[ Chapter 15 ] Come Home

1.1K 194 18
                                    

[Y/n] tidak lagi bisa berkutik ketika wanita berkuncir kuda itu menyeretnya kemari. Kaca mozaik yang menghiasi langit-langit di atas altar utama terlihat memancarkan cahaya yang indah. Namun entah kenapa, suasana di dalam gereja itu membuat [Y/n] merasa tidak enak.

"Hei, ada apa? Sedari tadi kau melamun saja. Apa kau bosan?" Hanji berceletuk pelan. Dilihat dari manapun, cadet kecilnya ini sedari tadi hanya menatap kosong pada satu titik, altar utama. Sejujurnya itu tidak aneh, namun entah kenapa ekspresi [Y/n] terlihat sedikit aneh dibanding biasanya.

Gadis itu terperanjat. Ia segera menggelengkan kepalanya pelan dan tersenyum tipis. "Tidak apa-apa." Ucapnya singkat. Lagi-lagi, manik [E/c]nya kembali tertuju ke arah altar utama. Hanji tentu saja menyadari hal ini.

"Apa yang kau perhatikan? Apakah ada yang aneh di sana?" Hanji menyuarakan rasa penasarannya. Ia sendiri kebingungan, apakah ada detail tertentu yang ia lewatkan dari altar itu?

"Entahlah... Saya tidak tahu..." Jawaban [Y/n] terdengar kosong. Titik atensinya bahkan tidak bergeser walau untuk menoleh ke arah Hanji.

Rasa hampa di dalam hatinya semakin menjadi. [Y/n] sendiri merasa seolah ada sesuatu yang seolah memberontak di dalam dirinya. Ditengah rasa hampa tersebut, dan juga perasaan aneh yang tidak biasa ia rasakan, [Y/n] seolah ditarik ke alam bawah sadarnya.

Gelap, berat. Dunianya terasa berputar begitu cepat. Rasanya kakinya sendiri bahkan tidak bisa menjadi tumpuannya lagi.

Hanji yang menyadari hal itu segera menangkap tubuh [Y/n] sebelum sang gadis tersungkur di lantai gereja tersebut. Tentu saja ia panik, suhu tubuh [Y/n] bahkan terasa lebih hangat dari biasanya.

'Sial, kenapa mendadak? Padahal tadi anak ini baik-baik saja.' Bisik Hanji dalam hati. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.

Ah, persetan dengan pendeta Nick. Bagi Hanji, keselamatan [Y/n] lebih penting untuknya sekarang dibanding menunggu pria botak tidak jelas itu datang menemuinya. Obrolan mereka tentu bisa ditunda, lain cerita dengan kondisi kadet kesayangannya ini.

Wanita berkacamata itu mulai memposisikan [Y/n] di punggungnya. Bagaimanapun, sekarang juga ia harus kembali ke ruangannya dan memeriksa keadaan gadis tersebut.

Baru saja Hanji ingin melangkah pergi, tiba-tiba saja sosok Nick muncul—masuk melewati pintu utama.

"Ah, kau terlambat. Bisa kita tunda sebentar? Aku akan kembali lagi setelah mengantar anak ini." Suara Hanji terdengar seperti biasa. Bernada riang, namun masih bisa dirasakan adanya penekanan di sana.

Pendeta Nick bergeming. Matanya terkunci pada sosok perempuan bersurai [H/c] yang kini tengah dibopong Hanji. Alisnya sedikit mengernyit, namun Hanji sama sekali tidak ambil pusing dengan ekspresi sang pendeta.

"Siapa dia?" Tanya Pendeta Nick singkat. Mendengar itu, tatapan Hanji berubah menjadi tajam. Tanpa menjawabnya wanita bersurai coklat itu berjalan melewati Pendeta Nick.

"Kadetku, kau tidak perlu tahu. Dan jangan mencari tahu." Jawaban ketus itu keluar dari mulut Hanji beberapa saat sebelum ia melangkah ke luar bangunan gereja dan menutup pintunya.

Pendeta Nick masih terdiam di tempat. Ia bersumpah, demi tiga tembok yang melindungi umat manusia, matanya tidak pernah salah mengenali orang.

Gadis kecil yang dibawa Hanji barusan, surai [H/c] dan postur tubuhnya. Tidak salah lagi, Nick tidak mungkin keliru.

Lututnya mendadak melemah. Pria itu berangsur meringsut, tersandar di salah satu pintu kayu sembari menatap nanar ke arah kaca mozaik di atas altar utama.

Triangle Love? No, This Is Square! [Levi x Reader x Eren x Erwin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang