Chapter 28. Mengapa Bisa?

Mulai dari awal
                                    

"Sadar Nala! Caramel sudah wafat, kamu jangan kosong begitu, lagian kamu mau aja di ajak sama orang yang sudah beda alam!"

"Oalah, benar juga. Tadinya aku takut melihat Caramel karena wajah yang seperti setan, namun waktu tadi aku melihat Caramel seperti biasanya cantik, anggun dan suka saja,"

"Mengapa Caramel mengganggu kita terus ya?" tanya Vito.

"Heh Vito! Enak saja, kalian di ganggu apa sama Caramel haa? Aku aja kok yang bisa lihat dia dasar,"

"Iya memang kamu saja yang bisa melihat dia ha ha ha," ucap Varel.

"Lagian ya Nala, jangan kamu pingsan lagi, kamu gak kasihan kepada Daniel yang sudah jauh-jauh menggendong kamu yang berat!"

"Ha ha ha, maaf kan aku Daniel. Terimakasih ya Daniel, kamu sangat baik." ucap Nala.

Tiba-tiba orang tua Daniel menemui mereka semua dan orang tuanya Daniel begitu mengkhawatirkannya karena sejak dari tadi teman-temannya Daniel tidak ada di tenda, termasuk Daniel. Dia juga tidak ada, semua orang mencari-cari namun tidak ada.

"Daniel, kalian semua sudah dari mana saja? Mengapa kami tidak melihat kalian?" tanya ibunya Daniel.

Nala menjawab, "Awalnya aku sama Jesi mencari Santy dan Wulan, namun tidak ada. Lalu, Santy dan Wulan pun sama mencari kami berdua, karena tidak sengaja kami bertemu dengan Daniel dan kawan-kawan akhirnya kami mencari Santy dan Wulan eh ternyata kami sudah berjalan terlalu jauh hingga pada akhirnya, kami menemukan sebuah rumah tua. Bukan tua lagi namun sangat kuno, banyak sekali model jenis kursi." ucap Nala dengan jujur.

"Ah masa di puncak wisata seperti ini ada rumah tua, tidak mungkin lagian juga!" ucap ibunya Daniel.

"Kami juga tidak tahu bu, namun kamu ke sana."

Akhirnya mereka semua kembali ke tenda masing-masing untuk beristirahat.

Pada pagi hari Nala sedang duduk di bawah batu besar dia sedang menghirup oksigen yang sangat segar, dan melihat pemandangan yang begitu cantik dan indah. Warna hijau daun pohon yang terkena angin begitu mendamaikan pikirannya.

Tiba-tiba Daniel datang dan menemui Nala.

"Nala"

"Hai Daniel, pagi!"

"Pagi juga, sudah siap? Jam 10 kita turun dari puncak ini. Lalu kita makan di restoran bawah yang kemarin,"

"Ya aku sudah siap saja. Makan di restoran yang bawah, wah kamu lagi kan yang akan membayarkan untuk kami semua?"

"Tenang saja Nala,"

"Daniel, apakah perasaanmu masih sama seperti dulu?"

"Jawaban itu hanya dapat kamu jawab sendiri," ucapnya simpul.

"Mengapa begitu?"

"Kamu kan perempuan, nalurimu peka. Coba pikirkan, apakah sikap, perhatianku ada yang berubah? Jika ya kamu tahu jawabannya, dan jika tidak kamu juga tahu jawabannya."

"Sikapmu tidak berubah, justru kamu lebih baik sangat baik,"

"Jawaban yang kamu inginkan sudah tercapai bukan? Aku tidak suka banyak bicara aku hanya membuatkan bukti saja bukan omongan kosong, yang seperti pada umumnya,"

"Ssperti pada umumnya? Apakah itu ucapan pria yang hanya memberikan janji?"

"Yah, karena aku akan memberikan bukti bukan janji. Bukti bahwa aku akan menemanimu, tidak akan berubah meski entah sampai kapan. Hanya semesta yang akan menentukan, yah selama ini aku hanya melakukan apa yang seharusnyaku lakukan itu saja,"

"Terimakasih Daniel," hanya ucapan itu yang Nala berikan kepada Daniel, tidak terasa air mata Nala berjatuhan lalu dengan cepat Daniel menghapusnya.

"Sudahlah Nala, air matamu jatuh di pipimu,"

"Iya kalo jatuh di atas atap rumah namanya air hujan,"

"Ha ha ha, lhaa Nala mengapa pipimu begitu cabi?"

"Ahh Daniel!" sambil mencubit Daniel.

"Iya bener, aku kan tadi melihat dan mengusap pipimu," ucapnya.

"Ini bukan chabii! Ini hanya bengkak saja!"

"Iya bengkak, terlalu banyak memproduksi karbohidrat kan Nala Cantik,"

"Iya Nala Cantika, huruf a kamu tertinggal."

"Rupanya kamu tidak gagal fokus,"

"Ha ha ha ha," tawa dari mereka berdua.

Daniel seorang Laki-laki yang tidak bisa melihat perempuannya menangis begitu saja, dengan cara sederhana dia bisa membuat Nala tersenyum kembali.

Kutukan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang