BAB 18

26.9K 4.9K 207
                                    

"Apa rencana anda, yang mulia?"

Zayed terdiam tak bergeming. Dirinya terus menatap pada sebuah terowongan gelap yang berada di sebuah gang kumuh. Otak nya terus berputar guna mencari rencana yang akan di gunakan untuk menyelamat kan anak-anak yang tersandera.

"Yang mulia.."

Zayed menghela nafas dalam. Ini bukan pertama kalinya dia melawan sekumpulan bandit-bandit. Namun kini Zayed jadi sedikit ragu karena ada belasan nyawa anak-anak yang dipertaruhkan. Jika tadi dirinya membawa puluhan perajurit. Pasti para bandit akan langsung mengetahuinya dan malah mengancam nyawa anak-anak. Jadi karena itulah, hanya ada Zayed dan Brian Aleister-sang tangan kanan yang datang ke markas para bandit.

"Brian, kau selamatkan anak-anak. Biar aku yang melawan para bandit itu." Setelah sekian lama, akhir nya Zayed mengambil keputusan.

"Tapi kita tidak tau seberapa banyak komplotan para bandit itu. Jika mereka ada banyak didalam sana. Itu akan membahayakan anda, yang mulia." Tutur Brian.

"Kirim pesan pada para perajurit melalui Elang milik mu. Perintahkan mereka untuk mengirim 10 perajurit kelas atas. Aku akan masuk ke bawah terlebih dahulu. Setelah kau selesai mengirim pesan, pergilah ke tempat dimana anak-anak di sekap." Titah Zayed, meninggalkan Brian yang tetap berdiri di tempat dengan kepala yang tertunduk.

Selang beberapa lama, Brian bersiul kencang guna memanggil elang kesayangan nya. Seekor elang yang terlihat sangat gagah mendarat tepat di depan nya berdiri.

Brian berjongkok dan mengelus elus dagu dari hewan peliharaan nya itu. "Dalam satu menit, kau harus mengirim pesan ku pada panglima jenderal."

Brian mengeluarkan satu buah kertas dan pena yang selalu dibawa kemana mana. Ia mulai menulis perintah dari yang mulia putra mahkota Envuella. Seakan paham dengan sebuah tulisan, tatapan dari manik tajam Elang selalu tertuju pada gerakan tangan Brian.

Setelah selesai menulis sebuah pesan. Brian mengikatkan kertas tersebut di pergelangan kaki hewan peliharaan nya.

Tangan Brian mengelus-elus dagu elangnya. "Pergilah."

Bukannya terbang dan segera mengirimkan surat, elang tersebut malah terus menatap Brian. Sebagai seorang tuan, Brian tau maksud dan keinginan peliharaan nya. Ia berdecak sebal. "Aku akan memberikan mu banyak daging segar. Tapi setelah tiba di rumah ya?"

Ajaibnya, Elang tersebut merespon dengan anggukan kepala. Setelahnya, hewan tersebut mengepakkan sayap dan melesat pergi guna melaksanakan tugas dari tuannya.

Brian mendengus. "Kalau soal makanan, selalu saja cepat."

Kakinya mulai melangkah masuk ke dalam terowongan yang akan membawanya ke ruang bawah tanah. Dari kejauhan ia dapat melihat setitik terang yang berasal dari api obor.

Namun ketika sampai di pertengahan. Ia di suguhi oleh tiga jalan, yaitu lurus kedepan, samping kiri dan samping kanan. Brian menatap bergantian pada ketiga arah itu. Hingga tatapan matanya tiba-tiba menurun dan melihat sebuah saputangan merah diantara cahaya yang remang-remang.

Sepertinya zayed memberikan tanda dimana letak anak-anak disandera. Tanpa basa-basi lagi, Brian melangkah kearah lorong sebelah kiri dengan sedikit tergesa-gesa.

Sesampainya di lokasi tujuannya. Brian malah dibuat heran dengan pintu penjara yang tak di kunci. Dan anehnya lagi didalam penjara tersebut, terlihat belasan anak-anak duduk menjauh dari dua anak kecil. Dua anak kecil yang Brian rasa adalah anak kembar. Mereka berdua dengan santainya tidur dengan posisi saling menyender.

Brian mencoba mengabaikan keanehan tersebut. Ia membuka pintu penjara yang menimbulkan suara gesekan besi pintu dengan lantai. Brian masuk dan mendekati belasan anak-anak yang meringkuk ketakutan karena kedatangannya.

The Demon King's Wife [TERBIT]Where stories live. Discover now