Part 2 - LDR

8 1 0
                                    

Minaya tidak pulang ke orang tuanya walau sekeras apapun Adrian memaksa untuk mengantarnya pulang. 

Bagaimana caranya Minaya akan pulang pada Ibunya. Wanita tegar yang membesarkannya seorang diri? Minaya selama ini berbohong bahwa ia tinggal dengan keluarga sahabatnya yang memang pindah ke kota Tirta Wangsa 3 tahun lalu. Paramitha adalah sahabat masa kecilnya. Keluarga mereka tinggal berdekatan dan sudah seperti keluarga sendiri. Ibu dan ayah paramithalah yang membiayai sekolahnya Minaya. Jadi waktu Minaya berbohong untuk mengikuti Adrian yang kuliah ke kota Tirta Wangsa, ibunya percaya saja bahwa Minaya tinggal dan bersekolah dengan keluarga Paramitha. 

"Aku akan tinggal disini menyelesaikan sekolahku. Aku bisa kerja sendiri!" tegas Minaya ke Adrian yang akhirnya menyerah. 

Malam sebelum keberangkatannya ke Amerika, Adrian menatap wajah Minaya di remang cahaya kamar kos baru diselatan kota. Dia bersalah banyak kepada Minaya. Gadis kecil ini... sudah ia rusak. Seharusnya dia mengantar Minaya pulang saat Minaya muncul dihadapannya 2 tahun yang lalu. Namun setan iblis menguasainya dan membuat dia mengambil keputusan hidup bersama dengan gadis ini. Dosa ini akan ditanggungnya sampai ia mati. 

Adrian mengecup dahi Minaya yang tertidur lelap, meraih tangan kecilnya dan meletakan pipinya disana. Lalu Adrian bangkit dan mengeluarkan beberapa hal dari ranselnya. 

Adrian meletakan buku kecil yang berisi informasi bank dan petunjuk-petunjuk lainnya, no telpon, alamat email, alamat Asrama mahasiswa dan lainnya. Buku Bank. Surat perjanjian sewa, kwitansi pembayaran sekolah dll. Semua ini ia siapkan untuk Minaya. Adrian tahu dia harus bertanggung jawab. Kamar kos ini sudah ia sewa dan bayar kontan untuk 2 tahun setengah kedepan. Dengan demikian Minaya akan punya tempat tinggal. Adrian juga sudah mendaftarkan Minaya ke SMA yang tak jauh dari tempat Kos. Untung saja Minaya sangat pandai dan duduk di kelas akselerasi. sehingga bisa lulus lebih cepat. Uang sekolah Minaya sudah dia bayar untuk 2 tahun ke depan. dan nanti ia akan menyisihkan beasiswanya untuk dikirimkan ke Minaya tiap bulan. 

Uang dari Mama selama ini serta uang terakhir dari mama sudah terkumpul sangat banyak untuk bisa mengcover semua ini. Ada sedikit rasa bangga yang menyelinap di antara rasa sedih dan berdosa dihati Adrian. Bangga karena ia sudah dewasa dan mengurus orang lain selain dirinya. 

Hari bulan berlalu dengan Minaya menjalani hari-harinya sebagai siswi SMA dan Adrian sibuk dengan kuliahnya. Video Call dan telpon berjam-jam adalah cara mereka melipur lara dan rindu. 

Sambil sekolah, Minaya yang jago Bahasa Inggris mencoba menjadi penulis Novel di platform novel online. Ternyata novel dan cerita-cerita Minaya cukup diminati sehingga pundi-pundinya di bank semakin bertambah. setelah 2 tahun Minaya bahkan sudah tidak perlu menggunakan uang di rekening transferannya Adrian. 

"Naya!" ketukan dan teriakan dipintu kos membuyarkan imaginasi Minaya yang berkonsentrasi untuk menuangkan ide untuk novel terbarunya. 

"Iya, sebentar" Minaya yang biasanya hanya memakai celana ketat pendek saat dikosan harus cepat-cepat memakai rok agar terlihat sopan. 

Minaya membuka pintu dan ternyata ibu Kos yang ada didepan pintu. 

"Wah, ibu. Bagaimana? Ada apa bu?" minaya keluar ke teras dan duduk dikursi teras disamping ibu Kos. 

"Naya, kakakmu belum balik lagi? sudah lama sekali ini?" tanya ibu kos. 

Minaya dan Adrian memang mengaku sebagai kakak adik saat mereka pindah dulu agar tidak ada masalah. Lagi pula Adrian akan pergi lama jadi tidak akan ada masalah.

"Kak Adrian masih beberapa bulan lagi bu. Sekarang sudah dalam tahap merampungkan disertasinya."

"Wah, kakakmu hebat ya! bisa kuliah di luar negeri. pake beasiswa juga ya?"

"heheh... iya.." Minaya tersenyum lebar dan sangat bangga dengan lelakinya. 

"Ibu sebenarnya sudah lama mau tanya... Kalian itu orang tuanya kemana? kenapa gak pernah ada yang nyariin kalian ke sini?" ibu kos menyelidik. 

Minaya menarik napas. Selama ini ia berusaha tidak menarik perhatian. Selalu sopan dan menjauhi ngobrol dengan orang sekitar. Minaya sangat tahu bahwa pertanyaan-pertanyaan semacam ini akan muncul. 

"Hmmm.. masalah keluarga kami cukup pelik, ibu. Saya tidak nyaman menceritakannya kepada orang lain." jawabnya sopan. 

"Lho... ibu ini kan bukan orang lain. Kamu sudah tinggal disini 2 tahun lho. Ibu ini sudah bisa dibilang orang tua keduamu."

Minaya tersenyum saja. 

"Jadi... gak mau atau gak bisa cerita nih?..." tanya ibu kos lagi dengan usil.

Minaya tetap tersenyum dan mengerutkan hidungnya sambil menggeleng pelan. 

"Ya sudah... kalau gak mau cerita. Yang penting kamu baik-baiks aja ya... anak cantik... kamu tinggal sendirian kadang-kadang ibu khawatir juga."

"Hehehe... makasih ibu. Tidak apa-apa. saya sudah biasa tinggal sendiri."

"ammm... anu... itu ya... anak ibu yang besar yang sekarang kuliah... kamu tahu kan?" lanjutnya lagi.

"Tahu dong, ibu. Kak Danny."

"Iya... itu... Si Danny itu kayaknya suka sama kamu," ibu kos tersenyum simpul. 

"Ah ibu... jangan meledek ibu. Gak mungkin."

"Iya bener. Ibu kemarin lihat HPnya si Danny ada foto-foto kamu."

Kening Minaya menyirit heran. "Foto-fotoku? aku tidak pernah kirim fotoku ke kak Danny, bu".

"Hahaha... iya kau tahu, nak... Itu si Danny diem2 fotoin kamu trus dapat foto dari pesbukmu ato ige-mu juga kayanya."

'Ahh..." Minaya tertawa kecil tak tahu harus bereaksi bagaimana. 

"Kamu gak mau pacaran sama kak Danny?" tembak Ibu Kos terang-terangan. 

"Waduh ibu!" 

"Hhehehehe... anak manis. gak usah kaget. Saya ini gak sekolot ibu-ibu yang lain. Dari pada si Danny malu-malu motoin kamu diam-diam lebih baik saya bantuin. Gimana?"

"Maafkan ibu... saya gak bisa." Minaya gelagapan menolak ibu Kos yang terlihat sangat determine.

"Lho... hitung-hitung kamu ada yang jagain. Antar kesekolah atau diajak main kemana gitu lho." desak ibu Kos. 

"Ibu, mohon maaf, saya benar-baner gak bisa."

"Kamu sudah punya pacar ya? Gak mungkin dong... kan ibu gak pernah lihat kamu sama siapa2". 

Minaya tersenyum kecut melihat gigihnya ibu kos menawarkan anaknya. 

"Atau kamu takut sama kakakmu? gak dibolehkan pacaran ya?" timpalnya lagi.

Minaya langsung mengiyakan. "Iya. Benar. Ibu benar sekali. Kak Adrian akan marah besar kalau saya pacaran. Kak Adrian itu... dia itu tegas sekali menjaga saya."

"Lho... gak apa-apa nanti ibu yang bicara sama kakakmu. Lagian dia pasti mau adik perempuannya yang cantik seperti kamu ini ada yang jagain."

Minaya lalu berdiri. beringust menjauh dari ibu kos. 

"Ibu, saya mau mandi. kalau tidak ada yang lain lagi saya ijin ke dalam ya ibu."

"Ya sudah... sudah!... kalau gak mau, ya sudah. Ntar kamu sendiri yang rugi." Ibu Kos tertawa melihat Minaya yang sudah siap melarikan diri. 

Minaya tertawa kecil dengan tidak sabar untuk segera masuk. 

"Eh tunggu... ibu tadi kemari buat anterin surat buat kamu." 

Ibu Kos menyodorkan surat dengan tulisan tangan yang sangat Minaya kenal. 

"Kemarin suratnya dibawa kesini tapi kamu belum pulang kayaknya jadi ibu ambil dulu."

Jantung Minaya bergetar saat menerima surat tersebut. 

"Mungkin penting banget itu isinya. Baru sekali ini dalam 2 tahun kakakmu nulis surat. Padalah WA sama sosmed kan ada ya non."

Minaya mengangguk saja menutupi kegalauan hatinya. Perasaannya merasa ada yang tak beres.----



Tangan-Tangan KecilWhere stories live. Discover now