Epilog

2.8K 231 28
                                    

Gilang membuka pintu ruang OSIS dengan sentakan kuat. Cowok itu merengsek masuk sambil menenteng bola sepak.

“DER! AYO MA—“ gilang mengatupkan mulutnya. Bola matanya melotot menyadari bukan Deri yang berada di ruangan OSIS, melainkan seorang cewek dengan rambut diikat kuda sedang menatapnya kaget. “Eh, sorry. Gue pikir ada Deri.”

Cewek itu mengerjapkan mata. Perlahan seulas senyum terbit dibibirnya. “Bang Deri lagi di ruangan Pak Ali, Bang. Lagi diskusi masalah proposal lomba.”

“Ooh.” Gilang menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Ya udah deh, makasih ya. Sorry ganggu.”

“Nggak apa-apa.”

“Gue balik deh.”

“Nggak nunggu bang Deri, Bang?” tanya cewek itu, menatap heran namun dimata Gilang terlihat menggemaskan.

“Nggak deh. Duluan ya.”

“Iya.”

Gilang berbalik pergi, namun begitu diambang pintu, dia kembali menoleh. Cewek itu rupanya kembali fokus menulis sesuatu disana. Keningnya berkerut sambil sesekali mengetukkan ujung pulpen ke bibirnya yang mengerucut lucu.

Gilang tersenyum. Puas memandangi, Gilang melangkah pergi, dengan perasaan senang luar biasa.

***

Ujian semester telah berakhir. Untuk seminggu kedepan, kegiatan sekolah diadakan class meeting. Hampir seluruh anak-anak antusias menyambut. Pihak OSIS, sebagai penyelenggara sudah menyusun rundown acara agar berjalan baik.

Sore itu, setelah pertandingan bola voli, jadual pertandingan selanjutnya adalah pertandingan sepak bola. Gilang yang harusnya main, mendadak malas ikut dan memilih duduk dibangku cadangan.

Sorak sorai terdengar dari masing-masing pendukung. Gilang mendengus menyadari sorakan itu hampir seluruhnya dari anak-anak cewek. Gilang mengedarkan pandangannya, hingga terhenti pada sosok cewek yang terlihat ogah-ogahan untuk menonton. Gilang maklum, cewek itu pasti lebih memilih menonton pertandingan basket ketimbang menonton pertandingan sepak bola.

Gilang mendengus cemburu, namun tak bisa berbuat apa-apa. Gilang terus memperhatikan cewek itu. lama-lama, cewek itu berbaur dengan suporter dan ikut menyoraki tim mereka. gilang terkekeh melihat betapa antusiasnya cewek itu ketika tim unggulannya mencetak gol. Tapi akan berubah kecewa jika gagal mencetak skor.

Tiba-tiba cewek itu menatapnya. Gilang tersentak, tanpa sadar menahan napas. raut wajah cewek itu menjadi panik dan berteriak-teriak kearahnya. gilang mengerutkan dahi sambil menyipitkan mata, seolah membaca gerakan bibir cewek itu.

“AWAASS!!”

BUGH!!

Gilang terpental, jatuh menghantam lantai semen. Kepalanya pusing dan hal terakhir yang dilihatnya adalah kerumunan orang-orang didekatnya.

***

Gilang meringis sambil mengusap hidungnya yang terasa nyeri akibat lemparan bola tadi. Ternyata dia pingsan akibat tendangan Farhan. Ini semua gara-gara cewek itu, membuat Gilang hilang fokus.

“Abang udah nggak apa-apa?”

Gilang terlonjak. Cewek yang dipikirkannya kini berada tepat dihadapannya, memandang kuatir. Gilang bengong.

“Bang?” cewek itu melambaikan tangan didepan wajah Gilang, membuat Gilang menjauhkan wajahnya. “Masih pusing?”

Gilang berdeham. “Nggak.”

Cewek itu tiba-tiba tertawa, membuat Gilang mengernyit. Apa yang lucu?

“Lagian tadi kenapa bengong sih, Bang? Mikirin hasil ujian ya?” tanyanya masih dengan tawa kecil dimulutnya.

Gilang cengengesan, namun tak menjawab. Dia lebih memilih menatap pemandangan dihadapannya yang tak akan pernah terulang lagi, memandang wajah penuh tawa itu dalam jarak kurang lebih semeter.

“Oh!” cewek itu membuka kresek ditangannya, mengambil satu botol minuman dingin. Diserahkannya pada Gilang. “Mau, Bang? Kayaknya lo masih perlu minum, biar lebih fokus.”

Gilang mengambilnya. “Thanks,” ujarnya dengan senyum kecil diangguki oleh cewek itu.

“Melody!”

Panggilan itu membuatnya menoleh. Cewek itu, Melody, melambaikan tangan sambil tersenyum pada Restu yang berdiri tak jauh darinya.

“Duluan ya, Bang.” Tanpa menunggu jawaban, Melody berlalu pergi.

Gilang memperhatikan. Samar-samar dia mendengar obrolan mereka.

“Lama banget sih, lumutan lho aku nunggunya,” rajuk Melody membuat Restu mengacak rambutnya. “Jangan diacak!” elak Melody dengan manja.

“Iya, maaf. Tadi seru banget ngobrol sama Pak Ali. Eh itu apa?” restu melongokkan kepala melihat kresek yang dibawa Melody.

“Nih, minum. Tadi aku beli di kantin. Tadi ada 2, tapi aku kasih ke Bang Gilang. kasian dia kena bola tadi. Kayaknya masih pusing. Jadi kukasih. Nggak apa-apa ya?”

Restu membuka minum itu, namun tak menjawab pertanyaan Melody. setelah meneguk isinya hingga sisa setengah, Restu menoleh ke belakang, kearah Gilang. Restu mengangkat botol minumannya, dengan senyum miring kemudian kembali meneguk isinya hingga tandas.

Gilang mendengus tak percaya. apa-apaan Restu itu? cari gara-gara? Geram, Gilang mendekati bak sampah, tanpa berpikir panjang membuang botol minuman itu. gilang menghela napas gusar.

“Udahlah, lupain dia. Cewek bukan Cuma dia kok!” tekad Gilang pada dirinya sendiri.

TAMAT.

Waaah lega banget akhirnya cerita ini kelar. Perlu 3 tahun buat nyelesain. Bener2 rekor deh ini wkwk

Makasih buat pembaca yg selalu setia baca cerita gaje ini. Semoga menghibur ya.

Sindrom writer block bener2 bikin kagok nulis, tp ttp dipaksain biar kelar ceruta ini. Jadi mohon maaf kalo sekiranya feel nya tidak dapat. Meskipun udh mulai nulis sejak lama, aku ttp belajar supaya bisa menghasilkan cerita yg lebih baik lagi.

Terimakasih yaa sekali lg, ketemu lagi di cerita yg lain yaa :))

Hold Me TightWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu