Chapter 14

2.3K 488 200
                                        

Sabar itu ibaratkan hujan. Memang lelah dan terkadang menyakitkan. Tapi dari semua itu akan ada pelangi. Keindahan dan kebahagiaan.

Tere Liye

🕊🕊🕊

"Hafiz," panggil seseorang dengan lembut. Lelaki itu buru-buru menyeka air matanya sebelum menoleh. Ternyata Zahra yang memanggilnya.

"Makanannya keburu dingin, yuk makan!" ajak gadis itu ramah.

Hafiz hanya mengangguk dan membalas dengan senyum kecil. Mereka pun kembali masuk ke dalam restoran, berjalan berdampingan. Zahra lalu menyarankan Hafiz untuk mencuci tangan di wastafel yang tak jauh dari tempat duduk. Katanya, makan nasi bebek akan lebih nikmat bila disantap dengan tangan. Hafiz menuruti sarannya tanpa banyak bicara.

Setelah selesai, ia kembali duduk berhadapan dengan Zahra. Gadis itu tampak begitu antusias menyambut makanan yang telah terhidang. Sebelum mulai menyantap, ia mengangkat kedua tangannya dan membaca doa makan, yang diikuti oleh Hafiz.

Tanpa canggung, Zahra mulai menikmati nasi bebek itu dengan lahap, menggunakan tangan kanannya.

"Ayo makan, Fiz. Enak, lho," ucapnya sambil tersenyum, sesaat setelah mengunyah suapan pertamanya.

Hafiz membalasnya lagi-lagi dengan anggukan dan senyum, lalu mulai menyuap nasi bebek tersebut. Ternyata benar, rasanya lezat dan menggugah selera.

Keduanya terdiam dalam keasyikan masing-masing, menyantap makanan tanpa banyak kata. Hafiz memperhatikan cara Zahra makan yang sederhana dan apa adanya. Ia tidak menjaga citra sebagaimana kebanyakan perempuan yang dikenal Hafiz.

Sikap Zahra justru mengingatkannya pada kenangan lama bersama Alesha. Namun, Hafiz menyadari bahwa Zahra adalah pribadi yang berbeda. Tak bisa dibandingkan, apalagi disamakan dengan Alesha. Gadis bermata biru itu telah berhasil mengetuk hatinya kembali, menghadirkan rasa yang nyaris terlupakan.

Di sela keheningan itu, Zahra mendongak dan bertanya, "Oh ya, Hafiz, tadi sebelum kamu angkat telepon, kamu mau ngomong apa, ya?"

Hafiz menoleh padanya. "Umi pengin ketemu sama kamu. Habis ini ke rumah saya, ya. Bisa nggak?"

Pertanyaan itu membuat Zahra terdiam sejenak. Wajahnya tampak memikirkan sesuatu.

"Gimana, Ra? Bisa?" Hafiz bertanya kembali, ingin memastikan.

Zahra tertawa kecil, kemudian berkata, "Jujur, aku malu."

Hafiz ikut tertawa. "Kenapa malu?"

Gadis itu tersenyum, menunduk sebentar sebelum menjawab, "Soalnya kamu lelaki pertama yang ngajak aku ke rumahnya."

Hafiz tertegun. Dalam hatinya, ia sempat berencana untuk pertama kali mengenalkan Alesha kepada Umi Maryam setelah Nadira. Namun ternyata, takdir berkata lain. Zahra lah yang lebih dulu hadir dan menerima ajakan itu.

"Yasudah, aku mau. Aku juga pengin silaturahmi sama Ibu kamu," ucap Zahra dengan senyum tulus.

"Terima kasih, ya, Ra," balas Hafiz sambil tersenyum.

Zahra terkekeh ringan. "Daritadi terima kasih terus. Santai aja, nggak usah sungkan sama aku. Oh ya, gimana nasi bebeknya? Enak, kan?"

"Enak," jawab Hafiz, lalu menambahkan dengan senyum penuh arti, "Tapi bikinan saya juga nggak kalah enak, lho."

"Masa, sih?" Zahra menaikkan alisnya, penasaran.

"Iya dong. Nanti kapan-kapan saya masak nasi bebek buat kamu."

Tasbih CintaWhere stories live. Discover now