[1] Aku, Kamu, dan Kantor Baru

20 4 5
                                    

Four years later...

"Assalamualaikum Bu Ara." 

Jantungku berdetak tidak karuan. Ini memang kebiasaanku setiap berkunjung ke rumah yang tak pernah ku kunjungi. Satu bulan yang lalu, aku baru menyelesaikan sidangku dan syukurnya aku mendapatkan nilai A. Dan saat ini aku diterima kerja sebagai supervisor di salah satu perusahaan pangan di Yogyakarta. Karena gajinya cukup tinggi untuk kebutuhan fresh graduate, aku memutuskan pindah dari kosku yang lama ke kos yang lebih hommy untuk ditinggali. 

"Waalaikumsalam Wr. Wb., kamu Ale ya?"

Bu Ara, ibu Kosku yang baru. Sebelumnya aku sudah mengontak melalui whatsApp untuk nge-booking satu kamar bulan ini. Bu Ara cantik, ayu, definisi ibu-ibu dengan tatapan teduh yang menengkan. Hahh.. aku lega mendapatkan ibu kos seperti Bu Ara. Jaga saya ya Ibu. Mohon bantuannya hehe.

"Nggih Bu, saya Ale. Salam kenal nggih Bu." Aku menampilkan senyum manisku ke Bu Ara, hitung-hitung biar gak dibenci ibu kos

"Mari masuk nak Ale. Barang-barang kamu segini aja nak? Bukannya kamu udah pernah kos di Yogya ya?"

"Iya Ibu, barang saya cuman dua koper ini saja. Barang-barang yang lain saya kasih-in ke adik tingkat saya."

"Oh gitu, ya udah, ibu bantu angkatin barangnya ya nak."

"Nggih, suwun Ibu."

"Mas Dimas, tolongin Ibu sini loh, ada penghuni kos baru. Sini cepat turun mas." Bu Ara berteriak dengan suara tenang, wah.. ibunya luar biasa, lagi teriak aja gak nyumbat telingaku loh. Betah nih aku tinggal di kos baru.

"Iya Ibu, sebentar. Dimas cuci muka dulu." Suara serak nan basah. Sepertinya itu anak Bu Ara. Dari suaranya, anak Bu Ara masih muda deh. Udah punya pacar belum ya?. 

"Sini dek, mas angkatkan." aHH. Adem, kata itu yang terlintas di kepalaku.

"Iya mas, makasi ya mas." Duh, masnya bukan wajah-wajah oppa korea yang sering aku kagumi. Tapi, wajahnya tipikal nenangin.

"Asal mana kamu?" Kami sedang berjalan menaiki tangga menuju kamar kosku yang ada di paling atas dan pojok kanan tangga.

"Saya asal Pekanbaru mas, tapi udah lama tinggal di Yogyakarta." 

"Ahh, ini kopernya ya. Kalau ada perlu sesuatu, tinggal bilang aja ke rumah induk."

"Iya mas. Matur nuwun yo mas."

"Hmm." Anak Bu Ara pergi ninggalin aku, eeh tunggu. Namanya tadi siapa? Dimas?.

...

Setelah berbenah, aku istirahat dan tanpa sadar 3 jam sudah berlalu. Aku lapar dan lagi kepingin banget nasi padang dengan siraman kuah gulai dan ditemani cabe merah di atas ayam gulai bagian dada. Cukup, aku harus segera pergi beli makan.

Aku ngeluarin motorku dari garasi, dan disana ada Mas Dimas dengan baju koko, sarung dan kopiah. Sepertinya dia baru pulang dari masjid.

"Mari Mas Dimas." Sapaku sambil tersenyum. Tidak kupingkiri, aku tertarik dengannya ditambah lagi dia baru pulang dari masjid. MasyaAllah Tabarakallah. Aku dipinang sekarang juga mau deh mas.

"Hmm." hanya hmm? itu jawaban dari Mas Dimas? apa aku berbuat salah? Tapi, aku bahkan tidak melakukan apapun. Atau aku kegatelan?.

Gerai nasi padang dari kosku sekitar 15 menitan. Sepanjang jalan aku memikirkan alasan perubahan drastis dari Mas Dimas. Tunggu, aku bahkan tidak tau aku harus memanggilnya mas atau namanya saja. Dimas aja deh. Sepertinya aku benar-benar kegatelan deh. Okay Ale, kamu gak usah deh ramah-ramah lagi ke dia. Titik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 28, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Wedding RingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang