Chapter 16 - Oh My Brother?

7.1K 516 11
                                    

Eza POV

Astaga Iqbal, dia kenapa dandan ala Faya gitu? Gue speechless karena melihat Iqbal dengan setelah kaos hitam gambar nightmare dan celana selutut warna hitam pula. Satu lagi, dia juga ngunyah ngunyah permen karet persis Faya. Itu cewek udah meracuni otak adik gue.

"Kamu mau kemana Bal?" tanya mama.

"Mau ke rumah kak Faya. Iqbal pergi dulu. Dadah mama" nggak cuma tampilannya saja yang sama, gaya bicaranya pun..sama!

Diam diam gue menguntit Iqbal dari belakang. Dia nggak bertemu Faya tapi tante Gina.

"Fayanya lagi ke depan Bal. Mungkin lagi di lapangan futsal komplek" kata tante Gina. Segera Iqbal melajukan sepedanya menuju lapangan futsal komplek. Benar yang dibilang tante Gina. Faya ada disana sedang menyendiri dan Iqbal duduk di sebelahnya. Jarak gua antara mereka nggak terlalu jauh dan gue masih bisa mendengarkan apa yang mereka bicarakan meskipun samar samar.

Iqbal memberikan sebungkus permen karet pada Faya.

"Kak Faya berantem ya sama abang?" itu yang gue denger dari Iqbal.

"Nggak kok. Kita baik baik aja"

"Boong. Kata bang Eza kalian lagi musuhan. Nggak baik loh musuhan sama tetangga" tuh anak blak blakan banget kalo ngomong. Faya hanya senyam senyum lagi.

"Kak Faya, kalo Iqbal suka sama kakak gimana?"

Astaga, Iqbal nembak Faya!

"Apa?"

"Serius kak. Kakak mau nggak jadi pacar Iqbal?"

Nggak kebayang kalo Faya jadi pacar Iqbal, tuh anak bakalan jadi apa.

"Hmm..Bal-" Faya mulai bersuara.

"Pasti jawabannya nggak ya kak. Nggak apa apa kok. Iqbal ngerti" lapang dada banget adik gue.

Faya merangkul pundak Iqbal. "Aku sayang sama Iqbal hanya sebatas sayangnya seorang kakak sama adiknya. Begitupun juga Iqbal"

"Kak Faya yakin, Iqbal hanya suka sama kakak karena kamu nganggap aku kayak kakak sendiri"

Good answer, Fay!

"Nggak kok, Iqbal suka sama kakak karena emang Iqbal cinta sama kakak" gile bener adik gue ngomong soal cinta ke Faya.

Drrtt..drrtt..handphone gue bergetar. Sebuah pesan dari Kania yang minta dianter ke salon hari ini. Daripada nguping adik sendiri yang nembak tetangga depan rumah, mending gue pulang sekalian ajak Iqbal pulang juga.

"Iqbal..ayo pulang!" teriakan itu membuat mereka menoleh.

"Ya nanti bang. Abang duluan aja" sahut Iqbal. Gue pun nggak sabaran dan menghampiri mereka. Tangan Iqbal pun

gue tarik paksa.

"Nggak...Iqbal nggak mau pulang. Ntar aja bang!"

"Jangan kasar dong Za sama adik sendiri" sahut Faya sambil mencoba melepaskan tangan gue dari Iqbal.

Akhirnya gue nggak terima dan melepaskan tangan Iqbal. "Lo siapa sih? Dari awal gue emang yakin kalo lo bakalan bikin hidup gue sial. Inget ya gue nggak akan biarin lo menghasut adik gue. Lihat aja tampilan adik gue sekarang. Urakan kayak lo"

◆◆

Apa gue tadi terlalu ketus ya sama Faya? Tapi gue nggak bisa terima sejak kejadian di villa kemarin. Apa mungkin Faya emang beneran suka sama gue makanya dia marah marah ke Kania. Gue akui sih Faya not bad tapi..tunggu, ngapain Faya berdiri di depan jendelanya sambil liat ke arah kamar gue?

"Bangggg..makan malam siap!" teriak mama. Gue kembali menutup gorden lalu menuju ruang makan.

Hanya ada papa dan mama yang sedang asyik menyantap makan malam. Iqbal nggak kelihatan batang hidungnya.

"Iqbal kemana ma?" tanya gue sambil menyendokkan nasi ke piring.

"Ada di kamarnya" jawab mama.

"Kok nggak bareng makannya ma?" kali ini papa menimpali. Tadinya pertanyaan itu yang mau gue tanyakan ke mama.

"Katanya nggak laper. Nanti aja makannya"

Pasti ini efek ditolak Faya. Jadi galau berkepanjangan.

Gue melihat mama membawakan senampan berisi makanan dan minuman untuk diantar ke kamar Iqbal. "Sini ma biar abang aja yang nganter" mama mengiyakan dan nampan itu sekarang berpindah tangan.

Tiga kali gue mencoba mengetuk pintu namun nggak ada sahutan dari si empunya kamar. Pikiran buruk menyerang gue. Jangan jangan Iqbal bunuh diri dari balkon atau minum racun serangga. Buru buru gue taruh nampan di lantai lalu gue coba untuk mendobrak tapi...gedebuk! gue tersungkur tepat di kaki Iqbal.

"Abang ngapain?" tanya Iqbal sambil menyipitkan matanya.

"A..hmm..abang kau nganterin makanan buat kamu. Kamu ngapain sih diketok ketok pintunya nggak nyahut?"

"Lagi ngerjain tugas sambil dengerin musik pakai earphone" jawab Iqbal dengan santainya. Duh...sakit banget nyium lantai. Mendingan cium Kania deh.

"Terus kenapa kamu keluar?"

"Laper. Mana sini makanannya?" gue berusaha untuk berdiri meskipun lumayan sakit nih lutut. Tuh bocah bukannya bantuin abangnya malah ngambil makanannya. Dasar adik durhaka.

Iqbal langsung membawa makanannya dan menutup pintunya lagi.

♥♥♥♥♥

"Pagi Faya cantik" sapa tante Ir yang melihat Faya mau berangkat kuliah.

"Pagi juga tante. Cie udah cantik aja. Mau kemana nih?"

"Mau nge-gym dong. Ikut yuk"

"Kapan kapan ya tante. Faya mau kuliah dulu. Bye tante"

Faya melajukan pelan mobilnya membelah jalanan komplek.

Di ujung gapura komplek, Faya melihat Rian sedang duduk di atas motornya. Lalu Faya membuka kaca jendela mobilnya agar dia bisa memanggil Rian.

"Rian" cowok berkulit coklat itu menoleh dan mematikan rokoknya saat melihat Faya turun dari mobil. "Lo mau kemana? Kok ada lo disini?"

"Sorry ganggu waktu lo sebentar. Gue cuma mau klarifikasi perkataan Avri" kata Rian hati hati.

"Masalah..cewek lo?" Rian mengangguk. "Sorry kalo gue-"

"Nggak Fay. Lo nggak salah. Justru lo baik hati mau bongkar kebusukan Kania"

"Tapi belum sempat. Gue harap lo sabar ya semoga di luar sana ada cewek yang kayak Snow White. Udah baik hati, suka menolong dan cantik" kelakar Faya.

Sekali lagi, sepasang mata melihat Faya dan Rian saling mengobrol sambil tertawa bersama.
Hollaaa readers, silent readers!!
Minta vommentnya boleh???

Maacih..
Lophe,
221092♥

Neighbour is Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang