7. Imagination

Začít od začátku
                                    

Gadis itu memajukan kepalanya mengimbangi Shakaell, "Penyamaran yang sempurna!" ujarnya.

"Penyamaran?" Pemuda itu memiringkan kepalanya.

"Iya! Apalagi? Kau di sekolah berlagak siswa teladan! Berpakaian rapi!"

"Ke sekolah memang harus rapi 'kan? Satu lagi, aku tidak berlagak!"

"Lalu ada apa dengan penampilanmu sekarang?"

"Itu bukan urusanmu!"

"Wah!" Zeevaya kira sudah cukup terkejut dengan Darren, manusia di depannya ini jauh lebih mengejutkannya.

"Berbicaralah semaumu, dan aku tidak peduli!"

"Berbicaralah semaumu, dan aku tidak peduli!"

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

***

Shakaell baru saja duduk ketika mendengar nama Darren disebut. Pemuda itu mengangkat topinya untuk melirik ke arah suara. Seorang gadis menyandarkan kepala di kursi sambil mengomel seolah-olah tidak ada yang mendengar.

Shakaell baru sadar bahwa itu siswi baru yang duduk di dekat bangku sekolahnya ketika gadis itu menoleh. Tanpa menunggu lama, ia menghampiri gadis itu. Bukannya merasa bersalah karena ketahuan mengumpat, gadis itu justru menyerang Shakaell sekarang. Menuduh pemuda itu sedang melakukan penyamaran, satu lagi, menuduhnya berlagak jadi siswa teladan.

Bukannya sudah tepat? Aturan sekolah membuatku berseragam rapi? Tentu saja aku harus mengikutinya. Di luar sekolah tidak ada aturan, jadi sesukaku mau berpenampilan seperti apa. Aku berpakaian sesuai pada tempatnya!

Itu adalah percakapan awal mereka. Shakaell tidak menyangka, baru awal saja sudah membuatnya lelah. Tapi gadis di depannya itu cukup pantas diacungi jempol. Karena ia tetap tampil berani—atau berpura-pura berani, meski penampakannya jelas berantakan.

"Kau tinggal di sekitar sini?" Shakaell mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Kau jangan mengalihkan pembicaraan! Katakan, apa yang kau sembunyikan?"

ASTAGA!

Jika sedang berada di film kartun, Shakaell akan mengambil palu yang tiba-tiba muncul dari tempat antah-berantah, lalu memalu kepala gadis itu. Yang muncul adalah bintang-bintang di atasnya. Sayangnya itu kenyataan.

"Aku suka berpakaian rapi di sekolah, dan aku suka berpakaian seperti ini di luar sekolah. Paham?"

Zeevaya bertepuk tangan sekarang. Shakaell memutar bola matanya. Pertanyaannya sekarang, gadis itu bertepuk tangan dalam rangka apa?

Menurut dunia dia, semua orang yang berpenampilan rapi di sekolah harus berpenampilan rapi juga di luar rumah?

Ini terlalu melelahkan bagi Shakaell yang niatnya mencari ketenangan di malam dingin. Sial sekali harus bertemu gadis itu.

"Aku pergi, sampai jumpa di sekolah!" Pemuda itu melangkah pergi, meninggalkan minuman yang belum habis di atas mejanya.

"Tunggu!" sergah gadis itu. "Kita bicarakan masalah ini di sekolah."

Apa itu penting?

"Oiya, kau juga follow akun Instagram @anakharnuskeren?"

Shakaell berhenti dan mengangguk, "Kau juga lihat?"

"Aku tidak mengikutinya!"

"Oh." Shakaell melanjutkan langkahnya.

"Hei Kell, tunggu! Aku juga ingin tanya, apa kau juga dirundung Darren? Apa dia memang gila?"

Shakaell tidak berhenti berjalan.

Pemuda itu kira, gadis itu akan berhenti. Ia justru mengejar Shakaell dan menodongnya dengan berbagai pertanyaan yang semakin aneh.

"Katakan! Kau tidak dirundung Darren kan? Jika memang tidak kenapa dia mengusirku saat kemarin aku duduk di bangkumu? Bukannya dia ingin nilai darimu? Seharusnya kau tidak dirundung! Kau tahu, pengaruhmu luar biasa. Semua orang membicarakanmu. Hei! Kau mendengarku?"

"Aku tahu."

"Jadi, kenapa kau tidak melawannya?"

"Lawan siapa?"

"Darren! Siapa lagi!"

"Siapa yang dirundung?"

"Kamu."

"Siapa yang bilang?"

"Hah?"

"Kau bertanya, lalu menyimpulkan padahal aku tak bicara apapun. Dari awal kukatakan, imajinasimu bagus sekali. Kau—siapa namamu?"

"Zeevaya." Gadis itu mematung sekarang.

"—sungguh pandai berimajinasi!" Jawap Shakaell lalu menghilang di balik pintu kafe, meninggalkan Zeevaya yang mematung sekarang.

***

Ruangan berpendingin itu masih menyala terang kendati jam sudah melesat ke angka 11 malam. Shakaell baru selesai membersihkan diri ketika papanya memasuki kamarnya.

"Papa lewat dan lihat lampumu masih menyala terang, baru pulang ya?" Papa Shakaell duduk di single sofa yang berada di dekat stand lamp yang berpendar lembut.

Seperginya dari kafe tempatnya bertemu Zeevaya tadi, Shakaell memang tidak langsung pulang. Ia masih menyetir ke mana-mana. Menghabiskan malam dengan musik mobil dan suasana malam yang menyegarkan. Mampir ke toko buku, nongkrong di mall, bahkan hanya sekedar berhenti di deretan jajanan malam untuk menyaksikan kesibukan malam. Shakaell sering melakukannya. Satu hal yang belum pernah Shakaell coba, masuk ke klub malam. Tapi ia sama sekali tidak tertarik untuk itu.

"Hati-hati, jangan sampai terlibat kerusuhan. Papa takut kamu ada apa-apa di jalan."

Shakaell mengangguk. "Papa tenang aja."

"Oiya, Papa juga mau ngucapin selamat, karena anak Papa lagi-lagi memenangkan kejuaraan Fisika, Papa bangga padamu Kell."

"Makasih Pa."

"Seharusnya, kau memang tidak sekolah di sana Kell. Kau bisa sekolah lebih dari itu, di Independent International School misalnya."

"Sama saja Pa, lagipula di tempat kejuaraan aku juga dapat teman banyak di luar sekolah. Itu sudah cukup."

"Ya sudah, jika itu mau kamu, Papa dan Mama cuma bisa dukung kamu."

"Makasih Pa."

Papa Shakaell meninggalkan kamarnya dan pemuda itu membanting punggungnya ke double bed bernuansa putih tulang. Ia meraih ponsel yang sedari tadi ia lempar di benda empuk tersebut. Dengan lincah, jemarinya membuka feed pada akun Instagram @anakharnuskeren, sebuah senyum mengembang di wajahnya.

"Aku tahu, itu kau," bisiknya pada diri sendiri.

***

Blue DaysKde žijí příběhy. Začni objevovat