika aku butuh seorang tutor untuk mengajariku bahasa Indonesia." Jelas ku.

"Ye?" Ia menatap kaget sekaligus bingung.

"Aku butuh belajar bahasa Asing. Salah satunya bahasa Indonesia. Usahakan tutor yang memiliki bahasa ibu yang sama dengan Angin." Tegas ku diakhir.

"Ne." Angguknya masih dengan memasang wajah bingung.

Harus!
Jika ingin mendekati seseorang kamu harus tahu latar belakang, bahasa, kebiasaan bahkan hal terkecil pun harus menjadi perhatian.

"Pak?" Suara Yeo In mengembalikan lamunan ini.

"Oh. Kamu bisa pergi. Pastikan besok pacar mu itu bisa menemui ku di kantor setelah jam makan siang." Seruku sembari menegaskan janji.

"Baik pak. Kalau begitu saya permisi dulu." Pamitnya.

"Hem." Aku mengangguk dan kembali berakhir pada map berwarna biru tua di atas meja.

Senja.
Waktu berlalu begitu saja saat matahari hampir menghilang dari pandangan, mengingatkan diri jika telah lama otak dan tenaga ini digunakan untuk berperang dengan pekerjaan.

Lembur?
Sepertinya itu yang akan terjadi hari ini, menghabiskan malam di ruang persegi empat yang lebarnya bahkan tak bisa dibandingkan dengan ruang kamar ku di rumah.

SOULMATEWhere stories live. Discover now