Hujan

251 52 18
                                    

Ria menutup jendela kamar sambil memperhatikan arakan awan gelap di angkasa, pepohonan bergerak lincah diterpa angin besar. Helaan napas terdengar kuat dari gadis dikucir kuda yang kini melangkah menuju ruang depan, lesu tergambar jelas di wajahnya.

"Hujan lagi, Kak Ria?" tanya Claire, gadis itu duduk santai sembari menikmati film di televisi.

"Hm, sepertinya mau ada badai. Kalian di rumah aja, jangan main di luar." Ria berlalu ke teras rumah, bermaksud mengangkat sepatu yang ia jemur tadi pagi.

Claire mengangguk singkat, kemudian berbalik melirik Jasmine yang rebahan di sebelahnya. Gadis itu tengkurap sambil memainkan ponsel Ria, tidak terganggu suara angin di luar. "Tidak pakai selimut? Hari ini dingin sekarang," ujarnya.

Jasmine mendongak, sebelah tangannya membenarkan surai pirangnya ke belakang telinga. "Ini belum ada apa-apanya dengan Lucius. Jadi, tidak."

Untuk sesaat, kening Claire berkerut. Dingin dan Lucius, apa hubungannya?

Baru saja mulut Claire ingin berucap, tetapi tertahan saat Ethan datang dan mengambil tempat di lantai. Pemuda itu perlahan mendekati Jasmine yang sudah meliriknya tajam, Claire kembali diam.

"Jasmine, temani aku sebentar," pinta Ethan, kedua matanya mengiba. "Hanya sebentar saja, janji."

Jasmine yang enggan terpaksa bangkit dari acara rebahannya, ia menatap Ethan dengan wajah tertekuk. "Mau apa memangnya? Jangan mengajakku bermain, Kak Ria sudah melarang kita," jelasnya sembari melipat tangan di depan dada.

"Buatkan aku makanan, aku lapar sekali."

Ethan dengan wajah tak berdosanya sukses membuat Jasmine ingin melempar bantal ke wajah pemuda itu, bisa-bisanya. Ia yang semula tidak mau, akhirnya mengalah juga. Kasihan Ria jika harus mmbuatkan makanan untuk orang berperut karet seperti Ethan, alhasil mereka berdua bergegas ke dapur diikuti tawa kecil Claire.

Claire tidak tahu saja, ketika Ethan berbalik mengikuti Jasmine, ada Lucius yang berdiri di belakang Claire dengan selimut di tangan. Ethan terlihat menahan senyum kemudian bergegas pergi, rencananya berhasil.

"Dingin dan dia tidak sama," gumam Claire. Dia tahu itu, apa yang Jasmine katakan hanyalah sebuah candaan.

"Kenapa melamun?" Suara itu dekat sekali dengan telinga Claire, setelahnya ia merasakan hangat di kedua bahunya.

Tidak perlu menebak, Claire berbalik sambil tersenyum. Di sana, tepat di belakangnya Lucius mengembangkan senyum tipis. Siluet cahaya membuat sosok itu terlihat seperti seorang pangeran dari kegelapan, benar-benar tampan.

Dan, kali ini Claire yang terpesona.

Tamu Tak Diundang Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt