PERTOLONGAN SI CUPU

78 23 28
                                    

Fanya sengaja berlama-lama berada dalam posisi itu-memejamkan mata dengan kedua tangan yang ia kalungkan di leher si penyelamat. Kapan lagi, ya, 'kan, bisa dua-duaan sama cowok yang gantengnya nggak ketolongan!

"Fanya, kamu nggak apa-apa?"

Fanya merasa tubuhnya sedikit diguncang oleh seseorang yang menolongnya. Perlahan Fanya membuka kedua mata dengan bibir menyunggingkan senyum paling manis yang dimilikinya. Lalu ....

"Aaah! Kamu!" jerit Fanya, saat kedua matanya telah terbuka dengan sempurna. "Ngapain kamu pegang-pegang?!" Ia berdiri tegak kemudian mundur beberapa langkah untuk menjauhi si penyelamat.

"Aku kebetulan lewat pas kamu terpeleset, jadi aku tolongin. Kamu nggak kenapa-kenapa, 'kan?"

"Tadinya aku nggak kenapa-kenapa, tapi sekarang aku kenapa-kenapa!" jerit Fanya, sebelum akhirnya berlari menuju kelas dengan wajah cemberut.

"Gilang, sori, ya. Maklum, si Fanya lagi PMS. Sori banget and makasih!" cicit Kania, yang telah berdiri di hadapan Gilang, sebelum berlari menyusul Fanya.

Gilang menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, kemudian melangkah menuju kantin dengan gemuruh aneh di dadanya.

Gilang adalah salah satu siswa yang duduk di kelas XII, sama halnya dengan Fanya. Hanya saja Gilang yang tergolong pintar lebih memilih untuk fokus di kelas IPA, tidak seperti Fanya yang walaupun susah payah berjuang untuk memasuki kelas IPA, ia justru tetap berakhir di kelas IPS. Bukan berarti Fanya tidak pintar, tetapi memang gadis itu tidak memiliki bakat di bidang mata pelajaran IPA.

Gilang adalah saudara kembar dari Galang. Kembar tapi beda! Jika Galang memiliki penampilan yang luar biasa keren, tidak sama halnya dengan penampilan Gilang yang terkesan cupu. Kacamata berbingkai tebal, seragam yang selalu terlihat rapi tanpa celah dan rambut klimis menempel dengan sempurna di kepalanya membuat penampilan Gilang menjadi tidak asyik, tidak keren, tidak cool, dan tidak, tidak yang lainnya. Hanya ada beberapa kemiripan yang mencolok pada kedua saudara kembar itu. Tinggi badan yang menjulang, kulit putih bersih bak idol K-pop dan suara berat yang sedikit serak.

Tidak heran jika Galang lebih diminati oleh siswi perempuan dibandingkan Gilang. Hal itulah yang terjadi pada Fanya. Ia senormal siswi lainnya yang lebih menyukai Galang dan berharap Galang yang menolongnya, bukannya Gilang!

***

Kania masuk ke dalam kelas dan mendapati Fanya sedang duduk di kursinya yang terletak di pojok ruangan dengan kedua tangan dilipat di dada.

"Ckck, kenapa itu muka jelek banget. Kusut macam kertas yang habis diremas-remas," cemooh Kania, yang tidak ditanggapi sama sekali oleh Fanya. "Kecewa, ya, karena adegannya nggak kayak di drama Korea? Bukannya ditolongi sama pangeran, eeeh malah ditolongi sama pemeran figuran! Asli daaah, ngakak banget aku tuh!" Kania tertawa terbahak-bahak mengingat kejadian di depan kantin tadi.

"Ish, kamu ini kelewatan banget. Teman kesel bukannya dihibur malah diejek!" gerutu Fanya. Ia lalu menghela napas dengan kesal dan menopang dagu pada kedua tangannya. "Aku pikir tadi itu Galang. Eeh, ternyata Gilang."

"Lah, emang apa bedanya, sih, ditolongin sama Galang atau Gilang? Yang penting kan kamu selamat. Daripada jatuh di depan kantin tadi, pasti bakalan malu banget, deh."

Fanya memutar bola mata sambil memonyongkan bibirnya. "Aku tuh nggak suka sama Gilang!"

"Lah, memangnya Gilang suka sama kamu? Jangan kepede-an, Anya! Gilang itu cuma baik hati, kamu tahu sendiri kalau tangan dia itu ringan banget buat nolongin orang. Aku yakin, seandainnya yang mau jatuh tadi tuh bukan kamu, pasti bakalan ditolong juga sama dia." Kania menjelaskan panjang lebar.

"Ya, tetap aja, aku malas banget ditolongin sama dia. Ogah, ih!" Fanya bergidik sembari mengusap bagian tubuh yang tadi bersentuhan langsung oleh tangan Gilang.

Melihat tingkah Fanya, Kania refleks mencubit lengan sahabatnya itu. "Idiiih! Jangan sombong, ntar malah jatuh cinta!"

"Hah! Jatuh cinta. Sampai lebaran kuda juga nggak bakal tuh aku jatuh cinta sama dia. Hiiiiy, horor banget!"

"Eheem!"

Fanya dan Kania sama-sama terkejut begitu mendengar suara seseorang berdeham. Kedua gadis itu lantas menolehkan kepala ke asal suara dan betapa terkejutnya mereka, begitu melihat sosok yang sejak tadi mereka bicarakan sedang berdiri di depan kelas sambil menatap lurus ke arah mereka berdua.

"Gi-Gilang!" seru Kania, ia merasa sangat tidak enak.

"Jepit rambut Fanya tersangkut di bajuku," ucap Gilang, memperlihatkan sebuah jepit rambut berwarna merah muda milik Fanya. "Aku taruh di sini, ya," ujarnya lagi, lalu segera berbalik pergi setelah meletakkan jepit rambut itu di sebuah meja.

"Gi-Gilaang!" Kania berusaha mengejar Gilang, sementara Fanya hanya memukul dahi dengan telapak tangan.

***

Fanya menendang kerikil-kerikil yang ada di hadapannya dengan malas. Saat ini ia sedang berjalan pulang menuju rumah bersama dengan Kania, dan sepanjang jalan itu juga Kania terus saja mengomelinya karena tanpa sengaja perkataan yang telah keluar dari mulutnya pasti telah menyakiti hati Gilang.

Fanya mengembuskan napas dengan malas sambil melirik sahabatnya yang memiliki pipi tembam. Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa Kania begitu perhatian kepada cowok cupu macam Gilang, sampai-sampai sahabatnya itu rela minta maaf ke Gilang, dan sekarang sahabatnya itu sedang memaksa dirinya untuk meminta maaf ke Gilang juga.

"Apa lihat-lihat? Udah ngerasa bersalah belum? udah nyesal? Udah siap minta maaf?" tanya Kania dengan judes.

"Idiih. Nyesal itu kalau apa yang aku bilang adalah fitnah. Kalau kenyataan, masa iya, sih, aku mesti nyesal juga. Aku memang nggak akan pernah jatuh cinta sama Gilang. Itu tuh kenyataan yang nggak bisa diganggu gugat, Kania, jadi buat apa aku menyesal setelah ngomong begitu. Lagian, dia kan memang cupu."

"Kamu tuh memang keras kepala, ya, Anya, dan nggak punya hati juga!" Kania membuang muka. Raut wajahnya yang benar-benar terlihat kesal membuat Fanya menjadi semakin penasaran akan sikap Kania yang berlebihan.

"Eh, Kani, kamu suka sama dia?" tanya Fanya.

Kania menghentikan langkah kemudian melempar tatapan sebal ke arah Fanya. "Enggak!"

"Ah, bohooong! Kalau kamu nggak suka dia, kenapa juga kamu bela dia mati-matian? Ngaku aja, deh, kamu suka kan sama si cupu itu." Fanya mencolek dagu Kania, yang dimaksudkan untuk menggoda sahabatnya itu.

Namun, Kania malah terlihat semakin sebal. Ia menyingkirkan tangan Fanya dengan kasar lalu berkata, "Ini bukan masalah suka atau nggak suka, Fanya, tapi ini tuh masalah harga diri."

"Hah, gimana, gimana, aku nggak mudeng?"

"Kamu cantik, Galang ganteng, Marvel juga ganteng. Semua orang tahu itu. Kalian bertiga bintang sekolah kalau dinilai dari penampilan kalian. Kalian nggak akan tahu gimana rasanya jadi aku ataupun jadi Gilang. Kamu Anya, nggak akan pernah tahu gimana rasanya dikatain cupu, jelek, gendut, mata empat dan lainnya. Itulah kenapa aku selalu ngelarang kamu buat ngatain Gilang. Ya, nggak masalah, sih, kalau di belakangnya, asal jangan di depannya. Orang-orang kayak kami ini tahu, kok, kalau kami serba kekurangan. Semua yang orang bilang tentang kami itu benar adanya, tapi kalau mendengarnya secara langsung tuh nggak enak banget, Anya, beneran! Sama sekali nggak enak," ujar Kania, panjang lebar. Setelah mengatakan hal itu, Kania segera berlari meninggalkan Fanya yang masih berdiri mematung.

Fanya menatap kepergian Kania dengan perasaan tak karuan. Ada rasa menyesal dan sedih karena apa yang dilakukannya selama ini ternyata telah menyakiti hati sahabatnya. Walaupun ia tidak pernah sekalipun mengatakan hal buruk tentang Kania, tetapi ternyata dengan menyakiti hati Gilang, hati Kania pun ikut terluka. "Mana aku tahu. Maaf, Kani," gumamnya, lalu melanjutkan perjalanan menuju rumah.

Bersambung ....

Akhirnya Fall in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang