"Hihi, kira-kira disini ada orang gak ya?" Ia berjalan menyusuri ruangan yang gelap tersebut.

Kriett!!!

Brak!!

Pintu lemari dibuka secara paksa, menampakkan seseorang yang terkejut karena pintu lemari secara tiba-tiba dibuka.

Seseorang orang yang berada didalam lemari tadi—Hyeongjun— secara cepat menghindari si penjaga dan berlari menuju pintu keluar.

Sialnya, pintu itu terkunci. Terus menerus Hyeongjun mencoba membuka pintu tersebut, tetapi tetap saja tidak berhasil.

"Gabisa dibuka ya? Kasian deh."

"Bacot." Hyeongjun menatap sinis kearah si penjaga.

Berjalan perlahan guna menghindari si penjaga. Ia sudah tidak tau harus berbuat apa lagi.

"Gak Hyeongjun, lu gaboleh mati disini!" Gumam nya untuk meyakinkan dirinya sendiri.

"Udah lah, percuma juga lu nge hindar." Ledek si penjaga.

"Bawel amat sih, sakit telinga gue la—"

DOR!

DOR!

Suara tembakan terdengar begitu memekikkan telinga. Hyeongjun yang semula berdiri dengan tegak kini jatuh dengan darah yang mulai mengalir dari kakinya.

"Shh... Sakit bangsat!" Hyeongjun menatap marah kearah si penjaga, perlahan ia mulai berdiri kembali.

"Ututu, sakit ya? Kasian deh." Ucap si penjaga dengan wajah yang dibuat sedih.

"Najis!" Hyeongjun mengambil pistol yang memang sudah ia bawa sebelum permainan ini dimulai.

Ctak!

Dor!

Dor!

"Ah, sial." Berulang kali Hyeongjun berusaha menembak si penjaga, namun terus menerus gagal.

"Hahaha, kasihan meleset terus."

"Berisik!" Hyeongjun terusan menembak si penjaga. Tetapi tetap saja, hasilnya nihil.

"Udah ah, lama lu. Mending gua akhirin sekarang." Dengan cepat si penjaga berlari ke arah Hyeongjun untuk menyuntikkan sesuatu.

"Hahh.." Perlahan kesadaran Hyeongjun mulai menipis, pandangan nya mulai gelap.

Brak!

Hyeongjun terjatuh tak sadarkan diri akibat dari suntikan tadi.

"Ternyata lu masih aja lemah ya, Jun." Ia membuka topeng nya yang memang harus digunakan demi keamanannya lalu diletakan diatas meja.

Perlahan ia menggendong Hyeongjun menuju kasur bekas yang sudah lumayan rusak. Mengapa ada kasur disitu? Seperti yang sudah dibilang, bahwa ruangan bawah tanah ini mirip seperti gudang. Jadi wajar saja jika ada beberapa barang bekas disini.

"Maaf Jun, gue lakuin semua ini demi sesuatu hal." Setelah merebahkan Hyeongjun di kasur bekas tersebut, ia kembali berjalan ke arah meja guna mengambil kembali topeng nya.

Ia kembali melihat kearah Hyeongjun, menatap nya dengan kesedihan.

"Huft.. maaf."

DOR!

DOR!

DOR!

Kasur yang semula berwarna putih, kini sudah kotor dipenuhi oleh oleh darah. 3 peluru berhasil melesat keluar mengenai beberapa tubuh Hyeongjun.

Sang Penjaga keluar begitu saja dari ruangan tersebut, ia tak berani menatap kembali kebelakang.

"Sialan!"

BRAK!

Ia menutup pintu secara kasar dan menguncinya.

"Ini gak seperti yang gue harapin."

Dia sungguh menyesal sekarang, tapi mau bagaimana lagi? Sudah tugas dia untuk membunuhnya, jika tidak justru ia yang akan terbunuh.

°°°

"AAAAA MAMAA!!!" Chenle berteriak histeris saat ada kecoa terbang melewatinya.

Segera ia keluar dari tempat persembunyiannya. Chenle terjatuh tak berdaya hanya karena kecoa terbang tadi.

"Eh sebentar.. Tadi kan gue teriak, berarti.. ANJIR?! Oasu gue harus kabur!" Chenle baru menyadari bahwa ia sedang bersembunyi agar tidak ketahuan oleh si penjaga, jika ia berteriak bisa saja ia ketahuan kan?

"Aishh bego!!!" Chenle merutuki dirinya sendiri karena berteriak tadi.

Ia melihat sekelilingnya untuk memastikan tidak ada orang yang mendengar suara teriakannya.

"Huft.. Gue harus cepet sembunyi lagi. Tapi, dimana yak? Hm.. Gudang aja deh." Setelah berucap seperti itu, Chenle langsung berlari menuju ke gudang sekolah yang kebetulan dekat dengan tempat sembunyi sebelumnya.

DOR!

Tepat saat Chenle sudah berada dekat gudang, peluru melesat begitu saja mengenai kaki nya.

"Ashh!" Chenle jatuh tersungkur setelah terkena tembakan.

Si penembak berjalan mendekat pada Chenle yang sedang kesakitan.

"Pasti sakit, haha." Ucapnya mengejek Chenle.

"Ya lu pikir lah anjing! Masa di tembak kaga sakit."

"Iya dah serah lu aja." Ia berjongkok didekat Chenle, lalu mengambil suntikan yang berada di saku nya.

"LU MAU NGAPAIN SIALAN?!" Chenle berusaha kabur dari jangkauan si penjaga. tetapi sia-sia, karena kakinya yang terkena tembakan membuat nya kesusahan untuk kabur.

"Sini dong ngedeket, biar gampang nyuntik nya."

"NAJIS! Kesannya kek om-om tau gak!" Chenle memasang wajah jijik.

"Sialan." Karena kesal, ia langsung mendekat pada Chenle dan menyuntikkan sebuah cairan yang bisa membuat siapa pun pingsan. Ya bisa dibilang obat bius.

Chenle langsung tak sadarkan diri akibat obat bius yang disuntikkan pada dirinya tadi.

"Permainan seru akan segera dimulai, kkk~"

Setelah berucap seperti itu, ia menyeret tubuh Chenle masuk kedalam gudang yang berada tepat didepannya.

Darah terus menerus bercucuran dari kaki Chenle, membuat lantai penuh dengan bercak darah.

Ia membuka pintu gudang secara perlahan lalu ditutup kembali tidak lupa untuk menguncinya.

Menggeletakan tubuh Chenle dengan asal, ia pergi ke jendela untuk menutupinya menggunakan tirai.

Setelah menutup jendela, ia kembali menyeret tubuh Chenle untuk di ikat di kursi.

"Huft, Chenle walaupun badannya kecil tapi tetep berat ye. Capek gue." Keluhnya.

"Tapi gapapa, pasti bakalan enak pas gue potong-potong tubuhnya. Hah~ jadi gasabar, tapi gue bakal lakuin pas dia sadar."

[ hiatus ] hide and seekWhere stories live. Discover now