Bab 1 - Yusuf Rayyanza

6 4 0
                                    


Y U S U F
rayyanza
___________


Jalanan kota Jakarta sama seperti biasanya, macet dan bau asap. Bahkan pagi-pagi buta saja sudah ramai para pengendara berlalu lalang di jalanan raya, entah itu mahasiswa, pelajar, atau masyarakat yang berangkat kerja.

"Pak Hakim," panggil Rara yang tengah duduk di samping sopir pribadi keluarganya yang lagi mengendara.

Pak Hakim menoleh ke arah sumber suara.

"Kenapa, Non?"

"Em, menurut Pak Hakim nih, ya. Kira-kira kalau Rara minta dibeliin motor sama Papa dikasih nggak, ya?" tanya gadis berpakaian sekolah lengkap itu. Ia tampak berpikir keras.

"Ya kalau masalah dikasih atau nggaknya, kayaknya dikasih deh, Non. Tapi ya itu, Non ngapain mau pakai motor? Kan ada Pak Hakim yang siap nganterin Non ke mana aja Non mau pergi? Ya, 'kan?" Sopir berusia berkisar kurang lebih 48 tahun itu balik bertanya.

Rara mengangguk. "Iya juga, sih. Tapi nggak papa kali ya sesekali Rara pakai motor? Eh, iya! Pak Hakim tau nggak? Hayooo tau nggak?"

Pak Hakim mengerutkan dahi.

"Nggak tau tuh, kan Non Rara belom ngasih tau. Gimana, sih?" ucap pria itu sambil tertawa, pun diikuti oleh Rara. Receh memang.

"Eh, iya juga, sih. Yaudah sini-sini Rara bisikin!"

Gadis dengan tinggi semampai itu bergerak mendekati telinga Pak Hakim.

"Rara udah punya pawang, loh! Dia cowok, ganteng, baik, tinggiii bangeeet! Bahkan lebih tinggi dari Pak Hakim!" bisik Rara dengan wajah sumringah, mata bulat, dan senyum manisnya melekat.

"Hah serius? Gimana sih cowoknya? Bisa dong, ya, diajak main ke rumah? Hahaha!" goda Pak Hakim sambil mengedip-ngedipkan sebelah matanya pada Rara.

Rara ikut tertawa terbahak-bahak, bahkan sampai sesekali memukul pelan pundak Pak Hakim. "His! Pak Hakim bisa aja, deh! Kan Rara jadi malu taaauuu!"

Tak lama dari perbincangan itu. Kendaraan beroda empat bernuansa putih ini pun masuk ke halaman SMA Mahardika, lantas berhenti saat sudah tiba di depan sekolah. Rara bersiap menyandang tas abu-abunya untuk turun dari mobil.

Di depan kaca jendela mobil. Gadis itu berkata. "Pak, doain Rara, ya? Doain biar peletnya berhasil gituuu!" ucapnya yang membuat sang sopir langsung membelalak kaget, lalu menggelengkan kepalanya.

"His, Non mah ada-ada aja! Udah sana masuk, belajar yang rajin! Ntar kalo udah pulang telepon Pak Hakim aja, ya?"

"Siap gerak!"

Rara berperaga seperti orang yang sedang hormat bendera, lantas diikuti oleh suara Pak Hakim yang gemas dengan tingkah anak majikannya.

***

"Hanaaa! Lo tau nggak? Pasti nggak tau kan, yaaa? Sini deh gue kasih tau!"

Rara langsung berteriak histeris saat menjumpai sosok Hana berada di kelas. Matanya dibuat membelalak, tetapi sang sahabat malah menatap tajam ke arahnya.

"Kebiasaan woi! Datang-datang teriak-teriak nggak jelas!" seru gadis berambut pirang dan berkulit putih itu.

Rara menampilkan sederet giginya tanpa rasa bersalah.

"Ada berita apa?"

Rara memperlebar senyumnya, kemudian langsung bergerak duduk di kursi yang berhadapan dengan Hana.

"Yusuf udah mulai suka dong sama gueee! Huaaa! Bahagia banget woi! Masa dia manggil gue pakai nama kesayangan! Aaaa, MBL MBL MBL gilaaa! Meleyot banget loh!" teriak Rara dengan histeris, bahkan sampai menarik-narik lengan baju sahabatnya.

Sudah kuduga, batin Hana.

"Heleh, jangan halu deh lo! Lo tau? Itu manusia paling aneh deh, serius! Masa dia setiap ketemu cewek kayak mau minggat aja? Dia kira cewek itu zombie apa?" omel sang empunya dengan memutar bola mata malas.

"Idih. Sama lo aja kali! Lo kan spek tante kun yang temenan sama pocong! Hahaha!" sahut Rara sambil tertawa terbahak-bahak.

"Heh? Terserah lo aja deh, Ra. Emang Yusuf namain nama kesayangan apa buat lo, hah?"

Rara masih tersenyum lebar.

"Dia namain gue dengan sebutan si fu-lan! Cakep, 'kan? Please, please! Jangan iri, jangan dengki! Jangan iri dengki!"

Mendengar hal itu, mendadak bulu kuduk Hana berdiri. Gadis yang lebih tinggi dari Rara itu membelalak kaget.

"Wow, you seriously?"

"Yes Hana! I'm seriously and not kidding!"

Rara tampak bangga dengan ceritanya kali ini. Ah entahlah, mungkin dunia akan menggeleng-geleng saat melihat tingkahnya. Hana menampar pipi sahabatnya yang bikin gemas itu dua kali.

"Ra, lo itu bego, goblok, atau gimana sih? Coba deh lo cek ke google apa arti dari fulan! Buruan cepet! Jangan keduluan baper dah, kasian gue liatnya tau nggak!" seru Hana yang langsung direspons oleh Rara.

Suasana kelas pagi ini masih sepi, sebab jam baru menunjukkan pukul 06.24 waktu kini. Bisa dihitung siswa yang mengisi kelas baru empat orang. Ya, termasuk juga dengan dua makhluk aneh yang tengah berbincang di pojok kanan depan sana.

"Arti kata fulan dalam bahasa arab adalah fulan. Biasanya penggunaan kata fulan untuk menggambarkan seseorang yang tidak diketahui namanya, tidak diketahui jenis kelaminnya, tidak diketahui asalnya, dan tidak diketahui umurnya."

Manik Rara tampak berlinang air mata. Hana menatap sahabatnya dengan iba. Mereka saling adu tatap sekejap.

"Hisss! Han ini beneran? Serius beneran?"

"Ya beneran, lah, begooo! Udah gue bilangin juga! Yakali orang alim mau sama spek kunti kayak lo! Udah suka ngumbar aurat, ngomong ceplas-ceplos nggak jelas, jelek, kucel! Hahahaha, turut prihatin deh gue. Sungkem," ejek Hana dengan tawanya yang membeludak.

"Ihhh, lo kok jahat banget sih sama gue? Baru aja gue udah seneng. Ibaratnya tuh kayak gini, udah dibuat terbang setinggi langit, eh dijatuhin gitu aja! Dia nggak mikir apa kalau akibatnya bakalan saaakit banget!" gerutu Rara panjang kali lebar.

Hana menggeleng pelan, lantas memilih untuk sibuk membaca buku. Ia malas mendengar crocosan un-faedah Rara. Sampai pada akhirnya, teriakan gadis semampai itu kembali menggema di telinganya.

"Han, Han, Hanaaa! Gue punya ide brilian, serius! Mau tau nggak?"

Hana menyipitkan matanya curiga.

"Buruan ikut gue!" kata Rara sambil menarik paksa tangan Hana untuk keluar dari kelas.

-to be continued-
@Yusuf Rayyanza
@Syarifah Sadira
@aastianggryni

Yusuf Rayyanza (on going)Where stories live. Discover now