"Gue nggak mau hidup miskin terus bang!"
"Ya udah, ngga usah hidup sekalian. Gampang 'kan?"
_______
Ingin rasanya Raden hidup tenang, sehari saja. Tanpa mendengarkan ocehan adiknya yang terus mengeluh tentang hidup yang t...
Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.
"Sebagai abang, gue nggak mau adek gue ngerasain perjalanan hidup yang susah ini."
__Raden__
Suara hentakan sepatu yang baradu dengan lantai terdengar sampai ke dalam kamar. Raden yang tengah menulis lirik lagu di kamarnya pun merasa terganggu.
Ia berjalan ke arah ruang tamu, dimana sang adik tengah membuka sepatunya dengan raut wajah yang kesal.
"Kenapa lagi sih dek?" tanya Raden, sambil menatap adiknya yang baru pulang sekolah, bahkan enggan menatapnya balik.
"Ayah mana?!"
Raden kesal karena pertanyaannya tak mendapat jawaban. "Belum pulang. Bilang sama abang, kamu kenapa?"
Bukannya menjawab, adiknya itu malah berjalan ke arah kamarnya. Tak lupa, ia terus menghentakan kakinya.
"Nada Shakira! Jawab abang, atau abang dobrak pintu kamar kamu!" panggil Raden dengan tegas, seraya menyebut nama adiknya dengan lengkap.
Hening untuk beberapa saat, hingga tak lama sang adik keluar dengan langkahnya yang lesu. Air mata sudah turun membasahi pipi, setetes demi setetes.
Tak tega melihatnya, Raden pun memeluk adiknya yang kini sudah menginjak kelas tiga SMA.
Ia mengusap rambut pendek adiknya dengan lembut. "Kenapa? Bilang sama abang, abang nggak bakal tau kamu kenapa kalo kamu sendiri nggak bilang ke abang."
Nada bergeming.
"Ada yang ganggu kamu di sekolah?"
Gadis cantik itu menggeleng.
"Terus kenapa?"
Nada masih enggan menjawab pertanyaan sang kakak, ia malah meremas kaos Raden. Sengaja, biar kusut.
"Lagi datang bulan, iya? Biar abang beliin jajan ya, mau?"
Nada menatap abangnya. "Emang abang punya uang?"
Dengan kasar, Raden melepas pelukannya. "Kalo gue nggak punya uang, nggak bakal gue nawarin lo jajan! Bodoh!"
Baru saja abangnya menunjukkan sisi ke-abangan-nya. Lihatlah sekarang, pemuda itu malah mengejeknya.
Nada menghapus air matanya, gadis cantik itu menatap abangnya seraya tersenyum.
Raden menatapnya sinis. "Ngapain lo senyum-senyum nggak jelas? Tadi aja, marah-marah."