Part 3 - Kita Selesai

7 0 0
                                    

Jarum jam sudah menunjukan pukul 6 sore. Matahari sore membiaskan temaramnya melewati jendela ke meja belajar Minaya. Minaya sudah duduk disana selama beberapa waktu setelah Ibu kos pergi. Surat dengan tulisan tangan Adrian itu dia letakan dengan hati-hati dihadapannya. 

Hati Minaya berkecamuk. Minaya bisa merasakan kabar buruk yang dibawa surat itu. Minaya tidak mau membuka surat itu. Belum siap dia menghadapi kata-kata yang mungkin melompat keluar dari baris kalimatnya. 

Perlahan Minaya bangkit dan pindah ke tempat tidur. Diraihnya HP yang tergeletak disampingnya. Minaya membuka IG Adrian mencoba mencari petunjuk disana. Foto-foto beberapa bulan terakhir Adrian tidak ada yang baru. Foto makanannya, foto pemandangan, foto buku dan meja kerjanya di perpustakaan, foto dengan teman-teman. Tidak ada yang ganjil atau diluar kebiasaan. 

Minaya menghempaskan dirinya ke tempat tidur, bergelung dibawa selimut. Pikirannya berpindah kesana dan kemari berusaha menerka berita apa yang kira-kira akan dia temui di surat itu. 

Minaya terduduk lagi dan membuka WhatsApp... meng-scroll terus ke atas membaca kembali pesan-pesan beberapa bulan hingga setahun terakhir. Semuanya aman-aman saja... tidak ada yang mencurigakan. Minaya kembali bergelung dibawah selimut. 

Kali ini selimut dinginnya semakin terasa dingin menusuk. Minaya pun tertidur. 

Akhirnya pagi membangunkan Minaya yang menyeret tubuhnya keluar dari dalam selimut. Perlahan dibukanya sedikit jendela kamar agar udara pagi menggantikan dinginya AC yang menggigit. 

Surat itu dibukanya perlahan.. Hanya selembar kertas putih A4. Namun barisan kata-kata itu menodai putihnya cinta Minaya dalam sekejab. 

Lama sekali Minaya duduk mengenggam surat yang sudah dia baca. Minaya bisa pula mengulangi setiap kata-katanya tanpa melihat kertas lagi. 

"Maafkan aku. Sekali lagi aku bersalah kepadamu. Kali ini aku tidak sanggup menghadapimu. Aku tidak layak diampuni. Tapi demi bayi mungil yang lahir 25 hari yang lalu... Aku mohon. Izinkan aku untuk menikahi Brigitte. Aku tak sampai hati anak itu terdaftar sebagai anak haram".

Minaya berusaha untuk menangis. namun tak ada air mata yang keluar. Air matanya sudah kering 2 tahun yang lalu saat mereka menggugurkan kandungannya.  Tak ada rasa dendam, atau benci atau marah. Minaya tak merasakan apa-apa lagi kepada Adrian. 

Tangan kecil Minaya mendorong jendela agar membuka lebar. Dia meraih handphone dan mengetikan pesan bagi Adrian. 

|Kita Selesai.| 


Tangan-Tangan KecilDove le storie prendono vita. Scoprilo ora