Matahari mulai bersembunyi di ufuk barat memperlihatkan sinar jingganya. Setelah acara olimpiade selesai, sore ini mereka berada di Villa milik Pak Reno yang ada di daerah Yogyakarta. Pak Reno sudah mengatur tempat tidur masing-masing. Kamar Gaia bersebelahan dengan kamar Gabriel dilantai atas, sedangkan kamar pak Reno juga Bu Renata berada dilantai bawah. Gaia masuk ke kamarnya dan melempar tas miliknya ke atas ranjang. Gaia hanya membawa satu baju ganti dari rumah karena besok pagi mereka akan langsung pulang. Setelah mengganti pakaiannya, dia langsung merebahkan dirinya di kasur queen size-nya.

"Kira-kira informasi olimpiade sudah tersebar di SMA Lima Sila apa belum ya?," gumam Gaia sembari membayangkan reaksi murid sekolah saat mengetahui dia mendapat juara 1. Dia tahu akan sangat heboh dan Gaia sangat menantikannya.

Ruangan Gaia mendadak padam membuatnya terjengkit kaget. Dia menatap lampu yang tiba-tiba mati.
"Lah kok mati? Gue di prank hantu kah?" gumamnya melirik sekitar memastikan tidak ada sosok gaib diruangannya.

Drrt!

Dering ponsel Gaia berbunyi membuatnya mengalihkan pandangannya pada benda kotak di kasurnya. Tertera nama pak Reno dilayar handphonenya. Dia langsung mengangkatnya.

"Hallo?"

"Gaia, terjadi pemadaman listrik mendadak, kamu sebaiknya tetap berada di kamar saat ini, didalam laci setiap kamar ada beberapa lilin yang bisa kamu gunakan sementara. Oh ya, bapak minta tolong kamu hubungi Gabriel juga soalnya tadi bapak sudah coba telpon tapi tidak diangkat."

Tangan kiri Gaia langsung membuka kotak laci disamping tempat tidurnya dan menemukan dua belas lilin dan satu korek api.
"Iya pak, terimakasih informasinya"

Sambungan telepon diputuskan oleh Pak Reno. Gaia terdiam sejenak memikirkan sesuatu seolah ada yang dia lewatkan,
"Gabriel trauma sama gelap," gumamnya pelan.

Brak!

Suara samar samar benda jatuh dari kamar Gabriel membuat Gaia tersentak. Gaia langsung berdiri dari tempat tidurnya dan menyalakan senter ponselnya kemudian berjalan tergesa-gesa ke kamar Gabriel. Dia membuka pintu kamar yang kebetulan tidak dikunci. Gaia perlahan melangkahkan kakinya masuk kedalam.

Sring!

Sebuah pisau tiba-tiba tertancap pada dinding tepat disampingnya, Gaia dengan cepat memiringkan badannya berlawanan arah untuk menghindari belati itu. Mata Gaia menajam, Gabriel hampir saja membunuhnya.

"pergi.. PERGI SIALAN!" Bentak Gabriel membuat Gaia terkejut.

Di bayangan Gabriel saat ini hanya suara seorang wanita muda yang berkata akan membunuh anak laki-laki usia 10 tahun yaitu dirinya saat kecil, wanita itu hendak mencekik leher Gabriel. Ditengah ketakutannya Gabriel mengambil sebuah pisau disampingnya dan mengangkat pisau itu didepan si wanita untuk mengancamnya. Tanpa diduga wanita muda itu malah menusukkan pisau lebih dalam ke perutnya hingga mulut, hidung  dan perutnya mengeluarkan banyak darah kental. Dia tersenyum culas pada Gabriel, dan detik setelahnya wanita itu meninggal tepat dihadapannya.

Gabriel membenci wanita itu, kematiannya seolah menyalahkan Gabriel yang tidak tahu apapun, dia sangat ingin membunuhnya sungguhan namun sialnya wanita itu terlanjur mati. Karena itu sampai sekarang dia membenci wanita muda dan marah jika seorang wanita menyentuhnya. Sampai saat dia bertemu dengan Gaia pertama kali. Tatapan tajam nan dingin, dan sikap tenangnya membuat Gabriel tertarik, Gaia yang seolah tak punya emosi dan tak kenal takut seolah dia telah menguasai taktik dunia ini, setiap yang dilakukannya terutama menyangkut gadis bernama Anna hanyalah sebuah permainan baginya. Gaia berkali-kali membuat Gabriel tertarik dengan pesonanya yang amat berbeda.

Gabriel masih bergelut dengan pikirannya. Derap langkah kaki seseorang membuat Gabriel terganggu. Dia tidak begitu jelas melihat bahwa itu adalah Gaia. Gabriel tanpa pikir panjang hendak melempar gelas kaca pada Gaia untung saja Gaia langsung menahan tangan Gabriel.

"Stop it! Lo sungguh mau bunuh gue hm? Gue siap bermusuhan dengan Lo kali ini! Mau bertarung hm?" Tekan Gaia karena terlalu geram dengan Gabriel yang sudah dua kali hampir membunuhnya.

Gabriel tersadar dan juga terkejut dengan ucapan Gaia. Dia menggenggam erat gelas kaca hingga pecah dan melukai tanganya sendiri. Gabriel menggeleng panik langsung menarik Gaia dalam pelukannya, memeluknya erat.
"Jangan! Gak boleh! Gak mau!" Rengek Gabriel membuat Gaia memutar bola mata.

"Dasar bocah!" Gumam Gaia lalu menepuk-nepuk punggung Gabriel guna menenangkannya. Gabriel memejamkan mata menikmati sentuhan dari Gaia yang menenangkan.

"Lo terlalu membuat gue nyaman Gaia, gue semakin menginginkan Lo disisi gue," ucapan Gabriel membuat Gaia menghentikan aktivitasnya sejenak.

"Lo hanya perlu dipihak gue, jangan pernah goyah karena gue tidak menerima kesempatan kedua. Tapi sikap Lo tadi membuat gue berpikir ulang," jawab Gaia bercanda, tapi Gabriel menanggapinya serius dan kembali panik.

"Maaf. Kalau gue ngecewain Lo, Lo boleh langsung bunuh gue. Tapi jangan tinggalin gue, gue gak siap." Ucap Gabriel serius.

Gaia melepaskan pelukan Gabriel dan mengambil kotak P3K dilaci. Dia meraih tangan Gabriel untuk mengobati tangannya yang berdarah.
"Gue gak berpengalaman bunuh orang, mungkin nanti Lo orang pertama yang akan gue bunuh kalau berani hianatin gue," ucapnya sambil memakaikan perban.

"Bagus," jawab Gabriel tanpa beban. Gaia tersenyum singkat tanpa menatap Gabriel. Setelah aktivitas nya selesai, Gaia berdiri dan berbalik hendak pergi, namun Gabriel langsung menggenggam tanganya.

"Hei mau kemana?" ucap Gabriel polos. Gaia berbalik badan menghadap Gabriel.

"Balik ke kamar gue lah," balas Gaia menatap Gabriel aneh. Gabriel menatap keatas melihat lampu yang masih mati.

"Gue gak suka gelap. Lo bisa temani gue sampai lampunya menyala?" Ucap Gabriel dengan wajah tak berdosanya. Gaia menatap Gabriel sengit, dia tahu Gabriel tidak benar-benar takut melihat raut wajahnya yang tenang itu. Seperkian detik tiba-tiba ruangan menjadi terang.

Gaia tersenyum smirk sedangkan raut wajah Gabriel berubah datar.
"Taraa, lampunya sudah hidup kembali," ucap Gaia dengan sok ceria, tanpa menghiraukan Gabriel dia langsung meninggalkan ruangan. Gabriel berdecak sebal dan menatap sengit pada lampu diatasnya. Padahal dia ingin lebih lama bersama Gaia dengan alasan mati lampu.

______________________________________

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan komen sebanyak banyaknya!

Terimakasih 🥰

MENCURI PERAN (Terbit)Where stories live. Discover now