Rencana Claire dan Lucius

75 20 0
                                    

Claire berjalan pelan menuju ruang tengah sambil membawa secangkir teh hangat. Di luar sedang hujan deras disertai angin, semua jendela dan pintu sudah ditutup rapat sejak bulir pertama menghantam bumi.

Saat ini Claire mengambil tempat di samping Ethan yang sibuk melihat TV, di sisi lain pemuda itu, Jasmine duduk tenang ditemani selimut yang menggulung seluruh tubuhnya.

"Claire, aku minta sedikit minumanmu, boleh?" tanya Jasmine, hidungnya terlihat sedikit merah.

Gadis berambut cokelat itu mengangguk pelan, lantas mengulurkan cangkir teh melewati Ethan.

"Terima kasih, Claire!" Jasmine segera menyeruput teh buatan Claire kemudian mendesah nikmat. "Enak sekali ...."

Claire tersenyum tipis.

"Kak Ria ke mana, ya? Sejak pagi tidak terlihat," ujar Claire pelan, matanya memindai seisi ruangan itu.

Jasmine menggeleng cepat sebagai jawaban, sedangkan Ethan terlihat berpikir.

"Sepertinya Kak Ria di ruang baca, aku tadi pagi melihatnya masuk ke sama sambil membawa laptop," jelas Ethan, "oh, Lucius juga mengikuti Kak Ria."

Claire mengernyit. Lucius juga? Sedang apa mereka?

Karena penasaran, Claire memutuskan bangkit, berjalan tenang menuju ruang baca di bagian kanan rumah. Tempat itu berbentuk persegi dengan dua lemari besar penuh buku di kedua sisinya.

Gadis itu membuka pintu ruangan. Ketika melangkah masuk, matanya disuguhi pemandangan yang cukup aneh? Claire sampai mematung beberapa detik sebelum akhirnya tersadar.

Lucius sedang menenangkan Kak Ria?

Menepuk bahunya?

" ... Kak, tenang."

Samar-samar Claire bisa mendengar perkataan Lucius yang berdiri di samping Ria yang duduk termenung. Gadis berambut sebahu itu tampak sedih, tidak seperti biasanya. Hal itu membuat Claire memberanikan diri mendekati mereka.

"Aduh, gimana nih?" Suara Ria terdengar pelan, ada gurat-gurat khawatir di wajahnya.

Lucius yang pertama kali menyadari keberadaan Claire, dia menatap gadis itu lama sambil menepuk bahu Ria beberapa kali.

"Kak Ria kenapa?" Claire bertanya pelan, sejujurnya bertanya pada Lucius, tetapi dijawab oleh Ria.

"Bukuku, semuanya hangus terbakar." Dia tidak bisa menahan air matanya lagi, cairan bening itu meleleh di pipinya.

Bingung. "Terbakar bagaimana, Kak Ria? Bukannya kakak belum menerbitkan buku lagi?"

Gadis itu terisak, bahunya bergetar.

"Mobil yang membawa bukunya terbakar di jalan, hangus tanpa sisa." Lucius menjelaskan secara singkat.

Mendengar perkataan Lucius, Ria makin menangis.

"E-eh? Kak Ria ... ja-jangan menangis."

Claire khawatir melihat gadis itu menangis, tetapi tidak tahu harus berbuat apa.

"Kak Ria ingin sesuatu? Akan aku buatkan," kata Claire.

"C-cokelat," ucap Ria pelan, dia menghapus air matanya dengan kasar. "Ya, cokelat panas!"

Lucius yang berada tepat di sebelah Ria, sedikit terkejut dengan perubahan emosi gadis itu. Ini benar kenalan orang tuanya?

"Ya? Oh, aku buatkan sekarang, ya, Kak."

Claire menghilang dari ruangan, tak lama Lucius menyusul gadis itu setelah memastikan Ria sudah tenang.

Lucius menghampiri Claire di dapur yang sedang membuat cokelat hangat, gadis itu menoleh sebentar begitu Lucius berdiri di sampingnya.

"Aku bingung," kata Lucius.

Claire lantas menoleh, memandang wajah pemuda itu penuh perhitungan. "Kenapa?"

"Bagaimana akhir cerita ini kalau penulisnya saja eror seperti itu?"

Gadis itu refleks memukul lengan Lucius karena perkataannya yang tidak sopan. "Jangan begitu, kalau Kak Ria dengar bagaimana? Nanti cerita kita tamat sampai di sini."

Lucius mengangguk setuju.

"Mari kita buat Kak Ria ceria seperti biasanya agar kisah kita segera dia lanjutkan."

Claire tersenyum lebar.

Tamu Tak Diundang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang